15. Hangout

91 17 7
                                    

Dengan kaki yang diseret, lelaki berpipi chubby itu melangkahkan kakinya ke salah satu kios makanan. Ia menelisik ke seluruh tempat, mencari adanya keberadaan meja kosong yang tersisa. Besok adalah hari sabtu, salah satu hari weekend yang disukai banyak orang terutama pelajar. Jadi ia masih bisa memaklumi pusat kota penuh malam ini. Apalagi tempat tongkrongan seperti ini, sudah tampak seperti lautan manusia jika dilihat dari atas.

Dipo bernafas lega saat mendapatkan satu meja kosong yang tak jauh darinya berdiri. Dengan cepat ia berjalan mendekati meja itu. Dan untungnya saja ia termasuk orang yang gesit, jadi ia bisa menyalip beberapa orang-orang yang tengah berdiri memenuhi jalanan.

Di meja yang berkapasitas empat orang itu, ia duduk seorang diri. Meja yang berada di pinggir angkringan itu, menambahkan kesan kesepian pada dirinya. Mukanya ia tekuk, apalagi di saat melihat sekitar yang penuh dengan anak seumurannya tengah tertawa bahagia satu sama lain. Tapi dia? Tak ada yang bisa dilakukan selain pura-pura sibuk sendiri dengan memainkan ponselnya.

Hidung Dipo menghembuskan angina kuat saat melihat pop up pesan yang timbul di layar ponsel. Rasanya, ia tak ingin lagi melihat pesan seperti itu.



Papa : dek maaf ya papa pulang telat lagi. Makan malam barengnya besok aja ya?

Dipo : Iya, pa. nggak apa, kok

Dipo : papa jangan lupa makan, ya



Dipo melengkungkan bibirnya ke bawah. Ia merasa sebal. Semenjak keluar dari pintu penyiaran radio, ia sudah mengira hal ini akan terjadi. Papanya yang lagi-lagi lembur dan membatalkan makan malam bersama. Lalu dirinya yang lagi-lagi merasakan kesepian di tengahnya keramaian.

Di tengah-tengah ia menggerutu, tiba-tiba saja seseorang duduk di kursi sebrangnya. Ia meletakkan makanan dan minumannya di meja, lalu duduk dengan cepat.

"Gue numpang makan bentar, ya."

Dipo sedikit termundur di kursinya. Alisnya mengernyit samar di saat memerhatikan orang yang tiba-tiba duduk di depannya itu. Netra matanya bergerak dari atas ke bawah, memerhatikan tiap inchi orang itu. Ia sedikit tak asing dengan gadis berambut panjang yang ada di depannya saat ini. Seperti pernah melihatnya. Atau bahkan sering?



°°°



Dipo menyedot minumannya hingga dasar. Sudah dua puluh menit ia duduk di sini, minumannya pun juga sudah habis dan hanya tersisa es batu kecil saja. Beberapa menit lagi mungkin ia akan pulang ke rumah. Selain waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, Dipo sendiri juga penat sedari tadi. Pokoknya jika nanti ia telah sampai rumah, ia akan mandi air panas dan langsung tidur. Wah, membayangkan hal itu saja sudah membuat Dipo tersenyum samar di kursinya.

Ibu jari Dipo terus bergerak, menggulir time line media sosial favorite-nya. Baginya, hidup tak akan seru jika tidak memiliki MedSos. Dari MedSos kita bisa mengetahui banyak hal, mulai dari info kuliner, budaya, dan juga opini tiap orang di setiap komentar yang mereka upload di sana. Tapi tentu saja, kita sendiri harus bijak akan penggunaan MedSos.

Di saat tengah terbuai oleh keimutan salah satu anjing lucu di dalam video yang ia tonton, tengkuk belakangnya ditepuk. Tak terlalu kuat, tapi mampu membuat Dipo kaget dan melompat kecil di kursinya.

Dipo memutar kepalanya, mengecek siapa yang dengan kurang ajar telah menepuk tengkuknya. Dipo memberikan tatapan kesal di saat kepalanya memutar. Tapi ekspresinya berubah menjadi tatapan malas dengan seketika di saat mendapatkan dua orang gila di hadapannya.

BOSOM FRIENDs (02 L) - CHAPTER 1 : such a bad dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang