3. Bright Sunday

6.3K 711 75
                                    

"Oooommm..."

Faiz tersentak kaget dari lelapnya yang indah, saat telinganya mendengar gedoran keras di pintu kamarnya yang tertutup rapat. Gedoran yang dilakukan dengan kecepatan yang hanya dimiliki oleh makhluk bertubuh paling kecil yang berada di urutan terbawah dalam strata keluarganya.

"Oooommm..."

Gedoran keras lagi yang menghantam di pintu kamarnya seakan hendak merubuhkan pintu kayu jati itu.

Untuk sejenak Faiz menghela nafas berat sebelum menyibak selimut dan menjejakkan kakinya ke lantai. Dia tidak akan bisa bertahan mendekam di tempat tidur tanpa pura-pura tidak mendengar gedoran keras yang bagai guntur tanpa hujan itu.

Heran, kenapa orang-orang di sekitarnya suka sekali menganggu tidurnya ya?

Sudut pandang bawah matanya sudah menangkap sosok makhluk kecil dengan rambut lebat yang diikat dengan pita merah muda saat dia melebarkan pintu. Tapi dia pura-pura celingukan ke kanan kiri sambil bergumam kecil, seolah tak menyadari kehadiran makhluk yang titahnya paling disegani itu.

"Nggak ada orang..."

"Zhizi di sini Om," suara jernih kecil terdengar geli dari arah bawah tubuhnya.

"Di sini mana?" Faiz kembali celingukan sambil mengerutkan alis lagi. "Jangan-jangan tuyul nyamar." Gumamnya masih pura-pura berpikir.

"Emang tuyul punya rambut Om?"

Masih bergumam pelan. "Kalau bukan tuyul, apa ya?"

"Ommm..." satu tarikan tangan gemas terasa di celana piyamanya. "Liat ke bawah."

Faiz menunduk ke bawah dan langsung membuat ekspresi pura-pura terkejut dengan mata dibuat ketakutan.

"Waaahhh... tuyulnya gondrong."

Faiz segera bergerak menundukkan tubuh, menerkam sosok mungil dibawahnya sambil mengelitiki pinggangnya. Yang digelitiki hanya mampu tergelak terpingkal-pingkal dengan suara tawanya yang khas bocah. Dia menjerit antara ngeri juga kegirangan waktu Faiz mengangkat tubuhnya ke atas sambil menciumi perutnya.

"Wuahaahaa... Bundaaaa," teriaknya kegelian sambil memanggil ibunya. Tubuhnya meronta mengeliat menghindari ciuman jahil Faiz di perutnya "Omm... Udah... Geli..."

Tanpa menghiraukan teriakan protes bercampur tawa kegelian itu, Faiz mendekap tubuh mungil itu ke dadanya dengan penuh sayang.

"Siapa suruh gangguan tidur Om?" tanyanya setelah tawa mereka reda.

"Habis, Om tidurnya kayak cicak mati."

"Emang Zhizi pernah lihat cicak mati?"

"Pernah, waktu ayah ambil dari belakang TV di kamar, dia nggak gerak-gerak waktu Zhizi bangunin."

"Kalau sudah mati ya nggak bakal bangun, sayang," Faiz menjawil ujung hidung Zhizi. "Mana Bunda?"

"Lagi di dapur, Zhizi ama Bunda beli bubur ayam sama cakue tadi." Mata jernih besar milik bocah perempuan berusia lima tahun itu bersinar cerah. Mata yang menunjukkan kecerdasan otaknya. "Buat Om sama Uthi."

"Waaah, pasti enak banget nih."

"Iya dong." Mulut mungil Zhizi membulat lucu. "Zhizi beli banyak buat Om."

"Iya, makasih ya sayang. Zhizi udah salim belum sama Uthi?" tanya Faiz masih terus menggendong Zhizi sambil berjalan ke ruang makan.

'Uthi' adalah sebutan Zhizi untuk neneknya. Dulu Zhizi kecil tidak bisa menyebut Eyang putri-nya dengan benar. Bunda-nya lalu menyingkat sebutan Eyang putri menjadi Uthi saja, karena Zhizi lebih mudah menyebut wanita yang melahirkan Faiz itu dengan panggilan Uthi.

Fallen Deeply In Love With Youحيث تعيش القصص. اكتشف الآن