"Ini dibuat untuk melatih mental Christine juga, Dir. Kalau biasanya dia cuma lawan perempuan aja, sekarang adrenalinenya semakin terpacu karena melawan laki-laki," ujar Abram memberi pemahaman. Dirga sejak dulu memang tidak berubah. Ia tau lelaki itu sangat takut bersentuhan dengan perempuan.

Dirga hanya mengangguk, mencoba untuk memahami situasi. Dan juga memikirkan taktik terbaik sehingga dia tidak menyentuh Christine.

Mereka berdua akhirnya keluar, duduk di pinggir arena sparing sembari memperhatikan atlet-atlet yang tengah melaksanakan kegiatan tersebut. Dirga memperhatikan cara bermain mereka dengan seksama. Mempelajari cara main mereka, dan menambah ilmu baru tentu saja.

Pasangan pertama yang melakukan sparing adalah Fauzan dan Chandra. Dilanjutkan oleh Faiza dan Anindya. Masing-masing pasangan diberi waktu dua menit untuk melakukan latihan ini.

Setelah menunggu beberapa saat, Abram langsung mengintruksikan Dirga untuk bersiap-siap. Memeriksa kembali pelindung kaki dan tangannya. Semua atlet disana—kecuali Anindya dan Fauzan— belum mengenalnya sama sekali. Ia masing sangat asing disini.

"Christine, masuk," titah Abram membuat gadis itu langsung mengambil helmet dan memasuki arena.

"Sama siapa, Bang? Fauzan aja, ya?" Tanya Christine, karena jumlah mereka yang ganjil, ia seringkali bermain dengan Fauzan. Lelaki itu selalu mendapat giliran main dua kali.

Jika tadi Abram mengatakan Christine biasanya hanya melawan perempuan, maka itu salah. Ia sudah terbiasa mendapat lawan laki-laki, hanya saja, semua masih bisa di taklukannya.

"Ga, hari ini sama dia," jawab Abram sambil menepuk bahu Dirga, menunjukkan pada semua orang bahwa inilah lawan baru Christine.

Christine membelalak kaget, gadis itu langsung memperhatikan Dirga dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dalam hati ia menangis karena Dirga terlalu tinggi, jauh diatas dirinya. Meski memegang gelar atlet terbaik, ia tak yakin bisa mengalahkan manusia modelan Dirga.

"Kenapa? Takut lawan dia?" Tanya Abram tiba-tiba.

"NGGAK!" Sahut Christine cepat, mempertahankan harga diri.

"Oke! Dirga masuk!" Ujar Abram. Dirga langsung mengambil helmet birunya dan masuk ke arena. Berhadapan langsung dengan Christine dengan seorang wasit yang ada di antara mereka.

"Chung! Hong!" Ujar sang wasit sambil menujuk arah kiri dan kanannya.

Dirga dan Christine langsung menepati tempat yang telah ditentukan, setelahnya melakukan penghormatan, dilanjutkan juga memasang helmet di kepala masing-masing.

"Joon bi." Aba-aba pertama dari wasit mulai terdengar, yang berartikan bersiap.

"Sijak!"

Dua orang itu mulai fokus menyerang dan bertahan. Di menit pertama serangan dari Christine lebih mendominasi, Dirga hanya menangkis serangannya saja, tanpa memberikan serangan balasan.

Beberapa detik setelah aba-aba sijak, Christine langsung melayangkan momtoung dolyo chagi dan sukses ditangkis oleh Dirga. Sampai saat ini, bisa dibilang Christine belum mencetak poin sebiji pun meski sudah beberapa kali berusaha untuk menyerang.

"KAU DIRGA JANGAN NANGKIS TERUS! SERANG DIA JUGA!!" Teriak Abram dari pinggir arena.

Saat waktu yang diberikan kepada mereka hampir habis, barulah Dirga mulai menyerang Christine. Diawali dengan dolyo chagi, kemudian disambung oleh deol chagi yang tepat mengenai kepala Christine.

"Wow, headshot!" Teriak Faiza dari pinggir lapangan. Ia terkagum-kagum melihat permainan atlet baru di kontingennya ini.

"Kalyeo!" Wasit seketika langsung memberikan aba-aba berhenti. Christine langsung menormalkan tubuhnya kembali dan membenarkan helmetnya sedikit.

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]Where stories live. Discover now