25. Bang Satya: Tujuan Awal

374 87 5
                                    

Waktu gue sampai rumah, di ruang tengah Papa dan Mama lagi nonton televisi sambil nyemilin kacang bawang, sedangkan di karpet ada Ilman lagi tengkurep sambil main HP.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam." Jawab Papa, Mama dan Ilman kompak.

"Loh, kok udah pulang Ham? Katanya bakal pulang jam 10-an?" Tanya Mama.

"Gimana manggungnya Ham, lancar?" Papa mencomot kacang bawang dari stoples yang sedang dipangku Mama.

"Aku ke atas dulu ya." Gue nggak jawab pertanyaan mereka. Gue pengen cepat-cepat tiduran di kasur sambil mendengarkan lagu-lagunya Peterpan pakai headset dengan volume maksimal.

"Makan dulu, Ham!" Kata Mama yang gue jawab pakai anggukan.

"Oh iya A, gue tadi abis nonton Jumanji sama Annisa. Seru banget, coba lo ajakin Teh Flora deh, siapa tahu di-"

"Lo bisa nggak sih berhenti ikut campur urusan gue?! Lo nggak usah sok ngajarin gue harus ini harus itu! Ganggu banget tahu nggak!" Emosi yang muncul sejak gue berada di kost-an Bang Satya, ternyata gue bawa sampai rumah dan tanpa sadar gue tumpahkan ke orang-orang yang nggak ada hubungannya sama masalah gue.

"Urusin aja hidup lo!" Lanjut gue.

"Ilham!" Tegur Mama.

"Maaf Ma." Gue melangkah menaiki tangga. Meninggalkan Papa, Mama dan Ilman yang kebingungan dengan sikap gue barusan. Gue nggak maksud marah-marah sama Ilman. Tapi hari ini rasanya semua orang menghakimi gue.

***

Pagi ini gue masih harus ke kampus untuk mengumpulkan UAS take home. Males banget demi apapun. Gue nggak mau ngapa-ngapain dan nggak mau ke mana-mana.

From Bang Satya: don hari ini ke kampus?

Bang Satya. Astaga, gue masih aja kepikiran sama tatapan dia kemaren. Selama kenal Bang Satya, kemaren pertama kalinya gue ditatap kayak gitu. Gimana ya, kayak dia tuh kecewa banget sama gue. Gue tahu dan sadar kalo gue itu salah banget kemaren. Tapi cara Bang Bani marah sambil nunjuk-nunjuk wajah Flora nggak bisa gue terima. Oke mungkin ini subjektif, karena gue emang suka sama Flora. Tapi hey, marah-marah sambil nunjuk-nunjuk wajah orang tanpa mau mendengerkan penjelasannya terlebih dahulu itu kelewatan nggak sih?

To Bang Satya: kampus bang

Balasan Bang Satya langsung masuk.

From Bang Satya: ketemu yuk

From Bang Satya: kantin?

Oke Doni, lo emang harus bersikap gentle. Kalo lo salah, ya harus ngaku salah.

To Bang Satya: oke

***

Bang Satya mengetuk-ngetukkan rokoknya ke atas asbak kemudian menyesapnya lagi. Asap nikotin itu keluar dari mulut sama hidungnya ketika Bang Satya mengembuskannya pelan-pelan.

"Gue kemaren beneran panik Bang. Waktu denger Flora nangis di telepon, yang ada di pikirin gue cuma gimana caranya gue bisa ketemu Flora." Kata gue sambil memainkan botol Frestea Apel yang isinya tinggal setengah.

"Gue tahu gue salah, gue minta maaf. Lo pasti marah banget sama gue, lo pasti kecewa banget sama gue."

Bang Satya masih diam. Dia kembali mengetuk-ngetukkan rokoknya ke atas asbak kemudian menyeruput kopi yang dia pesan.

"Tadi gue sama Renata udah ketemu sama Ketua Panitianya. Kesalahan emang ada di kita, Don." Bang Satya akhirnya buka suara.

"Kita udah ngelanggar kontrak, kita udah ngerusak rundown acara, kita bikin panitianya harus mikirin plan alternatif lain di hari H dan yang paling gue takutin ya... kepercayaan orang-orang sama The Pressure. Walau sekarang belum kerasa efeknya, tapi di lain waktu kita gak tahu."

[1] The Book of Us: FEELING GOODWhere stories live. Discover now