2. Namanya Flora

1.3K 162 9
                                    

Flora, cewek kepang dua yang kemaren pagi bawa box yang isinya ternyata brownies dan bilang besoknya mau mampir, sekarang lagi asik ngobrol bareng Mama dan Papa di ruang tengah rumah gue. Ilman tadi sempet kenalan sebentar sebelum pergi main futsal bareng temen-temennya. Ibarat film, gue ini cuma figuran. Pemanis aja. Sejak empat puluh menit yang lalu, gue berasa lagi berada di kelas Kebijakan Publik-nya Prof. Pambudi yang bobotnya 3 SKS. Gue sibuk mengamati, mengangguk-angguk, menjawab kalau ditanya dan ikut ketawa-ketawa pura-pura ngerti padahal bingung. Jangan lupakan si gendut Boni, dia lagi dipangku sama Flora. Pake dicium-cium lagi. Anying si Boni menang banyak!

"Nak Ilham nanti kalo sering Tante repotin nggak keberatan, 'kan?" Tante Diana, Mamanya Flora menatap gue.

"Enggak, Tante." Balas gue sambil cengengesan.

"Santai aja Mbak, Ilham ini biasa disuruh-suruh kok." Semua orang di ruangan ini ketawa kecuali gue.

Oh iya, kalian pasti bingung. Jadi, gue kalau di rumah dipanggil Ilham. Tapi kalau di luar, temen-temen gue manggil gue Doni. Terserah lo pada deh mau panggil gue apa. Tapi gue pribadi lebih suka dipanggil Doni, keren aja gitu kedengarannya. Gue merasa makin ganteng.

"Flora nggak punya banyak temen, soalnya dari kecil sekolahnya sering pindah-pindah tergantung di mana Papanya tugas. Ditambah Papanya juga protektif banget sama dia, jadi saya sering khawatir dia sulit adaptasi di perkuliahan nanti."

Menurut cerita Tante Diana, Papanya Flora ini kontraktor. Sekarang beliau sedang ada proyek di Kalimantan, satu atau dua bulan ke depan baru bisa pulang.

"Kapan-kapan ajak aku main ke kampus mau nggak Kak? Kemaren waktu open house belum sempet liat-liat." Flora ini mahasiswa baru Kedokteran Gigi di kampus gue.

"Boleh-boleh aja."

"Asikkkk!" Flora berseru girang sambil mengusap-usap Boni. Si Boni keenakan pasti tuh diusap-usap cewek cantik.

"Ham, coba ajakin Flora nyobain nasi goreng kambingnya Mang Dodo sana."

Ini Mama semangat banget kayanya nyuruh gue deketin Flora. Asal lo tahu ya, waktu gue kasih tahu Mama soal ini kemaren, beliau langsung heboh. Kayak bakal kedatengan tamu satu RT. Soalnya di blok rumah gue jarang ada tetangga baru, kayaknya pada betah tinggal di sini jadi nggak pada pindah.

"Ih aku emang pengen banget nasi goreng dari kemaren."

"Yaudah sana, mumpung belum malem banget." Ujar Mama. Gue bisa baca tatapan mata Mama waktu beliau menatap gue seolah berkata 'Ayo Ham pepet terus, jangan cupu kamu!'

Setelah berpamitan, gue dan Flora beranjak dari ruang tengah. Si Boni nggak mau ketinggalan, dia mengekor di belakang.

"Aku pergi dulu ya, dadah Boni!" Flora jongkok, mengusap kepala Boni terus dia cium. Anjing, udah triple combo si Boni! Sorry, gue suka lupa kalo Boni itu kucing.

***

"Jadi Kak Doni punya band? Wah keren banget! Aku nggak sabar pengen nonton Kak Doni manggung."

Gue cuma meringis. Sejujurnya gue emang nggak banyak ngomong dan nggak jago membangun obrolan. Gue cenderung pemalu dan sering awkward kalau ngobrol sama orang yang nggak deket-deket banget, apalagi orang baru kayak Flora gini.

"Aku belum pernah nonton konser Kak." Flora berhenti menyendok nasi goreng dari piringnya.

"Makan di luar sendirian malem-malem gini juga pertama kali."

"Papa aku tuh protektif banget, pokoknya udah kayak satpam aja kemana-mana harus lapor."

Flora tiba-tiba curhat. Gue masih diam.

"Nanti Kak Doni kenalan sama Papaku ya? Biar nanti ada alesan kalo pengen pergi-pergi hehehe."

Yaelah, tega bener eksistensi gue dijadiin alesan. Tapi kasian juga sih, udah segede ini masih diatur-atur. Ya lo bayangin aja betapa membosankannya hidup Flora kemana-mana mesti dimonitor?

"Orang tua lo khawatir aja itu." Sisi positif gue bersuara.

"Tapi berlebihan nggak sih? Aku kan udah gede, pengen main sampe malem, nonton konser, keliling-keliling naik motor, cobain ini cobain itu, banyak deh."

"Lo pengen naik motor?" Gue bertanya takut salah denger.

"Mau banget!" Flora mengangguk antusias.

Setelah gue menghabiskan nasi goreng di piring dan menyedot es teh manis sampai habis, gue meraih kunci motor dan berdiri.

"Yuk!"

"Pulang sekarang?"

"Kita keliling-keliling naik motor."

***

Entah apa yang gue pikirin. Sekarang gue sedang menyusuri jalanan Asia-Afrika bareng Flora yang sedang sibuk melihat-lihat jalanan di belakang gue. Kayaknya sekarang udah mau jam sepuluh malam dan gue baru sadar kalau gue bawa kabur anak gadis orang yang bahkan baru gue kenal. Gue anaknya emang sering melakukan hal-hal secara mendadak, nggak dipikir dulu dampaknya apa. Siap-siap aja lo pulang jadi dendeng, Don!

"Kak, tangan aku boleh masuk ke saku jaket Kakak nggak?"

Hah? Masuk ke jaket gue? Ngapain anjir, serem banget si Flora polos-polos demen grepe.

"Apa?" Gue noleh dan sedikit berteriak karena bising suara kendaraan lain.

"Tangan aku boleh masuk ke saku jaket Kakak nggak? Dingin soalnya." Flora mencondongkan tubuhnya ke sebelah kanan biar gue bisa mendengar suaranya dengan jelas.

Oh... saku jaket. Hehehe anjir gue udah mikir yang aneh-aneh. Maklum, kalau pake helm suka budek.

Hadeuh, lagian gue kok nggak inisiatif minjemin jaket gue sama Flora ya? Bego emang nih kagak gentle.

"Boleh." Jawab gue singkat.

Dan tanpa ngomong apa-apa lagi, Flora memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket gue. Gue hampir aja lepas tangan dari stang motor.

Namanya Flora, tetangga baru gue yang baru aja bikin darah gue berkumpul di muka. Kalo gue ngaca sekarang, muka gue pasti merah.

[1] The Book of Us: FEELING GOODWhere stories live. Discover now