Bab 8

163K 14.5K 1.9K
                                    

Selamat Membaca






Malam harinya, Dewa tengah berada di dalam kamar sambil memainkan ponsel Gladis. Setelah pertengkaran mereka tadi, secara tidak sengaja lelaki itu lupa mengembalikan ponsel gadis itu. Mungkin besok di kampus, dia akan mengembalikannya.

Dering ponsel milik Gladis, membuat Dewa sedikit terganggu. Lelaki itu bertambah kesal saat melihat nama David tertera di sana.

“Mau apa, sih, dia,” gumamnya kesal sambil menggeser gambar hijau di sana.

“Gladisa.”

Sial. Bahkan hanya mendengar David menyebut nama Gladis, Dewa merasa begitu marah. Rasanya dia benar-benar tidak suka David menjadi dekat dengan Gladis.

“Mau apa lo?!” tanyanya sinis.

Untuk beberapa saat hanya hening, sebelum David kembali berucap.

“Dewa? Kenapa hp-nya Gladis bisa sama lo?” Terdengar nada tidak suka terselip di sana.

“Bukan urusan lo. Mau lo apa telepon Gladis malam-malam?!”

“Itu juga bukan urusan lo. Kita urus masalah kita masing-masing.”

Dewa terkekeh sinis mendengarnya. “Urusan Gladis juga urusan gue bangsat!”

Kali ini giliran David yang terkekeh sinis dari seberang sana. “Gue nggak salah dengar, kan? Lo siapanya Gladis? Lo cuman mantan tai!”

Mendengarnya, Dewa mencengkram erat ponsel Gladis. Sial. Dia benar-benar ingin menghajar wajah David sekarang.

“Apa pun status gue sama Gladis sekarang, itu bukan urusan lo! Dan gue juga heran sama lo. Dulu, saat Gladis sama gue. Lo nggak pernah peduli sama dia, sekarang giliran gue udah putus sama dia, lo malah dekatin dia. Mau lo apa?”

“Karena gue bukan lo.”

Dewa terdiam mendengarnya.

“Gue bukan lo, Dewa Anggoro. Gue udah suka Gladis dari lama. Tapi, karena akhirnya lo sama dia jadian. Gue mundur. Karena gue mau menghargai dia sebagai cewek lo. Dan sekarang, saat lo sama dia udah nggak ada hubungan. Apa gue salah mau dekatin dia yang udah nggak punya anjing galak?!”

“Sialan lo, Vid!” Dewa bangkit dari ranjangnya. “Tahu apa lo tentang hubungan gue sama Gladis?! Apa pun yang udah gue lakukan sama Gladis, itu urusan gue. Bukan urusan lo! Dan jangan pernah berharap lo bisa milikin Gladis. Karena lo, nggak akan hidup bahagia, selama gue masih hidup! Lo harus dapat karma untuk apa yang udah lo dan bunda lo lakukan ke keluarga gue!” Setelahnya, Dewa mematikan sambungan telepon mereka begitu saja.

***

Siang ini Gladis tengah berdiri di depan gerbang kampus. Kelasnya baru saja usai. Dan seingatnya, hari ini jadwalnya Dewa kuliah siang. Jadi, dia memutuskan untuk menunggu lelaki itu di sini. Dia perlu ponselnya kembali.

Saat melihat mobil Dewa memasuki pelataran kampus, Gladis berjalan ke arah tempat parkir dengan langkah ragu.

Dewa keluar dari mobilnya, dan melihat Gladis yang berdiri beberapa langkah di belakang mobilnya. Lelaki itu memilih menghampiri mantan kekasihnya itu.

Belum sempat Dewa berucap, Gladis lebih dulu mengulurkan tangannya. Dewa mengerti itu. Gladis pasti ingin mengambil ponselnya kembali. Dewa menghela napas pelan. Dia meraih tangan Gladis dan menggenggamnya, yang membuat gadis itu terkejut.

“Lepas,” ujar Gladis sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Dewa.

“Kenapa? Mau digandeng, kan?” tanya Dewa dengan polosnya.

RASAWhere stories live. Discover now