Bab 10

153K 13.1K 734
                                    

Selamat Membaca






Mereka membawa Dewa menggunakan mobil Malik, karena terlalu susah mencari kunci mobil Dewa. Malik dan Denis duduk di bangku depan, sedangkan Gladis duduk bersama Dewa yang hilang kesadaran di bangku belakang.

Gladis diam, sambil memandangi wajah Dewa yang berada di bawahnya. Ya. Kepala lelaki itu berada di pangkuan Gladis. Malik yang menyuruhnya begitu. Perlahan, dan tanpa disadari oleh Gladis, tangannya sudah mengusap pelan pipi lelaki itu.

Malik dan Denis memerhatikan itu lewat kaca spion di mobil. Keduanya saling melirik, lalu memilih diam. Membiarkan Gladis yang tengah dibuat kebingungan dengan perasaannya sendiri.

Beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi sampai di rumah Dewa. Rumah mewah dan megah, yang belum pernah Gladisa datangi, meski dia dan Dewa pernah menjaling hubungan.

Malik dan Denis turun, membuka pintu bagian belakang, lalu berusaha mengeluarkan Dewa dari mobil. Setelah kedua lelaki itu membawa Dewa turun, Gladis ikut turun, dan berjalan di belakang keduanya.

Pintu rumah terbuka, seolah memang tengah menunggu kedatangan Dewa.

“Tante! Bang Putra!” Sebelum sampai di pintu rumah, Malik sudah berteriak keras seolah sudah terbiasa.

“Bisa diam nggak, sih, lo! Ini si Dewa kebanyakan dosa, makanya tubuhnya berat banget, gila!” dumel Denis yang masih bisa didengar oleh Gladisa yang berada di belakang mereka.

Tidak lama kemudian, muncul lah wanita paru baya, dan seorang lelaki dewasa. Keduanya terlihat terkejut melihat kedatangan Dewa. Keduanya menghampiri Dewa dengan tergesa.

“Astaga. Dewa kenapa, Den?” tanya wanita itu yang Gladis tebak adalah mama Dewa.

“Mabok, Tante,” jawab Denis sambil meringis pelan.

Gladis melihat lelaki dewasa itu berdecak. Dia mengambil alih posisi Malik, lalu membawa Dewa masuk bersama Denis, diikuti mama lelaki itu. Gladisa masih diam melihatnya, sebelum Malik menoleh ke arahnya.

“Dis, ayo masuk,” ajaknya.

Gladis terlihat keberatan, pasalnya ini kali pertama dia bertamu di rumah Dewa, dan juga ini sudah benar-benar malam. Sudah hampir jam dua pagi. Rasanya tidak sopan jika Gladis harus bertamu.

“Aku pulang aja, Kak. Udah malam,” ujarnya.

Malik terlihat keberatan. “Justru karena udah malam. Ayo masuk dulu.” Tanpa menunggu jawaban Gladis, Malik langsung menarik tangan gadis itu untuk mengikutinya masuk ke dalam.

Malik menyuruh Gladis untuk duduk di sofa ruang tamu, sedangkan dirinya berjalan ke arah dapur, untuk mengambilkan minuman dingin.

Derap langkah dari arah lantai dua, membuat Gladis menoleh. Di sana mama Dewa sedang menatap heran ke arahnya, wanita itu berjalan menghampiri Gladis.

“Kamu siapa?” tanyanya saat sampai di depan Gladis.

Sedangkan Gladis dibuat bingung dengan pertanyaan itu. Dia menggigit bibir bawahnya, kebiasaannya jika tengah gugup.

“Saya-”

“Mantannya Dewa, Tante.” Bukan, bukan Gladis yang mengatakan itu, melainkan Malik yang berjalan ke arahnya sambil membawa gelas berisi air dingin. “Minum, Gla,” ujarnya santai, seolah ini adalah rumahnya sendiri.

“Kamu mantannya Dewa? Terus, kok, bisa ikut sama mereka?” tanya mama Dewa heran.

Pasalnya, gadis manis di depannya ini tidak mungkin mengikuti Dewa di klub. Dia saja sekarang tengah menggunakan celana tidur panjang, dengan atasan blazer berwarna putih.

RASADonde viven las historias. Descúbrelo ahora