Hanya saja, mereka tak lagi menemukan gambaran petunjuk secara harfiah dari rekaman tersebut.

Yah, bahkan Vanessa tak bisa menyalahkan memori yang terpasang di lensa kontak berkapasitas kecil. Namun, ia masih berharap jika saja ia bisa menemukan bangkai tempat lensa kontak, maka semuanya akan mudah.

Selain alat pelacak, di tempat lensa kontak tersebut juga terdapat perekam suara yang langsung terhubung kepada Vanessa. Ketika mengetahui tempat lensa kontak diaktifkan dan sekadar mengirimkan suara benturan keras, dia menyimpulkan bahwa Kirika sengaja menjatuhkannya ke lantai untuk meninggalkan pelacak.

Kembali kepada spekulasi bahwa tempat lensa kontak yang telah dihancurkan pihak musuh, Vanessa memerintahkan pasukan untuk memeriksa setiap bilik toilet. Sembari demikian, telinganya samar-samar mendengar laporan lantai dua dan semua ruangan aman dari para infanteri lain.

Sayang, mereka tak menemukan bangkai tempat lensa kontak tersebut di mana pun. Sekarang cara untuk mencari jalan lain tak lain dan tak bukan hanya satu.

"Tutup seluruh pintu ruangan di klinik ini. Kita akan ledakkan lantainya."

"Tapi itu akan—"

"Kita tidak punya banyak waktu, Komandan Harrison," tukas Vanessa. "Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan Madam."

Risikonya besar, Vanessa tahu itu. Suara ledakan akan mengundang rasa penasaran masyarakat. Setelahnya pastilah seluruh pihak pers akan gencar menyuguhkan berita hangat mengenai hal ini.

Betapa pun Vanessa paham, bahwa di bawah sana terdapat sebuah ruangan yang menyembunyikan sesuatu. Dia tidak tahu pasti apa itu, tetapi tetap saja ia masih berpegang teguh terhadap keyakinannya ... Kirika pasti berada di sana.

Bukan hanya karena tak memiliki waktu banyak, tetapi jika boleh jujur Vanessa tak ingin repot-repot memeriksa pintu menuju ruang rahasia.

Jadi mereka menuruti Vanessa tanpa banyak bicara. Mereka menempatkan sejumlah bom di titik-titik depan bilik dan tengah toilet. Semuanya keluar tepat waktu mulai berhitung mundur.

Di luar dugaan, suaranya tidak semengerikan yang mereka bayangkan. Pun, orang-orang pasti menduga itu tak lebih dari letupan dari orang yang sedang belajar memasak di luar sana. Mereka lagi-lagi beruntung sebab terselamatkan ruang-ruang konseling kedap suara.

Lantas bagaimana dengan dentuman singkat yang terjun ke bawah? Entahlah, tetapi setidaknya Vanessa benar mengenai ruang rahasia di klinik psikiatri ini.

Tepat mereka kembali masuk ke toilet, sejumlah keramik pecah-pecah memperlihatkan semen lantai. Namun, tidak pada keramik yang di ujung toilet.

Vanessa bergerak, disusul Emily dan beberapa infanteri lain. Dia segera dihadapkan oleh lubang yang memperlihatkan tangga menuju ke bawah tanah. Jika diteliti lebih jauh, sama sekali tiada penerangan sepanjang lorongnya. Vanessa berasumsi di sana pun minim akan pencahayaan, maka sebelum mulai turun, ia menyalakan senter kecil yang tertempel di dada kanannya.

"Tetap siaga." Emily memperingati setiap pasukan tepat sebelum mengekori Vanessa. "Kita tidak tahu apakah mereka memasang ranjau atau bom waktu. Barangkali juga keamanan justru diperketat di bawah sana."

Sementara beberapa di antara pasukan di luar toilet mulai mengosongkan gedung untuk berjaga, mereka mulai menuruni tangga lebih cepat. Senter sekadar menerangi pandangan jarak pendek, maka mereka pula menggunakan senter dari senjata api yang mereka bawa.

Sampailah Vanessa lebih dulu, lantas empunya manik ceri tersebut segera dipertemukan dengan sejumlah peralatan yang tak jauh berbeda dengan yang dimiliki laboratorium biogenik. Tanpa ragu tangannya mencomot sebuah suntikan lalu memeriksa beberapa tabung reaksi yang masih tersusun di raknya. Agaknya jarang digunakan, sebab Vanessa mendapati debu di dalamnya.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now