Tentang Pertemuan

Bắt đầu từ đầu
                                    

Tapi, tunggu dulu.

Hei! Apakah pria bernama Bani itu pernah bertemu gue hingga ia bisa menyimpulkan kalau dia suka ke gue?
Gue rasa nggak pernah.

Tapi biarlah, mungkun dia hanya segelintir orang yang menyukai gue.

Tapi ternyata gue salah. Waw! Gue salah besar!

Dia berbeda.

Dia memang benar-benar berbeda.

Dan dua hari setelahnya, ada seseorang yang kembali mendatangi gue, saat gue baru saja keluar dari Laboratorium Pengujian Prestasi Mesin dengan muka penuh oli yang belum sempat dibersihkan.

Gue masih dapat mengingat dengan jelas, seorang pria memakai kemeja secerah biru langit, dengan rambut yang agak basah karena hujan. Dan dia tengah tersenyum menatap gue.

Dia memasukkan kedua lengannya di saku, tanpa menghilangkan senyumannya.

"Gue Bani. Lo pasti udah tau gue, kan?"

Oh, dia. Pria yang gadis itu bilang padanya tempo hari.

Dia tertawa ringan, lalu menjulurkan tangannya meminta berjabat tangan dengan gue, dan tentu gue diam saja tak membalas jabatannya.

Melihat gue hanya diam saja, akhirnya dia menarik tangan kembali.

"Lo mau apa?" Tanya gue datar.

Dia tersenyum. "Gue mau lo kasih kesempatan ke gue buat deket sama lo."

Gue mengerutkan kening tak mengerti dengan apa yang ia bicarakan.

"Gue mau, gue bisa deket sama lo. Jalin hubungan sama lo."

Gue langsung menyeringai sinis. "Gila lo."

Dan gue mendapati dia langsung memasang ekspresi wajah serius. "Gue serius. Gue mau kita deket. Gue mau lo mulai buka hati ke gue. Karena gue udah jatuh cinta sama lo, sejak pertama kali ketemu."

Gue memutar bola mata, lalu bersidekap. "Kalo gue gak mau?"

"Ya lo mau gak mau harus terima gue. Karena mulai hari ini, gue bakal terus ganggu lo. Bakal terus deketin lo."

Gue tertawa sinis. "Lo tau gak? Lo itu cuma segelintir cowok pengecut yang lagi jatuh cinta. Dan sayangnya, cinta lo lagi bertepuk sebelah tangan. Jadi, gue turut berduka cita."

Dan dia malah tersenyum. "Lo gak bakal tau endingnya kalau saat ini gue bahkan belum memulainya."

Gue mendecakkan lidah. "Oke, salah lo karna udah jatuh cinta ke gue. Tapi yang pasti, cara lo nyatain perasaan itu basi banget. Dan lo bukan tipe gue. Lo itu gak ada apa-apanya. Jadi jangan berharap gue bakal balas perasaan lo."

Dia tersenyum tipis. "Kita lihat aja nanti."

Gue memejamkan mata.

Ah, sial. Pria dihadapan gue ini sudah berhasil buat emosi gue memuncak sampai ke ubun-ubun.

"Lo pergi sekarang."

Dia menggeleng. "Gue gak mau."

Gue menggertakkan gigi. "Pergi sekarang. Jijik gue liat lo."

"Gue akan pergi. Dan gue janji bakal datengin lo lagi besok di sini."

Gue menarik napas panjang, dan mata gue melirik pria itu, lalu beralih melirik tong sampah di sebelahnya.

Gue maju beberapa langkah, lalu menendang tong sampah itu hingga berakhir mengenai kakinya.

Dia mengaduh kesakitan, dan gue tanpa peduli sedikitpun langsung meninggalkannya.

MemoriaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