🐭 Astagfirullah || 7 🐁

173K 20.3K 1.1K
                                    

"Dasar lo Arhab, pelit banget jadi suami. Masa gue cuma dikasih dua puluh ribu siiihhhhhh?!"

Astagfirullah, Asia harus marah-marah lagi kepada manusia yang satu ini. Benar-benar, Asia bukan tidak bersyukur atas apa yang Arhab beri, tapi, dua puluh ribu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehariannya. Untuk makan di kantin saja tak akan cukup dengan uang yang segini adanya. Kecuali, kalau Arhab memang ingin membuat Asia mati kelaparan, atau menjadi sosok yang minta-minta traktiran. Belum lagi jika ada tugas kuliah atau ini-itu, mana bisa Asia menyisihkan uang yang tidak cukup ini.

"Cukup ini, lo bisa naik angkot pulang pergi sepuluh ribu, lo bisa beli sebotol air sama cilok. Mantap 'kan? Jadi manusia kok nggak bersyukur gitu. Lo tuh harus menerima apa yang diberikan oleh suami lo, jangan banyak ngeluh! Jangan banyak ngomong, tapi banyak-banyak bersyuuuukur!"

Ho ho ho, jika saja Arhab yang ada di posisinya saat ini, pasti dirinya juga akan protes. Mudah sekali dia berucap 'cukup' kepadanya. Apalagi dia harus naik angkot pulang-pergi, jajan cilok, beli a----

Heh? Naik angkot?!

"Ntar ... kenapa gue harus naik angkot, sementara lo punya mobil? Tujuan kita sama, kampus kita sama. Ngapain lagi harus buang-buang duit yang sedikit ini!"

"Ogah, sendiri-sendiri lah, gue nggak mau ya, kita dicap sebagai pasangan baru yang romantis abis. Nggak banget itu, jadi udahlah, berangkat sendiri-sendiri aja."

Asia menganga mendengar jawaban Arhab. Dari komplek rumah ini, untuk mencapai jalan raya saja harus berjalan sebanyak beberapa ratus meter, belum lagi menunggu angkot, belum lagi kalau ngetem, belum lagi kalau macet ....

Asia segera berdiri, ia berlari menyambar tasnya. Tugas dari istri adalah memenuhi perintah sang suami. Meski perintah ini memang aneh dan sangat-sangat menyebalkan, lebih baik Asia turuti dan mengalah saja. Dari pada meneruskan perdebatan bisa-bisa ia telat sampai di kampus. Tapi awas saja, Asia akan melaporkan tingkah Arhab ini pada bunda dan abinya, ini sudah keterlaluan, dan Asia belum tentu bisa terus-terusan mengalah setiap harinya. Nanti juga, mungkin ia harus meminta suntikan uang jajan dari abi, Asia tak mau, hanya karena menikah dengan Arhab, kuliahnya jadi terabaikan karena ia tidak punya uang.

Asia menghembuskan nafas, ia semakin mempercepat langkah kakinya. Bahkan ia tak mempedulikan, gamisnya yang hampi terinjak-injak. Hari ini tidak boleh telat, ini hari pertamanya kembali masuk kuliah. Ah, andai ada uang lebih, maka Asia akan memilih naik ojek saja. Dengan itu ia bisa lebih cepat sampai dan tak perlu jauh-jauh berjalan untuk mencari angkot.

Asia celingak-celinguk, kini ia sudah berada di jalan raya tapi ia tak melihat angkot yang melintas.

"Lo bego atau gimana?" seseorang meneriakinya dari dalam mobil.

Asia melihat Arhab turun dari sana, lalu mendekatinya dengan wajah yang ... marah atau menyesal? Asia tak mengerti.

"Apa lagi?!"

"Kenapa berangkat nggak bilang-bilang? Maen nyelonong gitu aja?"

"Loh, bukannya tadi lo nyuruh gue naik angkot? Apa-apaan sih lo kok, aneh gitu."

"Lo nggak bisa bedain mana yang bercanda, mana yang enggak?! Gue nggak setega itu sama lo bego. Gimanapun lo itu istri gue, astagfirullah ...."

"Ya, justru karena gue istri lo, jadi gue nurut sama omongan lo!"

Arhab menggaruk hidung mancungnya yang tidak gatal sama sekali. Dadanya bergemuruh, masih naik turun karena tak menyangka jika Asia akan benar-benar menurutinya. Tau begitu, tadi saat Asia pergi dari hadapannya, ia takan melanjutkan acara sarapan pagi ini. Ia benar-benar tak tau bahwa Asia akan mengikuti semua perintahnya, dan kini ia menyesal karena telah membuat wanita itu kelelahan.

Astagfirullah, Husband! [RE-UPLOAD]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα