Bab 26 || Rumi dan Fihi Ma Fihi

2.9K 392 65
                                    

Cinta adalah jembatan antara dirimu dan segalanya

—Maulana Rumi.

"Katanya Maulana Rumi dalam potongan gazal-nya, seluruh manusia yang baik dan yang buruk adalah bagian dari para darwis. Siapa saja yang tak memiliki hati, dia tak seperti darwis itu."

Asyas masih menulis beberapa keterangan di samping kitab Fihi Ma Fihi miliknya bersama angkatan Perfecta yang ngaji di aula. Perfecta sendiri diambil dari bahasa spanyol yang memiliki arti sempurna. Angkatan Asyas, dinamakan Generacion Perfecta yang berarti amgkatan yang sempurna. Bukankah nama adalah doa? Laki-laki itu duduk di baris paling belakang yang tak memiliki satir. Bersandar di tembok, lalu mendengar suara Gus-nya yang lantang. Sengaja duduk di sana agar ketika ingin tidur, ia bisa tenang dan jangan sampai dibangunkan.

Namun, memang harus berpikir dua kali bila memutuskan tidur saat bandongan dengan Gus Nabil. Pasalnya pria itu tiba-tiba akan memanggil santri yang terlihat tidur lalu menghukumnya dengan membaca Al-Baqarah sembari berdiri di tengah komplek masing-masing. Setelah itu tak lupa menghafal beberapa hadist dari kitab yang akan dipilih nanti.

Tapi Asyas kadang tak peduli. Bahkan bila ia mengantuk, remaja itu tak akan memaksakan matanya untuk tetap terjaga di pengajian. Pasalnya sebuah kesempatan emas bila dia merasa kantuk ketika waktu malam seperti ini. Setelah tidur nanti, ia hanya perlu yakin, bahwa dia akan paham meski hanya mendengar penjelasan tersebut melalui bayang-bayang di tengah lelapnya.

Bahkan Asyas tak pernah peduli pada barisan santri putri yang kerapkali menoleh ke arahnya, memperhatikan lalu berbisik-bisik. Apalagi kalau bukan mentransfer data dari satu mulut ke mulut lain. Ah, saat itulah ia memperolah pahala instan yang ditulis Raqib untuknya.

"Katanya Maulana Rumi juga, jangan cari surga dan neraka pada kehidupan yang akan datang, karena keduanya ada di masa kini. Kapan pun kita berusaha mencintai tanpa berharap, perhitungan dan negosiasi, maka kita telah berada di surga. Kapan pun kita bertengkar dan membenci, saat ini pun kita telah di neraka.

"Maka bila untuk sampai pada surga tersebut, cintailah sesama. Tebarkan kasih sayang meski pun pada yang membenci. Karena menurut penuturan Maulana Syaikh Ala Mustafa Naimah Al-Hasani Al-Azhari, "Di saat engkau telah mampu menunjukkan rahmat dan kasih sayang kepada orang yang menyakitimu serta berharap untuknya kebaikan dunia dan akhirat, maka ketahuilah, hatimu telah memiliki tautan dengan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam."

Albania mendengar khusyuk. Namun, saat surga dan neraka mulai dibahas ia tak lagi antusias. Entah mengapa sejak dia mengenal Rumi, surga bukan lagi sebuah tujuan. Baginya, pertemuan dengan illahi Rabbi adalah yang harus diutamakan. Ia tak mau bila ibadahnya selama ini hanya karena sebuah surga. Bahkan kerapkali naluri bertanya, para manusia yang menuhankan surga itu, bila alam akhirat tak pernah ada, apakah mereka masih menyembah Dzat maha cinta?

Andai Tuhan tak pernah menciptakan surga dan neraka, apakah manusia-manusia itu masih tetap beribadah mengingat pencipta-Nya? Pemikiran Albania kerapkali sejauh itu dan dia masih bertanya-tanya tentang banyak hal yang masih abu. Teringat kisah Rabiah yang membawa air dalam ember untuk memadamkan neraka agar ia tak menjadi alasan manusia untuk menyembah pada yang maha Esa.

"Gus, saya ingin bertanya. Apakah benar pengetahuan kemanusiaan harus dipahami terlebih dahulu daripada agama?" tanya salah seorang santri.

Gus Nabil tersenyum. "Pertanyaan seperti ini juga yang pernah dibahas oleh Habib Ali Jufri. Katanya beliau, mengapa pengetahuan tentang kemanusiaan harus didahulukan daripada agama? Jawab Habib Ali, "Karena kita hidup di zaman, di mana banyak dari kita yang memahami agama tetapi hilang rasa kemanusiaannya. Karena nilai keagamaan sendiri adalah sebuah wadah yang di dalamnya memuat nilai-nilai kemanusiaan.

[4] Utawi Iki Iku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang