Vacation

2.5K 330 17
                                    

Aku terbangun merasakan udara di sekelilingku yang berubah menjadi sedikit hangat. Kupikir aku sedikit berkeringat dengan adanya jaket tebal milik Arsyaka yang menyelimuti tubuhku. Mataku mengedar ke samping menatap kursi belakang kemudi yang kosong dan pintu sampingnya yang dibiarkan sedikit terbuka. Mesin mobil ini mati. Aku tidak tahu ini sudah sampai mana.

"Makasih ya, Pak." Suara Arsyaka terdengar dari jauh, tak berapa lama kemudian ada langkah kaki mendekat. Dirinyalah yang kembali masuk mobil.

"Kok bangun?" tanyanya kepadaku. Aku melakukan sedikit stretching kemudian menegakkan kursiku, sudah cukup rasanya aku tidur. Kalau lama-lama tidur di mobil malah capek.

"Kamu abis ngapain?"

"Tadi nanya ke warga sini, setahuku emang ada jalan menuju air terjun cuma kalau lihat di maps itu muter makanya aku tanya jalan pintasnya."

"Ooooh, ini kita nggak ke penginapan dulu?"

"Penginapannya mah masih agak jauh, Na. Mending kita main dulu daripada harus bolak-balik, bisa sekalian makan siang nanti. Biar sampai penginapan tinggal istirahat atau jalan-jalan di deket sana. Gapapa kan?"

"Nggak apa-apa, aku mah tinggal nurut itinerary kamu aja kan kamu yang ngerencanain trip ini."

"Hehe, okee. Pokoknya dijamin puas." Arsyaka kembali menyalakan mesin dan menjalankan mobil.

Weekend ini memang aku diajak Arsyaka pergi jalan-jalan. Dia selama ini sudah cukup sabar mendengar keluh kesahku hampir setiap hari selama sebulan terakhir lantaran aku sedang stress dengan pekerjaan. Kami berangkat dari rumahku pagi sekitar pukul 7 dan karena semalam aku begadang menyelesaikan tugas demi bisa meluangkan waktu, Arsyaka jadi menyuruhku untuk tidur saja selama perjalanan.

Jalanan selanjutnya mulai berliku memasuki daerah pegunungan. Aku membuka jendela dan udara segar masuk. Di kanan kiri jalan merupakan pohon-pohon tinggi berseling rerumputan semak tinggi yang hijau dan tebing yang diiris guna membuat jalan, sudah sangat berbeda dari pemandangan kota yang padat akan bangunan.

"Eh abis ternyata." Arsyaka menyedot dari gelas kopi yang kami beli tadi pagi sebelum berangkat di salah satu restoran cepat saji, tapi isinya sudah habis.

"Kamu haus?" Tanyaku setelah mengalihkan pandangan dari samping kiri.

"Iya."

Aku kemudian mencarikan minuman lain yang tadi kami beli dari mart di kursi belakang.

"Ini mau?" Aku mengambilkan sebotol minuman isotonik.

"Boleh." Ia melirik sebentar, lalu tangan kanannya bergerak hendak mengambil botol itu.

"Eh bentar dulu." Aku masih mencari-cari sesuatu di dalam plastik. Seingatku aku memasukkan sedotan ke sana. Setelah mengambil satu kemudian aku buka tutup botolnya dan memasukkan sedotan biar Arsyaka gampang minumnya sambil berkendara begini.

"Nih."

Arsyaka lalu minum dari sedotan, setelah itu aku juga minum dari sedotan yang sama karena baru ingat sedari tadi aku belum minum.

"Kok ketawa?" Aku bertanya karena Arsyaka tahu-tahu tertawa kecil habis melirik ke arahku. Bukannya menjawab ia justru mengulurkan tangannya. Jemarinya menyentuh ujung mataku membersihkan sesuatu yang membuatku sadar aku tidak ingat bentukku bagaimana setelah bangun. Aku buru-buru menyingkirkan tangannya dan mencari cermin di pouch, membersihkan sisa-sisa kotoran mata dan bekas-bekas tidurku. Membenahi kuciran rambutku karena kini sangat berantakan.

"Kok nggak bilang sih kalau aku jelek." Protesku. Untung di kiri kanan jalan hanya pohon, bukan manusia jadi aku tidak ditertawakan. Eh, tadi sudah ditertawakan Arsyaka sih.

Dari JanuariWhere stories live. Discover now