30. Heart ripped

3.6K 428 137
                                    

Mencoba tetap tenang walau dadanya mulai berdenyut menyakitkan, Faiz terus menghubungi ponsel Julian, hanya jeda beberapa detik saja setelah mobil yang membawa kekasihnya itu berlalu dengan meninggalkan kepulan asap dan debu yang menyesakkan perasaannya.

Membawa pergi kekasih hati yang sedang terbeban oleh luka. Membawa pergi belahan jiwa yang sedang terpukul oleh kecewa. Membawa seluruh laju nafasnya, sampai seolah dia lupa caranya bernafas dengan benar.  

Julian tidak mengangkat teleponnya namun dia membalas dengan satu pesan singkat.

Julian E. Geandra 

I'll never leave, Ay.

Mata Faiz nanar membaca dan memandangi pesan itu. Tengkuk dan telapak tangannya terasa dingin. Ada yang berdesir aneh menyelinap masuk ke dalam perasaannya. Meski pesan itu menyiratkan keyakinan dan ketegasan Julian, namun entah mengapa getar denyut di hatinya tetap saja menyakitkan. Berdetak mengguruh sunyi di dalam relung sanubarinya yang terasa kosong dan hampa.

"Angkat teleponnya, Sayang." bisik Faiz dengan perasaan teraduk gamang, waktu dia kembali menelepon ponsel Julian dan lagi-lagi kekasihnya itu tidak mengangkatnya.

Dia bisa saja bertindak keras tadi. Mempertahankan Julian dengan seluruh keyakinan yang dia miliki. Yang dia yakin juga dimiliki oleh kekasihnya itu. Dia yakin hati dan perasaan Julian sendiri pasti akan memilih bersamanya. Namun gelengan samar dan tatapan gundah di mata terluka Julian seakan memadamkan niat menggelegaknya untuk merampas Julian dari gandengan paksa tangan ibunya.   

"Pi..."

Faiz baru saja akan menutup panggilannya waktu akhirnya teleponnya tersambung. Jantungnya berdetak dengan cepat sekali, berharap telinganya mendengar suara halus Julian. Namun kemudian telinganya malah mendengar suara lain. 

"Saya minta laporan pembangunan klinik itu secepatnya. Paling lama besok siang." Suara Papa Julian datar saja.

"Baik Om," jawab Faiz sambil mengetatkan geliginya. Menahan segenap emosi yang ingin berontak keluar dari jiwanya. "Saya harus menemui Om dimana?"

"Saya tunggu di kantor sebelum istirahat, karena saya harus berangkat meeting lagi setelah lunch time. Hanya itu kesempatan kamu untuk melaporkan kinerja perusahaan kamu."

"Baik Om." ucap Faiz lagi menyetujui walau dalam hati dia ingin memaki ayah kekasihnya itu. "Bisa saya bicara dengan Julian, Om?"

"Saya rasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi."

"Ada yang harus saya sampaikan pada Julian, Om." 

Faiz tidak ingin mengemis iba pada ayah kekasihnya. Tapi kalau cara itu bisa dimanfaatkannya demi untuk bicara dengan Julian, dia sama sekali tidak keberatan meletakkan egonya di bawah kakinya. Dia akan mengambil kesempatan secuil apapun itu.

"Julian sedang bicara dengan Mamanya."

"Sebentar saja, Om," mohon Faiz dengan degub dada makin cepat. Berharap permohonannya dikabulkan oleh ayah kekasihnya. "Satu menit. Hanya itu permintaan saya. Saya mohon Om." lanjutnya dengan suara makin bergetar.

"Hmm... Sebentar."

Faiz memejamkan matanya sambil mengucap syukur dalam hati saat mendengar jawaban papa Julian. Jari-jarinya menggenggam makin erat ponsel di tangannya, menempelkan ke telinganya dengan rapat. Mendengarkan dengan cermat setiap bunyi yang terdengar dari seberang sana.

Fallen Deeply In Love With YouWhere stories live. Discover now