Bad Day

2.8K 359 18
                                    

Handphoneku berdering. Aku membuka selimut yang menutupi tubuhku hingga kepala. Tanganku meraba raba kasur di mana tadi kulempar hp begitu saja. Arsyaka menelpon. Harus kuangkat apa tidak?

"Halo." Kujawab setelah dering ketiga.

"Haloooo, maaf banget baru sempet nelpon balik. Baru senggang ini."

"Iya nggak papa."

"Suara kamu aneh."

"Aku lagi flu." Padahal lagi nangis.

"Udah minum obat?"

"Udah," jawabku sekenanya. Emang ya namanya bohong tuh sekali bohong makin lama bisa makin gede dan kemana-mana.

"Kenapa tadi nelpon?" Aku memang seharian ini menelponnya hampir 5 kali atau bahkan lebih. Yang hanya berakhir pada pesan suara karena sepertinya ia sangat sibuk. Tidak ada apa-apa sebenarnya. Aku hanya sedang merindukannya. Kau tahu, seperti rasanya ada yang kosong dan hanya bisa diisi olehnya. Tapi tidak mungkin memintanya di sini sekarang. Tidak mungkin.

"Hehe enggak papa, iseng." Aku kangen, Ayaka. Kangen banget.

"Dih."

"Kamu hari ini ngapain aja?"

"Banyak. Aku dari tadi pagi berangkat ke stasiun tv trus dry rehearsal, abis itu makan, trus persiapan tampil, abis itu live recording, trus abis itu balik bantuin angkat instrumen ke kantor, trus makan malem, trus ini lagi di jalan mau ke acara radio." Dia menceritakan rentetan harinya yang panjang. Iya aku tahu, ini musim rilis albumnya makanya dia sibuk pergi ke berbagai stasiun tv dan radio, menghadiri acara-acara promosi dari pagi hingga malam, hampir setiap hari.

"Hmmmm. Semangat yaa, jangan lupa minum vitamin."

"Iya kamu.."

"Nana! Makaaaan! Kamu tuh kenapa nggak pernah lagi makan malam sih?!" Suara Aya teriak dari ruang tengah membuatku tidak jelas mendengar Arsyaka ngomong apa.

"Tadi kamu ngomong apa? Maaf Aya barusan ngomong jadi gak denger."

"Udah makan?"

"Udah." Ya Tuhan sekali nelfon gini aja banyak banget dosa karena bohong mulu.

"Yaudah, kamu jangan lupa makan juga. Istirahat yang banyak."

"Iyaa.. aku tutup dulu ya?"

Dia hanya diam. Entah sedang berfikir apa lagi yang sebenernya ingin ia katakan. Tetapi 3 detik tidak ada balasan, jadi kemudian kutekan tombol merah itu untuk mengakhiri sambungan.

"Kamu lagi kenapa sih?" Aya nongol di pintu yang untungnya kubelakangi sehingga ia tidak melihat tumpukan tisu bekasku menangis.

"Lagi capek aja kalo malem, Ya. Besok aku nggak nitip makan malam ya," sahutku. Udah 2 kali aku membuang makan malam. Tidak selera. Emang biasanya aku nitip Aya kalau buat makan malam karena dia tuh punya rekomendasi menu yang enak-enak, plus dia kalau pulang dari kantornya ngelewatin banyak penjual makanan jadi sekalian belinya udah hampir otomatis dibeliin dua.

"Lah kok?"

"Goodnight, Aya." Aku mengusirnya halus. Kutarik lagi selimutku hingga menutupi kepala. Melanjutkan agenda menangis yang tadi terpotong.

Besok sorenya aku dikagetkan oleh kehadiran Arsyaka di rumahku. Ia datang sendiri dan sudah duduk menunggu di teras depan sebelum aku pulang dari kantor.

"Kok kamu ke sini?"

"Kok pertanyaaanya gitu sih? Nggak seneng?"

"Ya bukan gitu maksudku, emangnya lagi gak ada schedule?"

Dari JanuariWhere stories live. Discover now