Bab 2. Siapa Sih?

1.1K 753 878
                                    

Tak kenal maka tak sayang, kalau udah sayang emangnya mau tanggung jawab udah bikin anak orang baper?

Mungkin tak banyak yang pernah ada di situasi seperti itu. Tapi eh tapi, ternyata dari sekian banyak orang itu Shena termasuk pengecualiannya.
Lihat aja tingkahnya sekarang. Duduk bertopang dagu dengan seulas senyum yang selalu terpatri di bibirnya. Tatapan penuh keterpukauan pada sosok yang sedang berbicara di hadapannya saat ini. Yang sedang menjelaskan tentang acara turnamen tahunan mendatang yang akan diadakan di akhir semester ini. Tutur katanya yang lugas dan penuh wibawa serta pembawaannya yang selalu santai menambah nilai plus seorang Erick Dhanu Atmaja di mata Shena.

Dia memang bukan seperti Apri yang selalu bersemangat dalam urusan bangun pagi untuk bersiap ke sekolah. Bahkan kalau di suruh memilih antara nilai sekolah dan ranjang empuknya, pastinya dia akan memilih opsi yang kedua. Dia tidak peduli nilai kesehariannya yang menjadi taruhan. Toh, dia tetap naik kelas.

Tapi percaya nggak kalau dia yang terkenal dengan segala macam kemalasannya itu bisa ikut tergabung dalam rapat osis seperti ini. Yang mungkin kedengarannya mustahil tapi memang itulah yang kini sedang dilakukannya.

Duduk bersama dengan teman-teman lainnya yang pada fokus pada isi pembicaraan sang moderator—yang sebenarnya tidak terlalu di pedulikannya. Motivasi terbesarnya ikut organisasi sekolah itu cuma satu. Biar bisa kenal lebih dekat dengan Erick.

Cowok yang sudah bikin dia betah di awal masuk sekolah. Seperti sekolah lain pada umumnya, dimana di awal semester menjadi siswa baru pastinya ada satu kegiatan yang wajib diikuti oleh semua siswa yaitu MOS (masa orientasi siswa). Yang katanya sebagai pelatihan mental dan sikap serta pengenalan lingkungan sekolah yang baru.

Dan di masa MOS yang berlangsung tiga hari itulah dia bertemu dengan cowok yang sudah berbaik hati meminjamkannya jaket saat dia basah kuyup karena habis di siram air berjamaah oleh para kakak kelas yang biadab itu. Sebagai hukuman karena tidak membawa barang yang disuruh.

Erick itu orangnya yang care banget. Padahal waktu itu mereka belum saling kenal. Tapi dengan cool-nya dia menyodorkan begitu saja jaket miliknya tanpa pikir panjang. Tuh, gimana mau ngelupainnya coba kalau dia-nya baik gitu?

"Ini-- Eh tunggu dulu, plasternya."

Tiba-tiba Shena tersadar kalau tak hanya jaket saja yang ada di tangannya, tapi satu plaster juga terselip di sana. Apa salah ngasih, ya?

Shena segera berjalan menghampiri cowok itu, bersamaan dengan Erick--nama yang tertera di nametag cowok itu-- yang kembali menoleh mendengar panggilannya.

"Iya?"

"Plasternya, lo kelupaan."

"Oh. Itu juga buat lo. Gue kasih."

"Hah?"

Lagi-lagi Shena melongo.
Untuknya? Emang dia luka?

"Ibu jari lo, yang kiri."

Dan setelah mengatakannya, cowok itu benar-benar pergi meninggalkannya. Shena menunduk, ditatapnya jempol kirinya, sejak kapan dia terluka? Shena nggak ingat.

Dia mengenakan jaket pemberian cowok tadi dan setelahnya baru dia melilitkan plaster luka di ibu jari kirinya itu. Ah, dia ingat.

Ini waktu dia meng-cutter bentuk huruf di kertas yang akan di tempelkannya pada sebuah papan karton. Salah satu pernak-pernik MOS yang harus dia bawa. Shena benar-benar tidak ingat dan tidak ngeh juga setelahnya. Bahkan teman-teman yang satu kelompok dengannya pun tidak ada yang menyadarinya atau lebih tepatnya tidak peduli.

Tapi ajaibnya cowok yang bahkan belum tahu namanya secara resmi dan tak di ketahui dari mana datangnya itu sadar dengan luka di jarinya.

Gila.

