Chapter 6: Knowing You

2.8K 185 4
                                    

Kubidikkan anak panahku pada target. Hewan kecil ini, lucu sekali sebenarnya. Tetapi instingku untuk membunuh lebih dominan saat ini daripada mengasihani hewan manis ini.

Suara busurku yang ditarik dan dilepaskan terdengar oleh pemilik telinga panjang ini. Tapi belum sempat dia menghindar, panahku sudah tertancap tepat ke tubuhnya.

Kugapai telinganya yang hangat, "Zian!" Aku mencari sosok yang bernama Zian tersebut. Daritadi dia mencari kayu bakar tapi belum juga kembali.

"Maaf ya kelinci manis, aku sangat lapar sangat ini. Kalau dibakar pasti enak."

Baru saja aku ingin meneriaki namanya sekali lagi. Tapi dia sudah duluan muncul dan mengejutkanku.

"Putri Xiao Re, ini kayu bakarnya." Diletakkannya kayu-kayu tersebut dan Zian memulai membuat api unggun.

"Ini."Aku menunjukkan hasil buruanku.

"Hmm, sebenarnya ada sungai di dekat sini. Aku baru saja ingin mengajakmu menangkap ikan." Zian menunduk ke arah jam 2.

"Ya sudah sekalian saja, kita makan ikan juga." Ucapku padanya.

"Apa begini cara bicaramu sehari-hari?" Zian mengerutkan alisnya menatapku.

"Tidak, hanya saja kita akan menjadi partner. Mulai sekarang aku harus bisa membiasakan diriku dengan kau dan juga sebaliknya. Jadi katakan saja apa yang ada di kepalamu." Aku tersenyum di akhir kalimatku.

Pada hari biasanya aku akan menggunakan bahasa formal pada anggota kerajaan tak terkecuali di hari pengasinganku. Hanya saja pada saat malam harinya aku akan membaur pada rakyat.

"Putri Xiao Re, tidak perlu turun ke sungai biar aku saja." Katanya mencegahku.

"Pertama, jangan panggil aku putri, aku hanya orang biasa sekarang ini. Kedua, hentikan bahasa formal. Ketiga, jangan memerintahku." Jawabku padanya. Kalimatku ini mutlak.

"Terserah kau saja."
Baiklah sekarang aku akan mulai membiasakan diri padanya.

"Wah ini ikannya, Zian!" Aku bersiap-siap untuk menangkap ikan tersebut, kemudian Tak!

"Xiao Re!" Dia bergegas datang.

"Aw, aku tidak tahu ada bebatuan kecil di sana." Siku tanganku terluka karena aku berusaha menangkap ikan tersebut.

"Dasar ceroboh, gunakan anak panahmu tidak mungkin kau bisa menangkap ikan dengan tangan kosong. Lain kali berpikirlah terlebih dahulu sebelum bertindak. Itu hanya akan melukaimu." Zian berkata panjang lebar, dan dibalik perkataannya tersebut tersirat rasa khawatir. Dia anak yang baik ternyata.

"Baiklah."

Dia menggendongku naik dari sungai, "Hei tidak sopan!" Teriakku padanya sambil memukul pundaknya.

"Tidak apa, daripada kau terjatuh lagi. Bisa-bisa nanti wajahmu yang kena." Ucapnya acuh.

Dia mendudukkanku bersandar di sebuah pohon. Melihat luka akibat perbuatanku. Untung tidak terlalu lebar lukanya.

"Bisa berjalan? Kita kembali saja lagian kelinci saja sudah cukup bukan?" Dia mengulurkan tangannya padaku.

"Tentu saja bisa, yang terluka itu tanganku bukan kakiku."

⚜️⚜️⚜️

"Xiao Re berdiri di belakangku!" Perintahnya.

Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi dia langsung berdiri di hadapanku. Terdengar suara mengaum. Macan.

"Biarkan aku membantumu." Aku berlari menuju bebatuan tinggi dan mengangkat busurku dan membidik.

Kulihat dia mengeluarkan pedang dari bajunya. Tembakan demi tembakan, hanya satu anak panah yang berhasil menancap ke tubuh sang macan, tapi belum berhasil membuatnya roboh.

"Bidiklah dengan tepat!" Zian sudah mulai kewalahan menghadapi hewan buas ini.

Ini tidak semudah yang kau ucapkan bodoh, dia target bergerak. Sudah lama aku tidak mengangkat busurku ini. Kali ini harus benar-benar fokus.

Saat hewan itu melompat aku membidik tepat di perutnya dan kemudian Zian menebasnya.
Bruk!

Dia tersungkur di tanah. Aku melompat dari bebatuan tapi masih dengan busur yang mengarah pada hewan tersebut.

"Apa dia mati?" Tanyaku masih dengan posisi was-was.

"Tidak, dia hanya sekarat." Zian menyimpan kembali pedangnya.

"Kalau begitu biar kuobati terlebih dahulu." Aku mengeluarkan tanaman obat yang nenek berikan padaku.

"Jangan bertindak, bodoh!" Zian menarik lenganku tanda tak setuju.

"Tapi, aku tidak bisa. Macan itu hewan yang pernah menyelamatkanku." Kataku kemudian mencabut anak panah tadi dan mulai mengobatinya.

Selang beberapa lama, akhirnya sudah siap. Tapi kita harus segera bergegas.
"Ayo, mungkin ada pemukiman di sekitar sini." Kata Zian.

"Baiklah." Aku mengelus kepala macan ini.

Tolong, jangan sampai mati.

In The End We Became One [Hiatus]Where stories live. Discover now