Chapter 31: My Twin

766 55 5
                                    

20 votes, update chapter berikutnya. Ah, untuk readersku ini pasti gampang, kan? ☆〜(ゝ。∂)

Meninggalkan Xiao Re bersama Chen Yu kecil membuat Zian sedikit gelisah. Kaki Zian membeku, membuatnya hampir terjungkal ke depan namun ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan?!" Zian melangkah mundur setelah kakinya terbebas dari es.

Gadis berambut perak itu membuat jarum es lalu melemparkannya. Ribuan anak panah menghujani lantai di mana Zian ingin melangkah. Benang tipis sengaja terpasang sebagai jebakan, "Kita tidak tahu ada berapa banyak perangkap yang ada di dalam sini. Aku harap kau lebih meningkatkan fokusmu, Zian."

Mereka sekarang tiba di lorong yang terbagi menjadi dua. Zian sedikit menimbang lorong mana yang harus mereka lalui. Sesaat muncul di pikiran untuk berjalan terpisah, namun terlalu tinggi resikonya jika salah satu dari lorong ini jebakan dan hanya ada seorang diri di sana.

Yan Mei berjalan terlebih dahulu dan memilih lorong ke kanan. Zian menarik tangan gadis itu, "Kenapa kau yakin sekali berjalan ke kanan?" Selidik Zian.

"Aku merasakan mana kakakku berasal dari sini." Yan Mei menghempaskan tangannya agar terlepas dari Zian.

"Kakakmu? Siapa?"

"Yan Xia, yang mengkhianati Xiao Re. Si pengendali angin."

Tidak ada basa-basi Zian menyerang Yan Mei dengan pedang. Es yang dibentuk oleh Yan Mei ditebas terus menerus membuat pertarungan di antara mereka menjadi sangat sengit. Titik rasa kesal Yan Mei memuncak, dibekukannya kedua kaki, lengan, dan juga leher Zian ke dinding istana.

"Licik kau bocah." Zian berusaha meloloskan dirinya.

"Kau yang menyerangku duluan. Kalau kesabaranku habis, sudah kubekukan juga mulutmu. Jadi, terserah padamu ikut denganku atau berdiam diri di sana."

"Oh, kau menyuruhku untuk mempercayaimu? Orang bilang darah lebih kental daripada air. Apa yang bisa kau lakukan biar rasa kepercayaanku padamu itu ada?"

"Ada. Tujuanku mencari kakakku, Yan Xia. Untuk membunuh dia." Manik hitamnya menggelap.

"Kalau itu tujuanmu, lepaskan aku. Akan kupantau sejauh mana ucapanmu itu benar. Kalau sedikit saja perbuatanmu melenceng dari ucapanmu. Ujung pedang ini akan menembus lehermu."

Zian terlepas dari jeratan es. Mereka setuju untuk mengambil lorong di sebelah kanan dan tidak ada sepatah kata pun yang terucap setelahnya.

⚜️⚜️⚜️

"Aku terlalu lemah hingga semua teman-temanku terluka untuk melindungiku." Yu Lie menahan air matanya. Usahanya sia-sia ketika air matanya lolos. Kalimat ini sering terucap di bibir Yu Lie. Hingga tidak bisa dipungkiri Xiao Re sedikit sebal setelah mendengarnya.

"Yu Lie, setiap pertarungan akan ada yang terluka ataupun mati. Tugas kita yang bisa berdiri di garis terdepan itu melindungi apa yang berharga dari kita. Kau mengira kau tidak berguna karena tidak mengangkat pedang atau menghunuskan anak panah tapi, ingat Yu Lie. Kalau kita terluka healer yang menolong kita di garis belakang. Sudah seperti itu siklusnya, setelah kami pulih kami akan bertarung lagi. Tanpa healer, mungkin kita semua sudah mati."

Chen Yu sadar nada suara Xiao Re terbesit rasa kecewa di dalamnya. Yu Lie terus mengusap air matanya lalu melanjutkan pengobatan. Buku-buku jari Jiang Ju memutih karena kesal. Masing-masing dari mereka saling menyalahkan diri mereka sendiri. Kata 'kalau saja' terlintas di pikiran mereka.

Ryu terbatuk, napasnya mulai teratur lebih baik dari sebelumnya. Luka yang dia dapat dari pertarungannya sebelumnya hampir pulih sepenuhnya. Manik matanya terbuka dengan pandangan mata kosong berusaha untuk mengubah posisinya.

Yu Lie berusaha membantunya namun tangannya ditepis, "Hei, kenapa warna auramu berubah?" Ryu menunjuk Xiao Re yang tidak mengerti apapun yang dia ucapkan.

"Aku tidak mengerti, apa maksudmu?" Xiao Re mendekat dan menyamakan tinggi tubuh mereka.

Ryu perlahan menarik benda yang memancarkan aura biru yang asing dari Xiao Re. Suhu benda ini selalu panas namun sekarang menghangat.
"Ryu, kenapa dengan kalung pemberian nenek?"

"Berani sekali dia meletakkan mananya di kalung ini." Ryu menggenggam kuat kalung pemberian nenek hendak berdiri namun lukanya masih terasa sangat sakit.

"Lukamu nanti terbuka lagi." Yu Lie menarik lengan Ryu.

"Aku meletakkan manaku agar mudah menemukan Xiao Re." Yan Mei menyambar kalung yang di tangan Ryu. Lalu, memasangkannya kembali ke leher Xiao Re.

"Bagaimana?" Xiao Re melemparkan ekspresi penasaran pada Zian dan Yan Mei.

"Kita kehilangan jejak." Zian mendengus di akhir kalimatnya.

⚜️⚜️⚜️

Suara kayu patah karena terbakar api terdengar di dinginnya malam. Tidak ada bulan ataupun bintang yang membantu menerangi malam. Terdengar juga suara serangga-serangga, namun tidak terdengar satu ucapan pun keluar dari masing-masing pihak. Xiao Re menjaga api, Chen Yu sibuk dengan ikan-ikan hasil tangkapannya dengan Zian sedangkan sisanya berdiam diri.

"Yan Mei itu saudaranya Yan Xia." Zian berbisik pada Xiao Re.

Xiao Re menutup kedua telinganya karena merasa geli. Pipinya memerah karena terlalu dekat dengan api unggun. Atau malah, terlalu dekat dengan Zian? Zian melihat Xiao Re yang bertingkah seperti orang bodoh menahan tawanya. Satu pukulan pedas mendarat di punggung kanannya.

"Aw! Kenapa aku dipukul?!"

"Kenapa?! Masih bisa tanya kenapa, makanya jangan usil." Xiao Re merapikan rambut hitam miliknya untuk menutupi rasa canggung.

Dari ukuran tubuhnya sudah jauh berbeda. Zian membawa Xiao Re ke pelukannya. Lucunya Chen Yu yang melihat dua orang yang ada di hadapannya menahan dirinya untuk tidak memukul Zian.

"Ehm, Xiao Re." Chen Yu berdeham. Yang dipanggil menoleh melihatnya. Tubuh gadis itu seolah sudah tenggelam ditutupi tangan Zian. Yang menyembul hanya kepalanya.

"Ya? Kenapa Chen Yu?"

"Kau sadar tadi Zian bilang apa?" Chen Yu mengambil beberapa tusuk ikan dan memberikan pada Zian dan Xiao Re.

"Apa ya?" Xiao Re menerima ikan pemberian Chen Yu dan meniupnya.

"Aku itu saudaranya Yan Mei." Yan Mei mengambil setusuk ikan dan duduk di samping Zian dan Xiao Re.

Tidak sesuai dugaan, Xiao Re hanya terpaku sesaat. Tidak lebih dari itu, Xiao Re tersenyum lalu mengatakan, "Awalnya aku juga mengira begitu, aku hanya terkejut kalau dugaan itu benar," Xiao Re menggigit makanannya.

"Kalian punya nama depan yang sama. Walaupun surai rambut kalian berbeda warnanya tapi, ukiran wajah kalian mirip. Kau kakaknya, atau adiknya Yan Mei?"

"Aku adiknya. Tepatnya, aku adik kembarnya."

Jiang Ju yang hanya diam saja beranjak mendekat ke tempat obrolan berasal.
"Melahirkan seorang yang mempunyai kemampuan khusus bisa mengakibatkan kerusakan pada tubuh yang mengandungnya. Apalagi, kalian kembar. Apa yang terjadi pada ibu kalian?" Jiang Ju bertanya.

Xiao Re tidak tahu hal seperti ini bisa menjadi sangat fatal. Ia juga mendengar dari cerita para ibu selir, tentang ibunya yang jatuh sakit setelah melahirkan Xiao Re. Semua pandangan tertuju pada Yan Mei, namun gadis itu hanya terdiam.

-To be continued-

In The End We Became One [Hiatus]Där berättelser lever. Upptäck nu