21. Permintaan

521 86 1
                                    

Pemilu diyakini sebagai sarana yang paling demokratis untuk memilih elit politik. Karena sifatnya yang demokratis, maka kegiatan Pemilu selamanya mengikutsertakan mayoritas penduduk yang berhak memilih. Dalam Pemilu para pemilih bisa bebas menentukan siapa yang dipilih, dan para calon elit juga bebas mengumbar janji untuk menarik massa sebanyak mungkin. Suasananya memang mirip pasar, hiruk-pikuk oleh suara orang menawarkan barang, yang tertarik ataupun tidak percaya akan tawaran yang diajukan. Manifestasi tawar menawar ini macam-macam. Namun dari sekian banyak variasi, yang sangat lazim dilihat dalam setiap Pemilu di hampir seluruh negara demokratis di dunia ini adalah pawai kampanye.**

Usaha gue untuk mendapatkan cintanya Flora ini ibarat Pemilu. Kita ibaratin aja Pemilu Presiden. Oke gue jelasin analoginya. Pertama, gue adalah calon kandidat yang diusung oleh gabungan partai politik. Kenapa harus gabungan partai politik? Karena hal ini udah diatur dalam Pasal 6A ayat (2) Undang-undang Dasar 1945. Nah, gabungan partai politik yang mengusung gue buat nyapres antara lain Mama, Papa, Ilman dan abang-abang gue di The Pressure. Hebatnya lagi gue punya Timses yang membantu gue dalam pertarungan ini. Lanjut, yang ke dua adalah cintanya Flora. Cintanya Flora itu ibaratnya kursi jabatan Presiden. Gue sebagai kandidat harus siap bertarung untuk mendapatkan cintanya Flora. Gimana caranya? Oh tentu saja lewat kampanye! Kampanye penting dalam Pemilu. Karena melalui kampanye, kita bisa menarik massa untuk memilih kita. Kampanye gue kayak gimana sih? Inget nggak Timses gue udah ngerancang plan? Nah, plan yang udah dibuat sama Timses gue, kemudian gue jabarin jadi misi dan gue eksekusi lewat aksi. Yang ke tiga adalah lawan. Ini nih yang nggak kalah penting, pesaing cuy, enemy kalau kata Bang Bani hahahaha. Lawan gue dalam pertarungan ini adalah saudara Julian, kandidat dari nomor urut 2. Karena gue harus nomor 1 nggak mau tahu! Hal yang harus digarisbawahi adalah, pertarungan dan persaingan gue dalam mendapatkan cintanya Flora itu berjalan secara demokratis. Ya seperti yang kita tahu kalo Indonesia adalah negara demokrasi. Jadi, dalam penyelenggaraan Pemilu asmara ini, gue mengusung asas Luber Jurdil (Langsung-Umum-Bebas-Rahasia-Jujur-Adil). Walau hidup kadang nggak adil, kita sebagai manusia harus tetap berlaku adil. Everything must be fair. Once again, must be fair. Even though only you can be fair to yourself, not anyone else.

Pertanyaannya, siapa yang jadi massa dalam Pemilu asmara gue? Siapa yang akan memilih gue dalam mendapatkan cintanya Flora? Tentu saja kalian semua wahai yang baca ini! Kalian adalah pemilih yang punya hak untuk memberikan suara buat gue. Ayok gunakan hak suara kalian semua untuk memilih gue, jangan golput! KALIAN HARUS PILIH GUEEEEEE!!!! Kalian tahu kan perjuangan gue kayak gimana? Kalian tahu kan perasaan gue buat Flora kayak apa? Tapi, pada akhirnya hanya Flora yang bisa menentukan siapa pemenangnya. Flora satu-satunya orang yang punya hak prerogatif buat nentuin siapa orang yang layak buat dapetin cintanya. Hanya Flora yang punya kewenangan penuh. Pusing nggak? Katanya demokratis tapi kok ujung-ujungnya yang menentukan satu orang. Ya jelas lah, yang punya cintanya kan Flora.

Satu lagi! Gue, Doni Ilham Pangestu kandidat nomor urut 1 nggak akan ngasih janji-janji politik atau janji-janji manis. Kalian harus tahu, kalau gue beneran sayang Flora. Udah. Cukup. Sekian.

Mantap nggak tuh analogi gue? Keren kan? Emang nggak salah Prof. Rudiana ngasih gue A di mata kuliah Sistem Politik Indonesia semester kemaren.

"Entar malem gue kirim hasil edit finalnya ya?" Ujar Fanny, anggota kelompok gue.

"Balik sekarang yuk! Udah mau ujan nih, gelap banget serem." Usul Ririn, anggota kelompok gue yang lain sambil sibuk membereskan buku.