Masih ada ternyata orang sebaik dan sepeduli itu. Di SMANSAKA pula. Yang mayoritas anaknya lebih individualitas.

Hhhhh..... bikin dia makin betah aja sekolah disini.

"Gimana Shena, setuju kan?"

Shena mengerjap. Seketika dia langsung tersadar dari lamunannya.

Heh? Setuju apaan?

Dilihatnya orang-orang yang ada di sekelilingnya tengah menatapnya menanti jawaban. Diam-diam dia menelan salivanya gugup.

Yang barusan bertanya tadi itu Fara, cewek berponi yang menjabat sebagai sekretaris osis. Dia minta persetujuan apa darinya? Ya mana dia tau, kalau sepanjang jalannya rapat tadi kerjaannya cuma mikirin Erick doang.

Ngomong-ngomong sekarang pun tatapan cowok itu ikut mengarah kepadanya di sertai senyuman andalannya. Seakan menanti kata apa yang akan terucap dari bibirnya. Ahhh.......
Jadi salting gini kan jadinya. Bikin hatinya jumpalitan aja.

Mungkin minta persetujuan buat acara turnamen nanti kali yah..?

Ok, deh.

"Iya, gue setuju kok." jawabnya sambil mengangguk-angguk sok yakin. "Menurut gue itu ide bagus."
Ide apaan coba? Ya bodo amat lah. Kalau kata Anang mah "aku sih yes... "

"Ok, kalau Shena udah setuju jadi ketua seksi publikasi. Kalo gitu tinggal milih ketua buat seksi....."

Setelahnya dia tidak tahu apa lagi yang tengah di ucapkan Fara. Dia terlalu syok mendengar berita barusan.

Dia jadi ketua seksi publikasi?

Seorang Shena Audinata yang sekedar untuk makan aja malasnya minta ampun, sekarang terpilih jadi ketua?

Entah apa yang merasuki mereka itu. Kok bisa-bisanya menunjuk dirinya yang buta ini sebagai ketua. Kan ada yang lebih potensial dari dirinya. Astaga..... dia ikut kegiatan ginian tuh bukan pengen jadi panitia. Kenapa dia yang di pilih sih, kenapa nggak yang lain aja coba?

Shena mendekat kepada Apri yang masih fokus mendengarkan poin-poin yang di sampaikan Rama.

"Pri, kok gue yang jadi ketua seksi publikasi sih?" bisiknya takut mengganggu yang lain.

"Lho, lo sendiri tadi nggak nolak kan?" jawabnya sambil berbisik juga.

Shena menggaruk kepalanya yang tak gatal. Kenapa jadi gini sih?

"Lo sendiri jadi apa?"

"Bendahara." jawabnya lesu.

"Lho, lo kan paling anti ngurusin administrasi."

"Pugu geh gue juga nggak tau kenapa gue yang di tunjuk." jawabnya lagi dengan masih berbisik. "Padahal tadi udah nolak juga."

"Trus anggota gue siapa aja?" tanyanya lagi.

Apri memutar bola mata malas. "Dari tadi kemana aja, neng? Tadi kan udah di kasih tau lo itu sama Ando juga sama Yerin."

Ando?

Siapa tuh?

Setaunya nggak ada anggota osis yang namanya Ando. Atau dianya aja yang jarang kumpulan?

Kalo Yerin dia tau walaupun nggak kenal dekat. Tuh, yang lagi duduk sambil benerin kacamatanya yang sedikit melorot itu.

"Yang mana sih si Ando itu orangnya?"

"Ada deh pokoknya. Yang tinggi, yang make motor scoopy itu. Nggak ada di sini sih sekarang orangnya. Lo emangnya beneran nggak tau?"

Shena menggeleng. Ya laju, masa dia harus merhatiin semua anak SMANSAKA kesekolah pakai motor apaa. Kalau dia tau, nggak bakalan juga dia nanya.

"Yaudah, ntar juga tau." Apri mengedikkan bahunya. "Cakep lho orangnya." tambahnya lagi.

Shena mencibir. Pasalnya kategori cakep menurut Apri dan dirinya itu beda frekuensi. Makanya kadang suka nggak nyambung. Tapi ngeliat gelagatnya sih emang nggak main-main. Jadi penasaran, secakep apa sih? Selama dia bersekolah disini menurutnya yang paling cakep itu cuma Erick seorang. Yang lain mah lewat.

.

.

.

Win-Win Solutionजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें