24. Perkara Nasi Bungkus

38 15 2
                                    

°Baca Author Note°

Mungkin dulu Chacha memang dikenal sebagai most wanted di SMP-nya. Hidung bangir, rahang keras, dan garis wajah yang sempurna, menjadikan Richard Jun Ho sebagai orang tertampan di angkatannya. Tapi label 'Orang Tertampan' itu tak berguna lagi saat ia mulai bergabung dengan teman-temannya yang sekarang.

Chacha akui teman-temannya itu tampan. Walaupun karakteristik wajah mereka berbeda-beda, mereka memiliki daya tarik tersendiri. Ada yang kulitnya putih seperti susu, pipi chubby, mata bundar, mata sipit, bibir tebal, dll. Geng-nya ini memang patut diacungi jempol kalau masalah visual.

Ya... Tampan, sih. Tapi otaknya itu loh, pada kurang secanting. Terkadang Chacha sering makan hati sendiri kalau teman-temannya mulai kumat. Apalagi kalau pemantik kehebohan seperti Jinu, Dipo, Samuel, Ojun, dan Seno mulai bersuara, disitulah kesabaran Chacha mulai diuji.

Rasanya Chacha tekanan batin sendiri jika teman-temannya mulai bertingkah memalukan. Cowok yang sering dijuluki 'robot' satu itu biasanya hanya bernafas berat saja saat melihat tingkah bobrok teman-temannya. Sama seperti sekarang. Mungkin sudah hampir sepuluh menit telinga Chacha pengang dan panas karena Samuel dan Jinu terus-terusan merusuhinya. Apalagi semenjak Jinu mengirim foto kakak kelas yang sedang dekat dengan dirinya, jalan dengan cowok lain, Jinu dan Samuel semakin bersemangat mengompori.

"Fix, ya. Gue beneran gak mau temenan lagi sama Chacha! Dia tuh jahat! Masa iya gue di-kick?!" Omel Seno tak terima. Ia menunjuk-nunjuk Chacha dengan tatapan kesal.

Chacha melongos. Tak ingin menjawab, ia mengunci fokusnya pada ponsel yang ia genggam di tangan kanan. Ia lebih baik diam dari pada harus beradu mulut dengan Seno. Apalagi kalau Seno kalah dan kesal, ia pasti akan marah-marah hingga wajahnya memerah sembari menangis.

Seno itu kalau sudah nangis atau marah, seperti anak kecil. Seno paling sulit mengatur emosi seperti itu. Bendungan air matanya terlalu mudah roboh.

"Siapa yang mau roti bakar?" Tanya Mirza dari arah dapur.

"Gueeee."

"Ensang! Ensang!"

"Gue mau dua!"

"Aku! Aku! Aku! Akuuuu!" Teriak Yedam antusias. Membuat Jinu yang ada di dekatnya jadi menjauh sembari menutup sebelah telinganya.

"Eh, buset. Santai, Ye. Santai. Lu laper ape bagemane?" Tanya Jinu dengan logat yang ia buat seperti orang Betawi.

Yedam langsung meringis dan  tertawa kecil. Lalu ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ya, maklum. Baru pulang sekolah kan pasti laper."

Doyoum keluar dari kamarnya. Ia menatap temannya bergiliran. "Mau makan apa?"

"Sate Mbak Aminah!" Jawab Jisung antusias. Kini gantian Yedam yang kaget dan menjauhkan diri dari Jinu.

"Loh? Tadi, kan, di sekolah udah dua porsi." Dipo menatap Jinu heran.

"Ya, kita kan sebagai donatur tetap warung Mbak Aminah. Wajar aja dong kalau kita beli satenya?"

"Dih? Itu, mah, eluuuu." Seno menyepak Jinu di bagian paha. Hingga Jinu yang sedang duduk enak di sofa apartemen Doyoum, jadi terhuyung maju. Untung saja Yedam menarik baju seragam Jinu, hingga cowok berbibir tebal itu tak tersungkur ke meja kaca yang ada di depannya.

"Udah, udah. Makan nasi bungkus aja," usul Chacha. Penat sendiri melihat kebodohan teman-temannya, mau tak mau ia yang paling waras di sini harus angkat bicara.

Padahal, tak juga. Chacha sama saja sih dengan yang lain. Cuma ketutup saja sama wajah kalem dan datarnya.

"Ensang lauknya ikan bakar, boleh gak, Do?"

BOSOM FRIENDs (02 L) - CHAPTER 1 : such a bad dreamWhere stories live. Discover now