48. | Cerpen | : Asa di Langit Biru

408 15 0
                                    

Semarang, 20 April 20XX.

Di bawah sorot temaram lampu jalan yang menggantung di tiang bambu lapuk. Tampak seorang cowok jangkung dengan hoodie hitam ditambah topi warna senada tengah duduk di bibir sungai yang dipenuhi air bening. Entah apa yang ia lakukan saat ini padahal sudah larut malam.

"Kak Langit!"

Panggilan yang sangat familiar menyerusup ke telinga cowok itu dan sukses memecahkan keheningan, siapa lagi jika bukan sahabat rasa pacar. Cewek yang memanggil itu pun langsung duduk selonjoran di dekatnya.

"Tumben ke sini, biasanya anteng di kamar nulis mulu, " ucap Langit membuka obrolan.

Payoda, nama unik milik cewek itu kemudian ia menyiratkan senyum dan berkata, "Ya sekali-kali keluar kandang , hehehe. "

"Dasar kutu buku."

"Ih aku bukan kutu loh kak, masa iya ada kutu secantik Arveena Payoda Deryn! "

Senyum simpul tersirat di wajah Langit,kemudian mereka memandang hamparan langit kelabu malam ini.

Arveena Payoda Deryn atau yang biasa dipanggil Oda seorang gadis manis yang masih kelas 1 SMA. Ia sangat mengagumi sosok Langit lebih tepatnya  sangat mencintainya walaupun dia tahu harapannya untuk menjadi kekasih seorang jenius seperti Langit adalah mustahil. Ia hanya bisa mencintai dalam diam dan mengagumi dari jauh. Sakit? Tentu.

Bisa dekat dan akrab dengan Langit pun ia sudah merasa senang, jikalau harus mengubur harapannya dalam-dalam pun mungkin akan ikhlas. Karena yang terpenting baginya adalah melihat Langit bahagia.

Keesokan harinya Oda berencana untuk meminjam cat air milik sang pelukis, Langit. Ia adalah seorang pelukis yang cukup mahir menggoyangkan kuas, bahkan ia pernah ikut lomba melukis di luar negeri.

Derap langkahnya kini terhenti di depan rumah bercat putih dilengkapi bunga-bunga, namun ada yang aneh.

"Kok sepi sih, jam-jam segini biasanya Kak Langit lagi gitaran sama Kak Teo, " batinnya.

Ia memantapkan langkahnya untuk membuka pintu cokelat itu. Namun belum juga memegang gagang pintu tiba -tiba pintu itu telah terbuka dan menampilan sesosok pria. Namun bukan Langit.

"Oda!" teriak pria itu.

Kak Teo kaget saat membuka pintu ia malah mendapati wajah imut Payoda.

"Hai, em—Kak Langit ada di rumah?

"Gi—gini Da, Langit udah pergi ke USA California buat kuliah," ucap Kak Teo dengan hati-hati.

Atmosfer beku hadir seketika menyelimuti raga Oda, kenapa bisa Langit tidak memberitahu dia padahal semalam mereka bersama saling tukar cerita.

"Ap—apa!"

"Iya Da, katanya dia mau bilang sama kamu tapi dia takut kamu bakalan marah. Em—tunggu sebentar Da," pinta Kak Teo dan segera masuk ke dalam rumah entah untuk apa.

Oda yang masih syok akibat kenyataan pahit ini hanya bisa diam dan mencoba untuk menahan air matanya yang sudah berebut untuk keluar. Tak lama kemudian Kak Teo keluar dan membawa beberapa benda yang tak asing bagi Payoda.

"Nih," ucap Kak Teo seraya menyodorkan kuas beserta kanvas dan cat air.

Oda tahu pasti itu titipan dari Langit, tapi kenapa harus Teo yang memberikan ini bukan orangnya sendiri. Dengan berat hati ia mengambil ketiga benda itu. Raganya kini tak sanggup lagi untuk menopang kesedihan ini. Begitu berat, mengingat hanya Langitlah harapannya kali ini. Tak hanya harapan, ia bahkan mengantungkan semua impian dan asanya di raga Langit. Apakah mungkin impian itu akan ikut hilang? Sama halnya dengan Langit yang hilang  tanpa jejak sedikit pun.

Event (1) Melangitkan Impian [ Sudah Terbit ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang