Bab 7

170K 14.6K 2.5K
                                    

Selamat Membaca






Malam minggu kali ini, Dewa tengah berada di salah satu kafe bersama dengan Liora. Rencananya mereka akan menghabiskan malam bersama. Tapi, rasanya berbeda. Dewa tidak tahu, apakah ini yang dinamakan karma untuknya? Dulu, di saat masih bersama dengan Gladis, mendapatkan Liora menjadi suatu hal yang amat menantang untuknya. Tapi, kini setelah dia berhasil mendapatkan gadis itu, kenapa rasanya menjadi biasa? Dewa memang puas sudah berhasil mendapatkan Liora, dan hanya itu.

Dulu, pergi diam-diam dengan Liora tanpa sepengetahuan Gladis, adalah hal yang menyenangkan. Tapi, di saat kini dia bebas pergi dengan Liora, kenapa rasanya terlampau biasa. Dewa bahkan cenderung merasakan hampa.

“Kak Dewa.”

Dewa tersadar, dan memandang ke arah Liora yang duduk di depannya. “Ya?”

“Kak Dewa kenapa?”

“Kenapa maksud kamu?” tanya lelaki itu bingung.

Liora mengembuskan napasnya pelan. “Kakak nggak senang malam mingguan sama aku?”

“Kenapa kamu ngomong gitu?”

“Sadar nggak, sih, dari tadi Kak Dewa lebih banyak diamnya dari pada ngomong sama aku. Kenapa? Ada masalah?” tanya Liora sambil memandang Dewa lurus.

Dewa mengembuskan napasnya pelan. “Aku nggak apa-apa, kok.”

Liora tersenyum tipis mendengarnya. “Ayolah, Kak Dewa bukan perempuan. Kenapa jawabnya gitu?”

Mau tak mau Dewa ikut membalas senyuman Liora. Tapi, senyuman itu menghilang ketika mendengar pertanyaan lanjutan dari gadis itu.

“Kak Dewa menyesal putus sama Gladis, dan pacaran sama aku?”

Sementara Dewa sendiri cukup terkejut di tempatnya. Dia tidak menyangka pertanyaan seperti itu akan keluar dari mulut Liora.

“Ra, kenapa kamu bilang gitu, sih?”

“Kenapa? Aku cuman tanya, Kak. Akhir-akhir aku merasa ada yang beda sama Kak Dewa. Raga Kakak sama aku, tapi hati Kakak masih sama Gladis.” Liora memandang Dewa dengan senyuman miris di bibirnya.

“Ra, aku nggak gitu. Aku cuman lagi nggak enak badan aja.” Dewa berusaha memberikan pengertian kepada gadis itu.

Liora tersenyum, lalu menggeleng pelan. “Ibarat nasi, hubungan kita bertiga udah jadi bubur, Kak. Susah buat kembali kayak dulu lagi. Gladis udah telanjur kecewa sama kita berdua.” Gadis itu bangkit dari duduknya. “Aku mau pulang sendiri. Kak Dewa diskusi aja sama diri sendiri, maunya diri Kakak itu apa?” Setelahnya, Liora pergi meninggalkan Dewa begitu saja.

Sepeninggal Liora, Dewa mengusap wajahnya dengan kasar. Lelaki itu mengumpat pelan. Kepalanya pusing memikirkan kemauannya. Di saat dia bersama dengan Gladis, dia malah ingin bersama dengan Liora. Tapi, kini malah sebaliknya. Dia ingin bersama Gladis lagi. Dia ingin mereka kembali seperti dulu.

***

Minggu pagi ini, Gladis, bersama Gilang dan Ibunya, tengah berjalan-jalan pagi sambil sekalian membeli sarapan. Di tengah jalanan mereka, tiba-tiba saja Gilang berseru keras.

“Mas Dewa!”

Gladis dan Ibunya ikut menoleh, di seberang jalan sana, memang ada Dewa yang sepertinya tengah berlari pagi. Untuk sesaat pandangan Gladis dan Dewa beradu, sebelum Gladis memilih membuang muka lebih dulu.

Lalu, tanpa diduga, Dewa malah menyebrangi jalan dan menghampiri Gladis dan keluarganya. Lelaki itu menyapa ramah ibu Gladis.

“Ibu, apa kabar?” Dewa bertanya sambil mencium punggung telapak tangan ibu Gladis.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang