75.

979 63 8
                                    

Alroy sedang berada di kamar Audrey, menemani gadis itu yang sudah tertidur pulas. Posisinya yang duduk di hadapan Audrey membuatnya dapat melihat jelas banyaknya goresan yang ada di kedua pipi Audrey.

Ia tak bisa berpikir bagaimana seorang ibu tega memukul anaknya sendiri dengan membabi buta seperti tadi. Selama ini ia hidup, ia tak pernah menjumpai seorang ibu yang memperlakukan anaknya dengan kejam seperti Siska.

Semua kejadian hari ini nampak seperti mimpi bagi Alroy. Ia masih tak percaya Ananta sudah pergi meninggalkan dunia ini tepat di hari ulang tahunnya sendiri, juga tak percaya akan melihat Audrey yang begitu terpuruk hari ini padahal kemarin ia sudah membayangkan akan bersenang-senang dengan Audrey di pesta ulang tahun Ananta.

Alroy menarik nafasnya dan memandang ke langit luar. "Tuhan, cobaan apa lagi yang harus Audrey terima?" Rintihnya pada sang kuasa.

Sejujurnya ia tidak menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi, ia hanya merasa kalau dirinya yang menjadi Audrey, ia pastikan ia tidak akan sekuat gadis itu. Begitu banyak sakit batin yang sudah diterimanya, belum lagi sekarang harus menerima kenyataan bahwa adik kandungnya sudah meninggal dunia dan ibunya sendiri menuduhnya sebagai pembunuh sang adik.

Kini ia mengerti mengapa Audrey begitu dingin di awal mereka bertemu. Kehidupan memberinya luka yang terlalu dalam, membuatnya malas berkomunikasi dengan orang lain yang mungkin akan membuat luka yang lebih dalam. Dan sayangnya ia juga ikut ambil bagian dalam membuat luka itu.

Alroy, Alroy, lo bodoh banget. Rutuknya untuk diri sendiri.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, membuatnya menoleh ke arah pintu.

"Eh, kak." Kata Alroy ketika melihat yang masuk ke kamar Audrey adalah Aldo.

Aldo tersenyum seraya berjalan menghampiri Alroy. Ia lalu menarik kursi belajar Audrey dan duduk di samping Alroy.

"Pulas banget tidurnya." Ucap Aldo seraya membelai wajah Audrey yang begitu tenang.

Ia lalu beralih kepada Alroy, menepuk kakinya. "Gimana lo?"

"Maksudnya?" Tanya Alroy tak mengerti.

Aldo tersenyum. "Kaget liat kejadian hari ini?"

Alroy mengangguk. "Baru lihat ada ibu yang sebenci itu sama anaknya sendiri." Jawabnya.

Aldo lalu menatap Audrey lagi. "Dulu waktu kecil lebih parah lagi. Pulang sekolah Audrey langsung diomelin, disuruh ini itu, kadang sampe dipukul, sedangkan mamanya sama Ananta cuma duduk santai di kamar. Dia jarang banget main sama kita kecuali kalo kita yang ke rumah dia atau dia yang diajak papanya ke rumah kita. Tapi semenjak papanya lumpuh waktu kita bertemu bener-bener berkurang drastis. Gue pun yang akhirnya sering ke rumah Audrey. Main bareng, belajar bareng, bantuin dia ngerjain pr, dan gak jarang dia cerita yang dia alamin hari itu, senang, sedih, semuanya dia ceritain. Itulah kenapa dia lebih deket sama gue daripada yang lain."

Ia menghela nafas sejenak. Ketika menoleh ke samping, matanya menemukan sebuah bingkai foto di mana Audrey sedang memeluk dirinya. Kalau ia tidak salah ingat sepertinya itu foto ulang tahunnya yang kelima. Aldo meraih foto itu, mengusapnya sambil tersenyum.

"Gue paling gak bisa liat Audrey kacau kayak gini apalagi sampe luka-luka gitu. Kalau dulu, gue pasti akan nemenin dia, ngehibur dia, meluk dia ketika mimpi buruk, semuanya gue lakuin asalkan Audrey kembali bahagia. Tapi kayaknya bentar lagi gue akan ngasih posisi itu ke seseorang."

Alroy menatap Aldo. "Siapa?"

Aldo tertawa. Ia menepuk pundak Alroy. "Lo lah, siapa lagi?"

Alroy menunjuk dirinya sendiri. "G-gue?"

SHE'S MY WORLD [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang