Bab 20

124K 10.8K 575
                                    

Selamat Membaca











Gladis berdiri dari duduknya sambil membawa sate di tangannya. Gadis itu menatap canggung ke arah mama Dewa, David dan juga Bundanya. Ketiganya berjalan masuk dan berjalan menghampiri Dewa.

“Kamu sakit apa, Nak?” tanya bunda David sambil meraih tangan Dewa.

“Nggak tahu,” jawab Dewa sambil memilih membuang muka.

“Lo bisa sopan nggak, sih?!” sentak David marah.

Gladis bahkan sampai terkejut mendengarnya. Dia terkejut karena sikap Dewa dan marahnya David. Sebenarnya ada apa di antara mereka?

“Lo ngomong sama gue? Gimana gue bisa bersikap sopan sama orang yang udah buat Papa gue meninggal?!” tanya Dewa sambil menatap marah ke arah David.

“Sialan, Wa! Ayah gue juga meninggal saat itu!”

Gladis terdiam di tempatnya. Ada apa ini? Apa maksud perkataan Dewa dan David? Gladis mengalihkan pandangan ke arah Bunda dan Mama, keduanya tampak menahan air mata yang ingin keluar.

“Itu urusan lo!” Dewa seperti kehilangan kendali. “Itu urusan keluarga lo brengsek!”

“Dewa! Cukup, Bunda sama David ke sini mau jenguk kamu. Jangan lagi bicarakan masa lalu,” ujar mama Dewa.

Dewa menoleh ke arah sang mama. “Kenapa, Ma? Kenapa Dewa nggak boleh ungkit masalah itu lagi? Kenapa kita cuman bisa diam?”

Gladis tidak bisa berkata apa pun, dia tidak salahkan ketika melihat mata Dewa yang memerah dan berkaca-kaca? Lelaki itu menangis?

“Hari itu, seandainya aja mereka nggak datang ke rumah kita. Seandainya aja mereka nggak mohon-mohon sama Papa, mungkin Papa masih hidup sampai sekarang.”

David menatap Dewa dengan tangan terkepal. Sementara sang bunda sudah meneteskan air matanya. Sudah bertahun-tahun, tapi seakan rasa sakit itu masih terus membekas.

“Mama juga terluka, Bang Putra juga merasa kehilangan. Tapi, kenapa Dewa nggak boleh marah sama mereka?”

“Gue juga nggak mau itu terjadi!” sentak David keras, lelaki itu berusaha menahan tangisnya. “Seandainya gue bisa balik ke masa lalu, gue nggak akan mohon ke Papa buat donorin ginjalnya ke Ayah, kalau gue tahu operasi itu nggak berjalan dengan lancar. Gue juga nggak mau kehilangan dua sosok yang paling gue kagumi di waktu bersamaan, Wa!” Tanpa sadar, air mata sudah mengalir membasahi pipinya.

Sementara Gladis tertegun mendengarnya. Di tengah isak tangis mama Dewa dan Bunda David, di tengah kedua lelaki itu yang saling melemparkan tatapan penuh kecewa, dia akhirnya tahu kenapa papa Dewa meninggal, dia juga akhirnya tahu kalau David juga sudah tidak memiliki seorang Ayah.

“Bulshit. Tapi, lo ngelakuin itu. Lo harusnya tahu kalau saat itu kondisi Papa nggak dalam keadaan baik. Lo harusnya tahu kalau hari itu Papa baru aja sembuh dari sakitnya. Tapi, dengan gampangnya lo malah minta Papa buat donorin ginjalnya ke Ayah. Lo sama Bunda lo, udah bunuh Papa gue!”

Bunda David terisak semakin keras. Mendengar Dewa menyebutnya dan anaknya pembunuh, membuat hatinya benar-benar terluka.

Gladis tidak bisa menyaksikan itu lebih lama, masih dengan sate yang berada di tangannya, perlahan, gadis itu melangkah ke arah pintu dan keluar dari ruangan yang mendadak penuh sesak itu.

Masih di depan pintu ruangan Dewa, Gladis menghapus air mata yang jatuh di pipinya. Keluarga itu penuh dengan rasa sakit. Dia memang bernasib sama dengan Dewa dan David, tidak mempunyai Ayah. Tapi, terlepas dari masalah keuangan, keadaan keluarganya baik-baik saja.

RASAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt