Bearable

2.7K 331 36
                                    

"Nanti kita masih lewatin mall lagi enggak ya?"

"Mau beli apa lagi sih, Na?" Arsyaka di sampingku sedikit mendengus. Kami memang sudah sedikit terlambat gara-gara aku yang kelamaan dandan dan heboh sendiri. Aya tadi sampai bantuin nyatok rambutku karena aku masih belum kelar dandan ribet sendiri gonta ganti warna lipstick mana yang pas sama bajuku, yang nggak bikin terlalu pucat, dan nggak terlalu menor, tapi tetap bikin muka kelihatan fresh untuk acara ini.

"Enggak beli."

"Terus apa?" tanyanya pelan. Sedari tadi ia masih fokus menyetir tidak menoleh kepadaku.

"Mau ke toilet, perut aku mules." Rengekku dengan volume yang makin kecil. Aku tidak tahu mengapa aku menjadi makin nervous padahal belum apa-apa.

Arsyaka menoleh, melihatku 2 detik sebelum berkata, "Kamu tuh mules beneran apa gara-gara deg-degan?"

Tanganku terangkat sebentar di udara hendak menggaruk kepala, tapi kuurungkan lagi karena teringat mahakarya Aya. Aku tidak ingin merusak dandananku padahal sebenarnya ini sederhana.

"Ya gitu deh." Aku menghembuskan napas. Membuang pandanganku jauh ke depan. Kedua tanganku saling meremas di pangkuan sebelum kurasakan ada tangan lain yang kemudian menggenggamnya.

"Tenang. Nggak usah panik gitu deh. Ini tuh cuma pertemuan keluarga biasa, cuma mau kenalan doang kok," ujar Arsyaka . Ibu jarinya bergerak mengelus punggung tanganku pelan.

Sejak pagi di kantor tadi aku sudah freak out soal rencana ini. Kemarin Mamanya Arsyaka memintaku datang ke pertemuan rutin keluarga besar mereka karena kebetulan Arsyaka bisa hadir jadi sekalian perkenalan. Tidak ada alasan untukku menolak tapi demi Tuhan rasanya ini seperti ospek. Bahkan lebih seram dari itu!

Aku buru-buru pulang dan langsung mandi. Mengenakan baju yang sudah kusiapkan sejak malam sebelumnya dengan penuh pertimbangan, meski tadi hampir batal mengenakan ini karena takut terlalu extravagant untuk acara makan malam keluarga tapi takut juga terlalu santai pokoknya aku sudah bingung sejak kemarin. Arsyaka tadi datang menjemput ke rumahku dan harus menunggu setengah jam lebih sampai aku siap. Meski sejujurnya sampai sekarang rasanya aku belum siap. Apa tidak ada black hole di dekat sini supaya aku bisa menghilang?

"Na?"

"Hmm?" Aku menoleh pada Arsyaka yang sudah melepas sabuk pengamannya.

"Dah sampai." Terlambat. Aku belum menemukan blackhole-nya tapi sekarang sudah sampai di depan rumah Arsyaka. Ada beberapa mobil lain yang berjajar di pelataran menunjukkan banyak tamu yang lain selain aku.

Aku masih berdiri diam menenangkan jantungku sendiri. Mematut-matut dress pink salem selutut yang kukenakan. Semoga sudah cukup sopan. Arsyaka yang kemudian berjalan ke arahku. Tangan kirinya lagi-lagi menemukan milikku dan menggenggamnya. Terasa hangat. Entah apa karena jemariku yang lebih dingin.

"Gak usah panik gitu. Beneran ini keluargaku tuh penasaran, mana gadis yang udah bikin aku berlutut dan mabuk cinta begini." Katanya ringan sambil satu tangannya merapikan helai rambut ke belakang telingaku. Kalau saja aku tidak sedang nervous, Arsyaka sudah kuhadiahi tinju atas gombalan barusan. Tapi tidak, jantungku sudah lebih dulu nggak karuan karena hal lain.

Kami memasuki ruangan dan semuanya langsung memandang ke arahku, kecuali Arsyaka tentunya. Mama berdiri dari kursinya untuk memberikan cipiki-cipiki dan pelukan singkat. Aku yang kemudian ditariknya, dipisah dari Arsyaka , dibawa ke ruang tengah untuk dikenalkan dengan saudara-saudarinya. Ada tante Dila, Om Ardi, Om Bhaga, tante Febi, tante Mal, Om Iwa. Semua yang berjejer disebutkan. Mama juga mengenalkanku pada keponakan yang hadir, jumlahnya ada banyak, sekitar 13 orang yang tentunya nama mereka sudah kalang kabut di otakku.

Dari JanuariWhere stories live. Discover now