26. I'll stay with you

3.8K 475 175
                                    

Julian menatap wajah tenang Papa yang duduk di depannya, yang masih menghabiskan dessert pudding lemon tea buatan Mama.

Julian sendiri sudah selesai makan sejak tadi. Karena dia hanya bisa makan sedikit. 

Sejak pulang dari rumah sakit, dia semakin malas makan. Melihat butiran nasi di atas piring saja sudah membuatnya mual, dia bahkan nyaris bergidik geli saat menyendok dan hendak menyantap nasi itu. Entah kenapa dia jadi punya perasaan seperti itu. 

Awalnya dia merasa itu karena efek dari masa sakitnya kemarin. Saat dirawat di rumah sakit kemarin, dia benar-benar tidak mau makan bubur atau nasi yang disediakan. Dia bahkan tidak mau melihat makanan putih itu. 

Faiz-lah yang kelabakan saat membujuknya untuk makan, walau tidak pernah berhasil. Jadi setiap kali Faiz datang, dia hanya membawa roti atau cake-cake yang lembut. Sesekali dia juga membawa kentang goreng, pizza atau udon. Tentu saja tanpa sepengetahuan perawat atau Mama Julian. Tetap saja dia hanya sanggup memakan sedikit sekali. Selebihnya Faiz-lah yang menghabiskan.   

Tadinya dia berpikir, mungkin hanya karena dia sedang sakit saja. Makanya dia enggan makan nasi. Mama sendiri sudah terheran-heran karena dia selalu hanya mengambil lauk dan sayur setiap kali makan, tanpa menyentuh nasi sama sekali. Namun setelah dia keluar dari rumah sakit, tetap saja selera makannya merosot tajam.

Julian sebetulnya sudah ingin kembali ke kamarnya. Dia ingin menelpon Faiz. Sejak pulang ke rumah, dua hari yang lalu, mereka belum ketemu lagi kecuali bicara lewat video call. Kekasihnya itu sedang berada di Bali untuk progress lanjutan proyek hotel dan resort-nya di sana. Dan dia sendiri masih harus memulihkan diri pasca operasi itu.

"Ade kenapa nggak mau makan nasi sekarang?" tanya Papa setelah meletakkan sendok pudding-nya.

"Nggak selera, Pa." sahut Julian apa adanya, sambil meremas-meremas kulit jeruk di tangannya.

"Kenapa nggak selera?"

"Ade juga nggak tahu," geleng Julian jujur, karena memang dia tidak mengerti kenapa sekarang dia ogah makan nasi. 

"Lalu apa yang harus Papa dan Mama lakukan supaya Ade mau makan dengan benar lagi?" Papa masih menatap dengan pandangan tenangnya. 

"Ade makan dengan benar kok, Pa." Julian meletakkan serbet-nya di sebelah piringnya yang masih menyisakan makanan. 

"Bagaimana Ade mau dapat asupan karbohidrat kalau nggak mau makan nasi?"

"Kan Ade selingi dengan makan roti, Pa."

"Tapi Ade nggak ngomong sama Ibu supaya dibikinkan sesuatu untuk pengganti nasinya."

"Gampang, Pa. Ade bisa ngomong nanti sama Ibu."  

"Kalau mau protes sama Mama sama Papa bukan begitu caranya, De." ucap Mama pelan sambil meletakkan gelas yang sejak tadi dipegangnya. "Nggak usah pakai acara mogok makan nasi segala. Bisa diomongin kan masalahnya?"

Ya, Mama yang ngomong. Aku mendengarkan dan harus nurut, pikir Julian dengan perasaan gamang. 

"Ade nggak protes kok." mata Julian berkedip pelan, menyadari maksud ucapan Mama. "Rasanya Ade emang nggak bisa makan nasi lagi, Ma."

"Lhah, terus apa namanya itu kalau bukan protes mogok makan? Kenapa Ade nggak bisa makan nasi lagi?" tanya Mama dengan nada suara cemas.

"Jadi kalau Ade protes, Mama mau mempertimbangkan lagi?" Julian balik bertanya dengan nada pelan. Dia sama sekali tidak berpikir untuk protes dengan melakukan mogok makan. 

Julian berkedip lagi. Kalau dia meminta dibiarkan tetap menjalin hubungan dengan Faiz, apa Papa dan Mama akan mengabulkannya? Kalau dia memohon agar tidak usah melanjutkan kuliah di Kanada dan tetap melanjutkan kuliah di sini sampai selesai, apa Mama akan mengabulkannya? Mungkin ide mogok makan ini akan berhasil, pikirnya lagi mendelu.

Fallen Deeply In Love With YouTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon