"Kok Alvaska nggak masuk sekolah sih? Kenapa ya? Padahal gue pengen banget ketemu sama dia."

"Katanya sih, izin."

"Izin? Izin ngapain?"

"Gue juga nggak tau."

Kana yang mendengar itupun lantas mengernyitkan dahinya heran. "Alvaska izin?" Cewek itu terkekeh. "Tumben."

"Kana," panggil Gara.

"Iya Ga?"

"Lo, mau ikut gue ke Club nggak malam ini?"

Kana menyentuh dahi Gara dengan punggung tangan. "Lo sehat? Sejak kapan Gara gue main ke club?"

Gara menggeleng. "Gue belum pernah main ke club Ka. Gue pengen nyoba aja, untuk itu gue ngajak lo. Gimana?"

Kana mengangguk samar. Club bukanlah tempat asing bagi Kana. Setiap ada masalah, Kana pasti menghabiskan waktunya di Club malam bersama Nathan.

"Jam sembilan, gimana Ka? Bisa?"

"Bisa kok. Tapi lo yang jemput ya?"

"Siap!"

--Alvaska--

Alzaska yang baru saja pulang dari sekolah, masih mengenakan seragam olahraga di tubuh atletisnya itu berlari ke arah dapur untuk mengambil air minum. Cowok itu haus.

Ketika baru saja memasuki dapur, Alzaska tidak sengaja melihat Alvaska tengah duduk sambil mengaduk-aduk susu di atas meja dapur. Cowok itu tau jika Alvaska saat ini tengah melamunkan masalah pernikahannya dengan Claudia.

Terlebih lagi, ketika melihat cincin berwarna silver di jari manis Alvaska, cowok itu tau jika Alvaska dan Claudia sudah resmi terikat menjadi sepasang tunangan sebelum nantinya menikah.

Alzaska membenarkan letak tas yang dia sampirkan di pundak kirinya lalu berjalan perlahan mendekati Alvaska.

"Alva." Alzaska memanggil Alvaska.

Alvaska diam, masih menatap kosong ke arah gelas berisi susu yang dia aduk.

"Alva," Alzaska kembali memanggil Alvaska. Cowok itu menyenggol lengan kanan Alvaska agar tersadar. "Woy!"

Alvaska tersadar. Cowok itu sontak menoleh menatap Alzaska tajam. "Pergi."

"Gue-"

"Okay, gue yang pergi," setelah mengatakan itu, Alvaska langsung bangkit berdiri -berjalan melewati Alzaska, menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas.

Alzaska menghela napas kasar. Selalu saja. Setiap kali cowok itu ingin dekat dengan kakaknya, Alvaska selalu saja menjauh dan memilih pergi, mengabaikan, bahkan tidak menganggapnya sama sekali. Jujur, hati Alzaska sakit.

Alzaska menoleh menatap punggung Alvaska yang perlahan menghilang dari pandangannya. Cowok itu terkekeh miris. "Gue adik lo, Va."

Sementara itu, Alvaska menutup pintu kamarnya lalu berjalan perlahan mendekati cermin besar yang menyatu dengan lemari pakaiannya di sudut kamar.

Alvaska berdiri di depan cermin. Menatap setiap penampilannya hingga tatapannya terkunci pada cincin berinisial C di jari manisnya. Cincin pertunangannya dengan Claudia.

Alvaska menghela napas kasar. Cowok itu memejamkan mata. "Ini yang terbaik."

Gue harap.

ALVASKA Where stories live. Discover now