~Berhenti?~

360 242 216
                                    

Arsy tengah duduk jenuh dalam kelas. Kali ini ia lagi-lagi dibuat berpikir keras karena Raka. Kalau dipikir-pikir juga entah mengapa hari demi hari, ia membiarkan dirinya untuk jatuh hati. Sedangkan Raka, tidak ada rasa sama sekali.

Apa ada cara lain supaya Raka suka dengan Arsy? Hm... Arsy terlalu bete untuk memikirkannya.

"Hai Arsy," Sapa seseorang yang membuat Arsy mengangkat kepala dan membuka matanya.

"Kak Radit? Ngapain disini?" Tanya Arsy bingung. Lelaki itu adalah kakak kelasnya. Sekelas dengan kakaknya Arsy. Lagi-lagi Arsy dibuat pusing dengan dia.

Tanpa permisi, Radit langsung duduk disamping Arsy. "Lo bete?" Tanyanya.

"Hm ... Sedikit sih, ada perlu apa ya kak?"

"Ada yang pengen gue omongin sih, tapi nanti ajalah. Gue butuh persiapan," Ujar Radit tersenyum.

Hah? Butuh persiapan katanya?

Arsy hanya mengangguk angguk. Radit sebenarnya Ingin sekali mengungkapkan perasaannya, akan tetapi ia takut Arsy malah membencinya. Lebih baik tidak dibalas, dari pada dibenci. Kalau diliahat, Radit tak kalah cakep dari Raka. Dia ini manusia paling sabar dan kuat bertahan.

Dengan Arsy yang tidak peka.

Entah tidak peka, atau pura-pira tidak peka?

Sejak dua tahun yang lalu, Radit menyukai Arsy. Ralat. Bukan dirinya juga sih, mungkin banyak lelaki. Namun, ketika semua cowok-cowok menyerah karena Arsy memilih Devan. Hanya Raditlah yang terus berjuang, dan kini mungkin saatnya.

Bel masuk tiba-tiba berbunyi. "Sy, gue duluan ya. Oh ya, pulang sekolah sama siapa?"

"Sama kak Nad,"

"Mau pulang bareng gue?" Ajak Radit.

"Hm ... nanti Arsy kabari lagi ya kak," Sebenarnya antara mau dan tak mau.

"Yaudah, nanti kabari ya. Jangan panggil gue kakak dong, nama aja gak apa-apa."

"Hm ... Nggak apa-apa nih? kan Kak Radit, eh maksud Arsy Radit kan kakak kelas?"

"Khusus buat lo."

Heh?! Khusus? Kenapa ini?

"Owh, oke."

Setelah itu Radit keluar dan kedua sahabat terngeselin tapi ngangenin datang. Ngangenin? Apa coba yang harus dirindukan dari mereka?

"Ngapain kak Radit kesini?" Tanya Mina dengan jiwa kepo nya yang meronta-ronta.

"Gak tau," Ucap Arsy tak acuh.

"Eh sy, lo bego banget sih jadi cewek. Lo itu peka dikit dong, jangan cuma kejar keinginan lo itu yang tanpa kepastian." Cerocos Anggun tiba-tiba.

Arsy dan Mina saling menatap heran. Mengapa dia ini? Tiba-tiba membeo tidak jelas seperti tadi?

"Kak Radit itu udah lama suka sama lo, Arsy!!" Suara Anggun penuh penekanan.

"Hah? Suka sama gue?" Kata Arsy sedikit berteriak kaget.

"Itu lah susah ngomong sama orang yang gak peka!"

"Lo tau darimana?" Sambung Mina.

"Mungkin satu sekolah sudah tau. Gur kasih lo ya Sy, daripada lo capek-capek kejar tuh Raka si muka datar tapi ganteng sih. Mending lo terima cintanya Kak Radit." Ceramah Anggun.

Arsy mendengus kesal melihat Anggun, yang sepertinya kerasukan apa dia? Hingga menjelma jadi ibu-ibu pengajian. Mina tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha, ada apa lo hari ini Nggun?"

"Nyatain cinta aja belum, mau gue terima? Ogah!"

"Bu Lia woi!" Teriak banyak murid dan berbondong-bondong kembali ketempat duduk masibg-masing.

******

Arsy melamun sambil terus berjalan menyusuri koridor, dengan tas dipu daknya. Omongan Anggun tadi masih terngiang-ngiang dalam pikiran Arsy. Apa iya Arsy harus berhenti? Dan sadar banyak orang yang ia sakiti?

Berhenti sebelum berlanjut tanpa kepastian.

Mungkin benar, Arsy terlalu egois. Terlalu memikirikan diri sendiri tanpa peduli lingkungan sekitar.

Pandangan Arsy terus menyusuri setiap sudut. Barangkali ia melihat Raka. Yap, Raka ada, tapibdia sama sekali tidak peduli.

Yaudah samperin aja.

"Sy, jadi pulang bareng gue?" Yah, ada penghalang. Tapi apa iya kalau Arsy meminta pulang bareng Raka, Raka akan menerimanya?

Pasti ditolak.

Tak apalah, sesekali buat orang bahagia. Jangan memikirkan kebahagiaan diri sendiri saja.

"Yaudah ayo,"

Arsy membuntuti Radit hibgga ke parkiran. Lalu pergi dengan sebuah motor.

Radit itu ... Ganteng, pinter, baik, ramah, primadona sekolah, banyak perempuan yang tergila-gila. Kecuali Arsy. Mengapa Arsy tidak mencoba untuk membuka hatinya saja?

Kalau dia benar cinta.

Disaat ada yang pasti, mengapa harus memilih yang jauh lebih tidak pasti? Tinggal membuka hati.

Tidak semudah buka pintu kali,

"Arsy, makan dulu yuk! Lo laper nggak?" Tawar Radit. Mungkin ini kesempatan untuk menyatakan cintanya pada Arsy. Pikir Radit.

"Hm ... Boleh. Mau bakso yang didepan itu," Arsy menunjuk pada sebuah warung bakso.

"Oke."

******

Tidak ada percakapan, hanya suara gesekan antara sendok dan mangkuk saja. Radit terus berpikir, bagaimana caranya ia menyatakan cintanya pada Arsy.

Sebenarnya Arsy tahu sedari tadi, bahwa Radit terus-menerus menatapnya. Namun ia tidak peduli. Arsy lapar.

"Dit, kenapa sih? Radit kenapa?" Tanya Arsy penasaran dan risih.

"A ... a-gue? Gak papa kok." Jawab Radit kelagapan. Lelaki itu segera mengalihkan pandangannya.

Arsy menganggum mengerti. Ia paham dengan lelaki yang gerak-gerik mencurigakan seperti ini. Ujung-ujungnya juga ngajak pacaran.

Lihat saja.

"Arsy,"

"Hm."

"Kamu mau nggak ja ... di pa ... car a-ku?" Ucap Radit dengan keringat dingin sekujur tubuh.

Arsy menaikkan sebelah alisnya. Menatap Radit heran. Tuh kan sudah bisa ditebak. Sudah biasa.

Apa iya Arsy bisa membuka hati untuk Radit? Dan berhenti mengejar Raka?

"Hm... Boleh Arsy pikir-pikit dulu?"

********

Hm... Seriusan nii mau berhenti berjuang?

Ngapain juga berjuang untuk yang tidak pasti? Melelahkan bukan?

NEXT?! 170 KOMEN!!!

Ingetin kalo ada typo yaa:')

Salam manis dari author paling manis🍩😘

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang