06 - Don't Watch Me Cry

423 53 14
                                    

I'm not crying 'cause you left me on my own
I'm not crying 'cause you left me with no warning
I'm just crying 'cause I can't escape what could've been
Are you aware when you set me free?
All I can do is let my heart bleed

Don't Watch Me Cry - Jorja Smith

❇❇❇

Gladys

Pernah datang suatu masa, dimana gue takut buat tumbuh dewasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernah datang suatu masa, dimana gue takut buat tumbuh dewasa. Gue takut sama diri gue di masa depan. Gue takut saat gue dewasa, gue gak bisa memikul beban-beban yang tentunya bakalan jauh lebih berat daripada sekedar beban belajar keras saat mau ujian.

Dan hal utama yang gue takutkan saat gue menginjak dewasa adalah, gue takut apa yang gue impi-impikan gak akan terwujud.

Tapi ternyata sebelum menginjak dewasa gue udah kehilangan mimpi gue. Mimpi yang cuma bisa jadi sekedar mimpi dan gak bakal bisa gue capai.

Saat itu gue bener-bener ngerasa hancur. Gue gak berhenti nyalahin diri gue sendiri, bahkan sampai nyalahin orang-orang sekitar. Gue gak mau ketemu orang-orang karena gue merasa malu, gue merasa gak pantes buat mereka. Gue ngerasa udah ngecewain mereka.

Tapi semuanya berubah saat gue bertemu dengan sosoknya untuk yang pertama kali.

Sosok yang sama gagalnya kayak gue, cuma bedanya dia bisa nerima kegagalan itu dengan lapang dada. Seolah-olah dia serela itu mimpinya hancur sebelum dia bisa menggapainya.

“Alden cedera. Tulang di kakinya ada yang patah dan harus dioperasi. Kayaknya dia gak bakal ikut turnamen lagi, atau bahkan berhenti dari basket.”

Naksir dia dari awal masuk SMA, gue tau kalau bagi Alden Seandra Bastara, basket adalah separuh hidupnya. Meskipun dia dituntut buat punya nilai akademis yang bagus, yang tentunya mengharuskan dia belajar ekstra, dia bakal tetap nyisihin waktunya buat main dengan bola oren kesayangannya itu.

Karena jadi pemain basket nasional adalah impiannya sejak dulu. Meskipun orangtuanya gak mendukung itu sama sekali.

Saat itu, setelah kegiatan ekstrakulikuler gue berakhir, gue nekat dateng ke rumah sakit tempat dia dirawat. Dia udah dipindahkan ke ruang rawat intensif setelah menyelesaikan operasinya. Nasib baik lagi berpihak pada gue saat itu, karena pintu ruangannya sedikit terbuka, jadi gue bisa sedikit mendengar perbincangan di dalam sana dari luar.

“Senang karena akhirnya bisa nyakitin diri kamu karena hobimu yang gak jelas itu?”
Gue yang duduk di kursi depan ruangannya cuma bisa bergeming mendengar kalimat itu.

“Sudah berapa kali Papa nyuruh kamu berhenti? Berhenti, karena itu gak berguna.”

“Itu cita-cita Alden, Pa.”

Akhirnya gue mendengar suaranya. Meskipun terdengar lemah, ada ketegasan dari cara dia menjawab.

“Cita-cita itu cuma omong kosong! Buat apa punya cita-cita kalau masa depan kita udah ditentukan oleh keluarga?”

Long Way HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang