🍁 26- Percaya 🍁

1.5K 105 12
                                    

Berpisah karena jarak bukan apa-apa, asalkan kita masih menatap langit yang sama.
-Paracetalove-
•••

"Sudah sampai," ujar Aldevan, ketika motor hitammya berhenti tepat di depan pagar rumah Mery

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Sudah sampai," ujar Aldevan, ketika motor hitammya berhenti tepat di depan pagar rumah Mery. Seperti biasa, Aldevan tidak mau Mery pulangnya terlalu malam. Jadilah cowok itu buru-buru mengantar pacarnya pulang. Walau dalam hati Aldevan masih ingin menghabiskan waktu bersama gadis itu.

Menguap sesaat, Mery merentangkan tangannya lalu mendesah cepat, dia ketiduran kurang lebih lima belas menit sambil bersandar di bahu Aldevan.

"Mau aku gendong masuk ke dalam ya?" Aldevan bertanya sesaat Mery terlihat suntuk dan tidak berdaya. Cowok itu sudah turun dan berbalik, namun Mery menahannya.

Mery cengengesan. "Nggak usah, beb. Bisa sendiri, hehe."

"Hmm."

"Makasih ya udah mau nganterin tiap hari," ucap Mery lirih, dia mendadak sedih.

Aldevan mengacak rambut cewek itu. "Sama-sama. Sayang banget besok nggak bisa kayak gini lagi."

Mendengarnya, Mery menundukkan kepala sambil cemberut alias kecewa. Gadis itu terdiam sambil menatap ujung sepatunya. Sebenarnya, Mery juga ingin mengatakan sesuatu tapi entah kenapa lidahnya terasa kaku. Dia merasa sekarang bukan waktu yang tepat. Namun, kalau bukan sekarang kapan lagi? Ah, Mery bingung pada hatinya sendiri.

"Udah nggak usah mewek, sini peluk dulu."

Tidak lama, tubuh gadis itu direngkuh oleh Aldevan. Bau parfum cowok itu dalam sekejap menusuk indra penciumannya. Mery mengerjap, ia mengerat pelukan ke pinggang Aldevan lalu mengenduskan hidung ke dada pacarnya.

"Sering-sering pakai parfum ini ya," pinta Mery.

Aldevan mengangguk pelan, ia mengurai pelukan kemudian menyentuh sebelah pipi Mery. "Iya. Udah sana masuk, dingin lho lama-lama di sini," ucapnya. Lalu Aldevan menepuk-nepuk puncak kepala Mery. "Besok jangan lupa telpon aku sebelum berangkat. Oke?"

"Oke," Mery mengacungkan jempolnya. Dia pun berjalan menuju pagar dengan berat hati. Namun, baru tiga langkah Aldevan memanggilnya lagi. Langkah Mery terhenti.

"Tunggu, Ry."

Mery menoleh dengan satu alis terangkat. "Iya beb?"

Dengan cepat, Aldevan menghampiri cewek itu dan memeluknya dari belakang. "Aku sayang kamu."

Jleb. Sedetik setelahnya pipi Mery memanas juga hatinya yang sakit seolah diremas-remas. Di satu sisi, ia menyukai pelukan Aldevan namun, di sisi lain ia sedih karena pelukan itu yang terakhir untuk malam ini. Mery mencengkram sisi sweaternya sambil menahan air mata.

"Aku juga." Beberapa detik, Mery merasakan pelukan Aldevan semakin erat bahkan cowok itu tanpa takut menaruh dagu di pundaknya.

"Miss you mine," bisiknya.

PARACETALOVEWhere stories live. Discover now