Bab 3

185K 16.5K 3.3K
                                    

Selamat Membaca




Minggu pagi ini, Dewa yang masih mengenakan boxer dan kaos tanpa lengan, tengah duduk sambil memangku setoples kacang coklat buatan sang mama di depan layar televisi.

“Tumben udah bangun, Wa?” tanya Putra, kakak kedua Dewa, yang baru saja pulang dari rumah sakit. Ya. Putra berprofesi sebagai dokter.

“Hmm, kebangun terus nggak bisa tidur lagi,” ujarnya sambil terus mengunyah tanpa henti.

Dia merasa sedang galau. Setelah putusnya hubungannya dengan Gladis, Dewa pikir semua akan baik-baik saja. Tapi, kenyatannya tidak begitu. Dewa merasa ada yang kurang. Meski, nanti siang dia ada janji bertemu dengan Liora. Tapi, pikirannya masih tertuju kepada Gladis. Apakah gadis itu baik-baik saja? Atau dia mungkin masih menangisi dirinya?

“Lagi galau mungkin,” ujar mama Dewa yang tengah membuat teh hangat di dapur.

“Galau kenapa, Ma?” tanya Putra sambil mengambil botol minum di dalam kulkas.

“Mantannya ngajak balikan. Kemarin Dewa di kasih roti pizza, enak rasanya, Bang,” ujarnya.

Dewa mendengus mendengar itu. Mana mungkin Gladis akan mengajak dirinya balikan. Gadis manis itu, pasti sudah tidak mau bertemu dengannya lagi.

“Umur udah kepala dua, kelakuan masih kayak anak TK,” kata Putra sambil duduk di samping sang adik.

Dewa berdecak. “Abang nggak ngerti!” katanya sedikit nyolot.

“Nggak ngerti apa? Kalau masih sayang, terima aja balik. Kalau enggak, yaudah tinggalin. Selesai, kan?”

“Bukan gitu!” serunya keras yang membuat Putra sedikit terkejut. “Lagi pula, siapa juga yang diajak balikan sama mantan. Gue diputusin sama cewek gue, Bang,” adunya kesal.

Untuk sesaat, Putra memandang Dewa lurus, sebelum terkekeh pelan. “Galau karena diputusin,” ejeknya.

Dewa mendengus melihat itu.

“Jadi, yang kemarin kasih roti pizaa itu, cewek yang putusin kamu, Wa?” tanya mama Dewa sambil ikut duduk bersama anak-anaknya.

“Iya.”

“Wih, sayang putus. Roti buatan dia enak banget, Wa. Kamu kenapa nggak pernah aja dia ke sini?”

Dewa memandang sang mama ragu. “Dewa kan nggak serius sama dia, Ma,” katanya.

Langsung saja, kepalanya mendapat tonyoran dari sang abang. Dewa menoleh dengan marah.

“Nggak serius, tapi galau pas putus. Aneh!” Setelahnya Putra mengambil tasnya, dan berjalan ke arah kamarnya di lantai dua.

Dewa berdecak mendengarnya. Dia bertambah kesal karena merasa apa yang dikatakan oleh Putra memang benar. Dirinya memang aneh. Seharusnya dia senang terbebas dari Gladis, tapi yang ada dia malah merasa kehilangan seperti saat ini.

“Kenapa nggak serius? Dia bukan gadis baik-baik, ya?”

Sontak Dewa memandang sang mama protes. “Dia baik, Ma. Bahkan dia gadis terbaik yang pernah jadi pacarnya Dewa. Mama jangan ngomong seenaknya gitu, dong!” Entah kenapa Dewa tidak suka mendengar ada orang yang menjelek-jelekkan Gladis.

Mamanya berdecak dan menatap Dewa aneh. “Mama kan cuman tanya. Kamu reaksinya biasa aja, dong.”

Dewa memberengut mendengarnya. “Mama asal nyeplos aja kalau ngomong,” gerutunya pelan.

“Ih, kamu. Mama doain kamu bakal nyesal, senyesal-nyesalnya karena udah putus sama dia.” Setelahnya mama Dewa beranjak dari sana dan kembali ke dapur.

RASAWhere stories live. Discover now