ALVASKA 05 [WHO?]

Mulai dari awal
                                    

Alvaska tersenyum kecut saat melihat keluarganya nampak begitu bahagia tanpa kehadirannya. Cowok itu duduk di bangku meja makan yang berada di sebelah Zila.

"Papah bangga sama kamu Zas. Selain jago main basket, kamu juga jago dalam hal sains dan juga mata pelajaran lainnya di sekolah," puji Kenzo, Ayah Alvaska sambil tersenyum menatap Alzaska.

Tatapan Kenzo beralih pada Alvaska yang duduk bersebelahan dengan Zila. "Kamu lihat Adik kamu kan Al? Dia begitu berprestasi di sekolah. Sedangkan kamu? Apa yang bisa di banggakan dari diri kamu Alva? Seharusnya kamu bisa mencontoh prestasi Adik kamu. Alzaska jago main basket. Sedangkan kamu apa? Nggak ada. Papah kecewa sama kamu Va."

"Nggak ada yang bisa Papah banggakan dari diri Alva," balas Alvaska sambil tersenyum ke arah Kenzo. Cowok itu sudah terbiasa di bandingkan oleh Ayahnya dengan Alzaska, jadi tidak masalah.

Alvaska bukanlah siswa bodoh di sekolahnya. Cowok itu merupakan siswa terpandai di SMA Alantra. Hanya saja Ayahnya tidak mengetahuinya karena terlalu sibuk dengan prestasi yang dimiliki Alzaska. Bahkan Kenzo sama sekali tidak tau jika Alvaska merupakan Kapten Basket di sekolahnya.

Kenzo tidak menanggapi ucapan Alvaska. Dia malah kembali memuji Alzaska di hadapan Alvaska.

Alvaska yang tadinya merasa lapar kini tidak berselera makan. Cowok itu bangkit dari duduknya lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Dia menutup pintu lalu jatuh terduduk di balik pintu kamar.

Alvaska mengigit bibir dalamnya berusaha untuk tidak berteriak jika dirinya saat ini sudah menyerah. "Gue mau mati."

--Alvaska--

Kana menatap seluruh murid SMA Alantra yang tengah memperhatikan dirinya dengan tatapan tidak suka. Sejak Kana di hukum hormat ke tiang bendera oleh Pak Asan, guru pindahan dari SMA Pelita Jaya, cewek itu sudah menjadi pusat perhatian para murid yang saat itu tengah berada di koridor sekolah dan juga para siswa yang tengah beristirahat di pinggir lapangan. Jujur, Kana benci ketika dirinya di jadikan sebagai tontonan oleh teman-temannya.

"Nggak usah liat-liat gue!" Kana berteriak parau. Dia menatap seluruh murid yang tengah memperhatikan dirinya dengan tatapan tajam mematikan.

"Berhenti tatap gue, atau lo semua gue banting!"

Setelah mendengar ancaman dari Kana, para murid yang sedang memperhatikan Kana dengan cepat masuk ke dalam kelasnya. Ada juga murid yang berlari ke arah perpustakaan dan juga kantin sekolah.

Kana merupakan siswi yang di takuti di SMA Alantra. Cewek itu tidak pernah main-main dengan ucapannya. Untuk itu, mereka semua memilih pergi daripada harus merelakan tubuh mereka dibanting oleh Kanara Amoura Reygan, siswi kelas X IPS 1 yang terkenal galak dan sering membuly Kakak kelas.

"Huft.."

Setelah setengah jam lamanya menghormati tiang bendera, Kana akhirnya mampu menyelesaikan hukumannya. Cewek itu menghapus keringat yang mengalir di dahinya kasar dan tanpa sengaja membuat plester luka di dahinya terlepas.

"Shh.." Kana berdesis saat luka di dahinya kembali mengeluarkan darah.

Alvaska yang baru saja keluar dari dalam lapangan Indoor SMA Alantra dengan seragam basket yang masih menempel di tubuh atletisnya mengernyitkan dahinya menatap Kana yang tengah meringis kesakitan di tengah lapangan. Cowok itu melempar bola basket yang dia pegang ke sembarang arah dan melangkah mendekati Kana yang masih menyentuh luka di dahinya yang terluka.

Alvaska menyentuh pergelangan tangan Kana yang digunakan Kana untuk menekan lukanya. "Luka lo tambah parah."

"Gue tau. Tapi gue nggak apa-apa kok." Kana meringis. "Nggak usah khawatir."

"Gue nggak khawatir, ge-er," balas Alvaska. Cowok itu melepas cekalan tangannya dari tangan Kana.

Alvaska sama sekali tidak merasa khawatir. Dia hanya merasa sedikit simpati? Cowok itu menghapus darah yang mengalir di dahi Kana dengan hati-hati. Alva kemudian melepaskan headband berwarna hitam yang terikat di kepalanya lalu mengikat headband itu di dahi Kana yang terluka. "Gue ke sini supaya lo tau kalo gue masih punya hati. Tapi bukan berarti gue khawatir."

Kana sama sekali tidak menanggapi perkataan Alvaska. Cewek itu memejamkan mata saat merasakan sakit yang tiba-tiba saja menyerang kepalanya. Rasanya seperti tertusuk oleh ribuan jarum di satu titik. Kana memegang kedua pundak Alvaska untuk menahan tubuhnya yang terasa begitu lemas dan nyaris jatuh ke lantai lapangan.

"Shh.."

Alvaska melingkarkan lengannya di pinggang Kana, menahan tubuh cewek itu agar tidak terjatuh ke lantai lapangan.

Dan itu semua tidak luput dari perhatian para murid yang kini tengah memperhatikan Kana dan Alvaska dari balik jendela kelas. Mereka semua berteriak histeris melihat kedekatan keduanya.

Alvaska Mengusap keringat yang mengalir di dahi Kana dengan punggung tangan. Cowok itu juga bisa merasakan suhu badan Kana mulai terasa panas. Cewek itu demam. Tanpa berkata sepatah kata pun, Alvaska langsung menyelipkan tangannya ke tengkuk leher dan juga paha bagian bawah Kana, menggendong cewek itu ala bridal style menuju mobilnya yang terparkir di area parkiran SMA Alantra.

"Lo mau bawa gue ke mana?"

"Rumah sakit."

"Tapi gue nggak sa-"

"Lo demam."

"Tapi nggak harus ke rumah sakit juga Va." Kana hanya demam. Dan tidak harus di bawa ke rumah sakit juga kan? Menurutnya, itu terlalu berlebihan.

Alvaska berhenti melangkah saat melihat
salah satu siswi tengah menatapnya dari ujung koridor kelas XI IPA 2. Tatapan cewek itu begitu sulit Alvaska artikan. Alvaska menurunkan Kana dari gendongannya. "Lo bener." Setelah mengatakan itu, Alvaska langsung berbalik badan meninggalkan Kana yang kembali meringis kesakitan menuju lapangan basket outdoor SMA Alantra.

Kana melepas kasar headband Alvaska di dahinya hingga terlepas, kemudian berbalik badan -memunggungi Alva. "Shh.." Kana berdesis saat darah dari dahinya yang terluka kembali mengalir keluar membasahi pipi.

To be continue..

1226 word. Secuil jejak anda, means a lot_

ALVASKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang