11. Ambyar

304 45 27
                                    

Jinu duduk di samping Kai dengan hening. Matanya tak terlepaskan dari sosok gadis yang duduk di kursi sebelah ranjang milik Samuel. Ia menatapnya tepat, ntah sudah berapa lamanya. Jinu tau seharusnya ia tak seperti itu. Apalagi kini gadis itu tengah menunggu Samuel untuk sadar, pasti gadis itu ada apa-apanya dengan Samuel. Dan seharusnya, Jinu juga tak boleh seperti itu, karena dia pun sudah memiliki pacar.

"Gue punya pacar, tapi kenapa kayak gak punya, sih?" Bisik Jinu pelan, masih dengan mata yang menatap ke arah Samuel melas.

Kai yang berada di sebelahnya, menoleh karena mendengar gumaman Jinu. "Hng? Apa, Nu?" Tanya Kai bingung.

Jinu sedikit tersentak, tak menyangka kalau suaranya masih dapat didengar oleh Kai. "Ha? Nggak. Gue ngomong sama diri gue ndiri, geer lo."

Kai mengerutkan dahinya dan mencibir. "Aneh lo," ucapnya lalu kembali menoleh ke arah ponsel.

Jinu tak menanggapi omongan Kai yang sudah mengata-ngatainya, padahal biasanya dia suka adu bacot. Tapi kali ini ia hanya memilih diam dan masih menatap gadis itu di sana.

"Jangan diliatin mulu, Nu. Inget itu punya Samuel," kata Kai mengingatkan. Namun matanya masih fokus pada jempolnya yang menggulir layar ponsel.

Jinu mendecak sebal. Ia menatap Kai malas. "Gue emang ngerasa dia cantik, tapi bukan berarti gue mau nikung Muel." Kai menoleh ke arah Jinu. Ia menatap Jinu dengan tatapan mengejek. "Tck! Gue serius. Walaupun gue hobi banget bacot-bacotan sama Samuel, bukan berarti gue bakal rebut cewek dia."

Kai mengangguk-anggukkan kepalanya dengan senyuman mengejek jahil. "Baguslah, kalo lo sadar diri."

Jinu menghembuskan nafas kasar. Ia kembali menatap ke arah gadis itu dan Samuel yang masih terbaring dengan mata memejam. Namun tatapannya kini mulai menyendu.

Sebenarya bukan  iri karena Samuel bisa dekat dengan gadis cantik seperti gadis itu. Hanya saja, ia iri karena selama ini tak ada yang memerhatikan dirinya ketika ia sakit. Mentok-mentok hanya keluarganya. Itupun ia masih sering beradu mulut dengan sang kakak dan adiknya karena tak mau dimintai tolong.

Memang sih, jikalau besok dia sakit, pasti temannya yang akan datang lebih dulu untuk menjenguk dan membantunya. Tapi kalau 'doi' tuh, rasanya beda gitu loh. Seakan bisa jadi penyembuh tersendiri. Seakan ada semangat untuk sembuh lebih cepat.

Katanya, saat orang jatuh cinta semuanya menjadi mungkin, kan?

Tapi Jinu rasa, hal itu tak berlaku bagi Jinu. Buktinya, ia tak pernah merasakan yang namanya kupu-kupu berterbangan di dalam perut. Kupu-kupu, nggak. Cacing-cacing, iya.

Hah... Apa mungkin ini karena yang jatuh dan cinta hanya Jinu seorang? Makanya banyak hal yang 'tak mungkin' terjadi pada diri Jinu dan kasus percintaannya.

Jinu selalu iri saat melihat semua pasangan terlihat berbahagia berdua. Berbeda dengan dirinya yang terasa seperti...cinta bertepuk sebelah tangan. Tak ada date, tak ada makan bersama, tak ada bermain ke taman hiburan, tak ada bergandengan tangan. Bahkan saling berkomunikasi langsung pun tidak. Walupun mereka satu sekolahan.

Itu lah mengapa ia sering manel kesana kemari. Ia ingin menyalurkan perhatiannya kepada orang lain.

Ya, memang. Cara dia salah. Tapi Jinu harus apa jika ia tidak seperti itu?

Jinu, kan...juga ingin merasakan keuwuan masa SMA.

"Gue iri sama Samuel. Pacarnya mau peduli." Jinu menarik nafas berat, lalu dihembuskannya perlahan. Ia bahkan mengerucutkan bibirnya yang tebal itu. "Lah pacar gue malah sering ngindar kalo ketemu di sekolah."

BOSOM FRIENDs (02 L) - CHAPTER 1 : such a bad dreamWhere stories live. Discover now