Gue sekarang lagi di kost-annya Galih, kerja kelompok untuk mengerjakan tugas tambahan, katanya buat nambahin komponen nilai. Kenapa ya dosen seneng banget ngasih tugas tahu bulat di akhir semester kayak gini? Tugas tahu bulat itu tugas dadakan, temen-temen kelas gue yang namain kayak gitu. Ya maksudnya, UAS aja udah bikin pusing ya, ini pakai ditambahin tugas segala dan itu nggak cuma di satu mata kuliah. Mata kuliah lain juga ikut-ikutan ngasih tugas tahu bulat, kayak udah kongkalikong buat bikin gue pusing sebelum libur panjang.

"Galih, anterin gue ya? Gue takut." Ririn ngiket rambut ombre warna pinknya dengan asal. Gue sampe sekarang masih amaze tiap lihat rambutnya Ririn.

"Hayuk! Mi, manéh anterin Fanny ya!" Ujar Galih pada Hilmi sambil matiin laptopnya.

"Manéh langsung balik, Don?" Galih nutup laptopnya.

"Iya, takut keujanan. Gue nggak bawa jas ujan." Jawab gue sambil mengambil HP yang daritadi di-charge.

15.03

From Flora: ka doni, aku nebeng ya? Pa tutus gabisa jemput:(((

From Flora: aku pulang jam 4an

From Flora: aku tunggu di tangga dkt parkiran kaya biasa ya

From Flora: makasiiii ka doni si super baik!!!!!!

Gue ngelirik jam di pojok kiri layar HP gue. 17.11. Anjing!

Gue buru-buru memasukkan buku dan bolpoin ke dalam ransel dan menyambar jaket gue di kursi.

"Gue balik sekarang ya! Kalo ada apa-apa kabarin aja di grup." Gue bangkit dan sedikit berlari dari ruang tamu kost-an Galih. Gue nggak nengok lagi waktu Galih sama Fanny manggil-manggil nama gue.

Flora masih nungguin gue nggak ya?

***

Gue memacu Vario item gue dengan kecepatan penuh. Ah shit, jalan dari kost-an Galih ke kampus itu harus muter. Gue makin kencang menarik gas ketika melewati gerbang kampus. Gue harus cepat-cepat sampai FKG. Gue udah bikin Flora nunggu. Sial sial sial. Kenapa HP gue tadi mesti low batt? Kenapa HP gue mesti di-charge? Kenapa bisa-bisanya gue nggak cek HP daritadi siang? Dasar Doni bego!

Motor gue melewati gerbang FKG. Waktu gue lihat tangga dekat parkiran, tempat Flora biasanya nungguin gue buat dijemput, di sana kosong. Nggak ada siapa-siapa. Kendaraan juga udah mulai sepi, kayaknya udah pada pulang juga. Gue menghela napas, gue telat. Flora kelamaan nunggu gue. Flora udah pulang. Double bego emang Doni!

Waktu gue mau putar balik, gue lihat tubuh tinggi yang familiar lagi berdiri di samping Yaris item. Julian. Dia nggak sendirian. Dia bareng Flora. Flora belom pulang. Tapi dia bareng Julian. Gue tiba-tiba pengen marah. Sama Julian, sama diri gue juga.

Tanpa pikir panjang, gue kembali nge-gas Vario item gue ke arah mereka. Nggak, gue gak bakal biarin kesempatan gue kembali diambil sama si panjul!

"Flo!" Teriak gue waktu Flora udah mau masuk ke mobil.

Flora menoleh, Julian juga.

"Kak Doni!" Flora kelihatan kaget dan langsung berdiri tegak sambil memegangi pintu mobil si panjul.

"Sorry Flo, gue baru baca chat lo." Ujar gue sambil mematikan mesin motor, tapi gue nggak turun.

"Iya nggak apa-apa Kak." Flora tersenyum.

Jangan senyum Flo! Jangan senyum! Gue ngerasa makin bego kalau lihat lo senyum di situasi kayak gini.

"Balik sekarang, Flo?" Tanya gue.

"Sama gue?" Lanjut gue.

Flora diam, berpikir. Dia menoleh ke arah Julian sambil menggigit bibir. Jelas banget dia bingung, kayaknya nggak enak juga. Flora kembali menatap gue.

"Tapi aku-"

"Flo, gue punya permintaan." Gue memotong omongan Flora.

"Lo mau kabulin, 'kan?"

***

Notes:

**Referensi: Imawan, Riswandha. 1997. Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Manéh = kamu.

[1] The Book of Us: FEELING GOODWhere stories live. Discover now