Bab 32 || Ma'lumat

2.8K 416 137
                                    

Yang paling merugi adalah para pembenci yang tak merasakan surga dunia, yaitu cinta.

-

Dua bulan kemudian-

Kata Muslim bin Yasar, dari ayahnya. Kata beliau "Apabila engkau memakai suatu pakaian, lalu kau menyangka dirimu dengan pakaian itu lebih mulia daripada yang lain, maka ketahuilah yang kau pakai itu adalah seburuk-buruk pakaian."

Albania membaca beberapa penggalan penting dari makna kitab Tahzib Hilyatul Aulia-nya pada halaman 395. Gadis itu membatin, karenanya di luar sana masih banyak sekali manusia yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Mereka mengira dengan pakaian tebalnya ia seolah lebih mulia daripada yang liyan. Bahkan beberapa membanggakan suatu kedudukan.

Namun sungguh, ia paling malas berkomentar. Karena singkatnya, manusia yang hidupnya sungguh-sungguh hanya untuk Allah, maka sesungguhnya ia tak akan mampu melihat dosa orang lain. Manusia-manusia yang setiap embusan napasnya selalu berkeinginan bertemu Allah, sungguh dia buta terhadap kesalahan orang lain sedangkan paling peka terhadap dosa-dosa sendiri.

Mereka tak akan pernah menuntut apalagi memaksa orang lain untuk berpakaian sepertinya. Seseorang tidak bisa dianggap baik hanya dinilai dari pakaian yang menempel di tubuhnya. Seseorang tak perlu sombong dengan kain yang menjadi tutupnya. Betapa Rumi telah berkata "Kita semua hanyalah permainan kemahakuasaan Tuhan. Seluruh kekutan, seluruh kekayaan milik Dia. Kita para pengemis tanpa sekadar uang picisan. Lantas mengapa kita cari demi pengakuan bahwa kita lebih dari yang liyan? Tidakkah kita berdiri sama-sama di depan satu pintu istana yang sama?"

Manusia sama-sama dicipta dari tanah, sama-sama berpijak di atas hamparan yang rata, sama-sama menumpang di tempat paling fana, lalu mengapa saling membanggakan tentang pakaian yang dikenakan ketika yang dipakai adalah suatu pinjaman sementara. Ah, berbicara hal seperti itu tak akan pernah ada habisnya.

Albania keluar dari aula meninggalkan keramaian dari Perfecta yang berisik di dalam aula menunggu Kang Zaki yang kemungkinan baru akan datang sepuluh menit lagi. Santri memang seharusnya bertindak demikian, tidak terlambat ketika mengaji karena berkah menunggu guru kerapkali menjadi incaran yang menyenangkan. Bagaimana asyiknya berebut sisa air minum milik Kyai pun menjadi hobi. Ya, itulah mereka yang diajarkan bahwa maqam mereka dengan para mursyid jelas berbeda.

Gadis itu berjalan melewati koridor-koridor kelas yang telah diisi para santri yang sedang diniyyah. Ah, kedua kakinya selalu saja melangkah pada tempat paling indah di pesantren. Apalagi kalau bukan peepustakaan.

Dia akan mencari buku milik Mufassir Indonesia, seorang Cendekiawan muslim yang sangat hebat, Prof. Dr. AG. H. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. lalu kembali ke kelas bila Tuhan menghendaki. Pasalnya demi neptunus dan cincin yang mengelilinginya perpustakaan adalah tempat yang paling syahdu dari tempat mana pun.

Gadis itu melangkahkan kakinya ke dalam. Ia tahu sekarang jadwal santri putra tapi sungguh bukankah amnesia bisa dijadikan alasan. Dia menghentikan langkah sebentar ketika melihat sosok laki-laki bersarung moka serta berkaus hitam sileut Sujiwo Tejo yang sedang khusyu membaca buku di meja pustakawan. Lagi-lagi Asyas. Namun bila kembali diingat barangkali sekarang adalah pertemuan kembali selama seminggu tidak jumpa.

Albania berjalan ke arah rak buku-buku agama Islam. Di pesantren Umar Bin Khattab tidak semua buku dapat lolos masuk perpustakaan. Bahkan bila ada persyaratan santri yang menghilangkan buku lalu mengganti dengan buku baru apa pun, maka buku tersebut harus melalui proses pemeriksaan terlebih dahulu.

Buku-buku agama Islam dapat berderet di perpustakaan bila sang penulis mengajarkan Islam cinta, sehingga di dalam bukunya tidak serta merta menakut-nakuti pembaca. Karena tujuan sesungguhnya beragama adalah damai dan cinta.

[4] Utawi Iki Iku (Completed)Where stories live. Discover now