12. Your warmth embrace

5K 604 166
                                    

Julian merogoh ponsel di saku celana jeans-nya dan segera mencari nomor Faiz. Menyentuh nomor ponsel kekasihnya itu, dia menunggu panggilannya terjawab. Namun tiba-tiba saja dia mendengar instrument lagu Khalid yang dinamis. Ditatapnya layar ponselnya yang masih menunggu sahutan sambil mencari asal suara dering ponsel yang berbunyi pelan itu.

Suara dering ponsel itu berasal dari bawah tas laptop Faiz yang tergeletak di atas meja kerja Faiz selama mereka bekerja di villa-nya itu. Julian menghela nafas saat mengambil ponsel itu dan melihat panggilannya di sana. Dia menggeser tolak panggilan ponselnya di ponsel Faiz. Rupanya Faiz keluar villa tanpa membawa ponselnya. Entah lupa atau ketinggalan. Bagaimana bisa dia lupa membawa ponselnya? pikir Julian sambil memandang keluar jendela.

Di luar sana hujan sedang turun dengan sangat deras. Petir yang menggelegar juga saling bersahutan tak berhenti. Dan ini sudah berlangsung selama setengah jam, sejak Julian tiba tadi.

Tadi pagi-pagi sekali dia berangkat kuliah ke kampus. Faiz sudah tahu kalau dia ada kuliah pagi ini, jadi dia berangkat lebih dahulu ke villa. Laki-laki itu sudah menjadwalkan schedule kerja ke villa-nya dua kali dalam waktu seminggu, untuk meninjau progress pembangunan klinik dan panti itu, yaitu hari selasa dan hari kamis. Itupun tidak mesti seharian di sana. Kadang dia hanya mengecek sebentar lalu kembali ke kantor.

Sementara jadwal kuliah Julian justru padat di hari kamis. Dia bisa sampai sore di kampus. Tapi hari kamis ini, mendadak dua dosennya membatalkan jam kuliah. Salah satu dosennya sedang sakit, sementara satunya lagi harus mengurus isteri yang melahirkan.

Julian sudah mengirim pesan pada Faiz kalau dia akan menyusul ke villa. Dan dibalas oleh Faiz kalau dia akan menunggu kedatangan Julian. Begitu keluar kelas, Shane ternyata sudah duduk menunggu Pieter, mereka rupanya sudah janjian mau pergi. Sementara Mahenz memutuskan akan pergi untuk membeli alat-alat lukis baru. Sebetulnya Mahenz minta ditemani olehnya tapi karena sudah janjian dengan Faiz maka dia beralasan harus melihat pembangunan klinik di villa.

Sampai detik itu, setelah hampir dua minggu sejak dia jadian dengan Faiz. Julian masih belum sempat menceritakan hubungannya dengan Faiz kepada sahabat-sahabatnya itu. Bukannya dia tidak ingin terbuka dengan kedua orang sahabatnya itu. Tapi dia masih merasa belum perlu menceritakan hubungannya itu pada mereka. Julian yakin Pieter atau Mahenz tidak akan mengolok-oloknya. Yach... dia mungkin akan jadi bahan ledekan selama beberapa saat kalau Pieter sampai tahu. Dia hanya harus menebalkan telinga dan bersikap kalem saja. Tinggal mengancam Pieter untuk gantian membayar makan siangnya, itu pasti akan efektif menghentikan bully-an cowok bongsor itu.

Mahenz juga kelihatan sibuk membuat lukisan-lukisan yang baru. Di dalam kelas saja, dia lebih banyak mencoret-coret sketsa di atas buku gambar yang dibawanya dari pada menulis materi kuliah yang diberikan oleh dosen. Sementara Pieter kelihatan sedang fokus pada Shane. Sebentar-sebentar dia menelepon atau chatting dengan Shane.

Situasi itu jadi tidak membuatnya merasa bersalah sekali, jika dia sedang asyik telepon dan chatting-an dengan Faiz. Hanya pada saat makan siang bersama di kantin saja mereka bisa ngobrol dan bercanda dengan bebas.

Toh selama dua minggu itu hubungannya dengan Faiz baik-baik saja. Dia belum menemukan kendala apapun yang membuatnya ingin berlari minta bantuan pada sahabatnya.

Intensitas chat, video call atau telepon mereka yang rutin setiap hari mereka lakukan, makin menumbuhkan kedekatan dan perasaan nyamannya pada Faiz. Harus dia akui juga, sikap Faiz padanya selalu hangat dan menyenangkan. Laki-laki itu punya kepribadian yang baik. Setiap tutur yang keluar dari mulut laki-laki itu selalu enak didengar telinganya. Bahkan sense of humor-nya betul-betul mengesankan. Dia melucu memang hanya untuk membuat Julian tertawa.

Fallen Deeply In Love With YouWhere stories live. Discover now