🌈| 19 - HARI PERTAMA LATIHAN

Start from the beginning
                                    

Melihat keterdiaman Moza, Angga menggeram kesal mati-matian. "Lo ingin latihan basket, harus banget pakai itu? Nanti gerah, terus kena keringat."

Ah, ternyata itu maksud Angga. Moza jadi cengengesan, menertawai kebodohannya karena tadi tidak paham maksud dari yang Angga bicarakan.

"Hehe, itu ... seragam olahraga Angga tangannya pendek, jadi Moza pakai gardigan ini. Kan kalau punya Moza seragam olahraganya yang tangan panjang--"

Kalimat Moza terputus saat Angga sudah membalikkan tubuh tanpa mau mendengar rinci penjelasannya. Moza menunduk untuk menatap seragam yang ada di tangannya. Ia tersenyum lebar, untung saja seragam ini tidak benar-benar hilang, kalau hilang ... besok ia harus pakai apa ke sekolah?

Sadar Angga sudah menunggu lama di depan sana, Moza langsung ngibrit keluar Toilet. Semoga saja pemuda itu tidak marah padanya.















••••🌈••••













"Tapi kok bisa baju seragam Moza ada di Angga?"












"Jangan-jangan sama kayak di film Belle, bajunya bisa ngomong, terus bisa jalan. Ini benda ajaib? Apa ... ini orang yang dikutuk jadi seragam ya?"










Angga berdesis saat tak sengaja mendengar gumaman gadis yang tengah berjalan menghampirinya di sana. Ia bangkit sambil memainkan bola basket yang ada di tangan.

"

Buruan!" Sentak pemuda itu hingga gumaman Moza terhenti dan langsung berlari ke arahnya.








"Ayo kita latihan!" Pekik Moza semangat sambil meninju angin.

Masa bodo dengan reaksi yang Moza berikan. Angga berujar, "Liatin bola yang ada di tangan gue, jangan liatin gue."


M

oza mengangguk patuh yang terkesan sangat lucu. Dia membenarkan bandonya sambil memperhatikan Angga serius.


Dilihatnya Angga mulai memantulkan bola secara berulang kali. Moza mengangguk paham, bibirnya membulat sebagai respon. Kemudian saat Angga hendak melempar bola ke arah ring yang terletak di belakangnya, Moza menunduk sambil berteriak, dia berusaha untuk melindungi diri.










"PAPA!"












Tentu saja itu menjadi pertanyaan besar bagi Angga, namun pemuda itu tak mau mempermasalahkannya. Angga mendekat ke arah Moza sampai gadis itu mendongakkan pandangannya dengan raut ketakutan.

"

Hehe, maaf Angga. Moza kira Angga mau mukul Moza." Setelah mengatakan itu, Moza langsung berlari untuk mengambil bola basket di ujung sana dengan langkah tertatih-tatih


Dia kembali, mencoba untuk memantulkan bolanya seperti yang tadi Angga ajarkan padanya. Moza tergelak saat ia berhasil mendribble bola dengan benar, namun masih terdapat sedikit kesalahan, Angga mendekat ke arahnya untuk memberi panduan.










"Sini bolanya."











Moza yang tengah asik memantul-mantulkan bolapun mencoba untuk menghentikannya. Kemudia memberikan bola basket itu pada Angga.









Angga berdiri tepat di depan Moza, refleks gadis itu mundur satu langkah. Moza menunduk, matanya tertuju pada bola basketnya dan tidak berani menatap Angga.

"Liat tangan gue." Perintah Angga yang langsung dituruti Moza. Angga meletakkan tangannya di atas bola dengan jari-jari merenggang. "Pegangnya kayak gini."

Moza mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda ia mengerti. "Jadi tangannya gini?" Bertanya sambil mengangkat tangannya dengan jari-jari merenggang.

Angga berdeham sebagai jawaban. Setelahnya, ia menjauh dari Moza. Mulai memantulkan bola basketnya berulang kali. "Lihat kaki gue."

Moza menuruti kalimat Angga. Gadis berbando merah itu menunggu pemuda di sana melanjutkan panduannya dengan manik mata terus terpaku pada posisi kaki Angga dan juga cara pemuda itu mendribble bola.

"Kaki lo dilebarin sedikit. Tubuh lo juga direndahin, jangan tegap tubuhnya." Angga memberi arahan sambil mempraktikkannya.

Moza mengangguk antusias, dia merentangkan tangannya ke depan kemudian merengek, "Moza mau coba, Moza mau ..."

Menghentikkan permainannya. Angga memberikan bola basket itu pada Moza, membiarkan gadis mungil itu mencobanya.

Dilihatnya Moza mulai membungkukkan tubuh dengan kedua kaki agak melebar seperti memasang kuda-kuda, dan tak lama Moza mulai mendribble bola basket itu.

Pantulan bola yang tadinya pelan, kini beralih semakin cepat. Moza melakukannya dengan penuh semangat, bahkan tak jarang gadis itu memekik senang karena merasa berhasil.











"Angga, Moza bisa. Yeay!" Soraknya senang.









Angga mendengus melihat itu, dia masih terus memperhatikan Moza dalam diam. Memperhatikan bagaimana gadis itu sangat senang sekali padahal hanya berhasil mendribble bola. Kemudian manik matanya teralihkan pada luka-luka yang ada di wajah gadis itu, luka di pelipis, kening, sudut alisnya, juga pipinya sedikit lebam.

Lalu pandangannya turun pada kaki jenjang Moza. Gadis itu menggunakan rok seragam selutut, dan kaki kecilnya dibalutin kaus kaki panjang.

Melihat kaki itu ... Angga jadi ingat dengan kejadian kemarin di apartement nya. Saat di mana Moza menunjukkan luka-lukanya yang ada di sana.











Lamunan Angga buyar, begitupun Moza yang langsung menghentikkan aktivitasnya saat seseorang masuk ke dalam ruang basket tertutup ini.






w i s h e s•


besok update, ingetin hahaha😸😸

3 WISHESWhere stories live. Discover now