38. | Cerpen | : Kasih Sayang dan Impian

519 20 4
                                    

Seorang gadis tengah duduk di kursi meja belajarnya serta memainkan pensil yang menari-nari di atas buku diary kesayangannya. Setelah selesai gadis itu tersenyum manis melihat hasil karyanya. Gambar dirinya dengan seorang laki-laki yang mirip dengan bingkai foto yang terletak di meja belajar.

Gadis itu bernama, Nayla Agatha. Ia gadis yang sangat periang di luar tapi tidak di dalam. Mempunyai badan ramping, rambut panjang, alis tebal, bibir mungil, kulit putih, hidung mancung, postur tubuh yang ideal, dan lesung pipit di pipi kanannya.

"Kamu ini kenapa sih?! Udah jangan ganggu aku!"

"Kamu yang kenapa mas! Aku ini istri kamu, harusnya kamu bisa nuruttin apa yang aku mau!"

"Aku udah nuruttin yang kamu mau! Jangan berlebihan, aku tidak suka!"

"Berikan saja aku uang! Aku akan beli apa pun sendiri!"

"Kamu kan juga kerja! Gunakan uangmu itu untuk kepentinganmu! Aku baru kemarin memberikanmu uang dalam jumlah banyak!"

"Uang itu sudah habis dan aku butuh lagi!"

"Sudah sana berikan Nayla kasih sayang seorang ibu!"

Nayla menutup telinganya kala terdengar berdebatan orang tuanya yang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Tapi itu sama saja, suara itu masih bisa terdengar jelas di telinga. Lantas Nayla menutup pintu kamarnya agar suara itu benar-benar hilang dari pendengarannya.

Nayla menyenderkan badannya membelakangi pintu kamar. Ia memejamkan matanya dan menghembuskan napas panjang. Kemudian Nayla membuka matanya dan menatap ke arah jendela dengan tatapan sendu.

"Terjadi lagi," gumam Nayla merasa sedih.

Nayla berjalan pelan menuju jendela yang tertutup rapat. Ia membuka jendela itu dan menatap ke arah langit, menatap bulan yang bersinar terang. Sudah menjadi kebiasaannya jika sedang merasa sedih, ia akan menyampaikan segala keluh kesahnya kepada sang bulan karena Nayla sangat menyukai bulan sejak kecil.

"Bulan, kenapa mama sama papa selalu berantem?" tanya Nayla menatap sang bulan dengan wajah sedih. Ia menahan agar air matanya tidak lolos begitu saja. Ia harus kuat.

"Aku sedih denger mereka berantem terus. Kapan mereka bisa kaya dulu lagi? Aku merasa terabaikan di sini." Air mata Nayla lolos dari sumbernya. Setiap hari Nayla selalu mendengarkan perdebatan dari orang tuanya tiada henti.

Sejak mamanya yang bernama Rani itu bekerja sebagai pegawai bank dan mengikuti berbagai arisan serta perkumpulan ibu-ibu komplek, ia menjadi berubah. Mulai dari sikap maupun penampilan.

Rani selalu menghamburkan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Ia jadi tidak bisa mengelola keuangan yang suaminya berikan. Setiap hari ia selalu meminta uang pada Daniel, suaminya sekligus Papa Nayla.

Daniel bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta. Ia terlalu sibuk dengan perkerjaannya hingga kurang memberikan kasih sayang layaknya seorang ayah kepada Nayla, begitupun dengan Rani. Ia harus ekstra sabar menghadapi istrinya yang berubah akibat selalu iri dengan teman-temannya.

Hari sudah semakin malam. Udara di luar juga semakin dingin. Dirasa sudah cukup curhatnya dengan sang bulan, Nayla menutup kembali jendela kamarnya.

Ia berjalan ke arah kasur untuk segera tidur dan melupakan kesedihannya sejenak. Terkadang mimpi jauh lebih menyenangkan daripada kehidupan pahit yang menyakitkan.

Nayla membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan selimut di atasnya sambil memegang bingkai foto keluarganya yang ada di nakas lalu tersenyum.

"Have a nice dream." Nayla langsung mengembalikan bingkai itu ke tempat semula, mematikan lampu, dan terlelap dalam dunianya sendiri.

Event (1) Melangitkan Impian [ Sudah Terbit ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang