Chapter 3.5

Mulai dari awal
                                    

"Jadi tidak datang untuk Bibi juga?"

Tukasan itu utuh menyurutkan senyuman lawan bicaranya. Dia benar-benar tertegun tepat mendapati Meiko mulai memahat kernyitan di kening. Lagi, si bibi tetap mempertahankan senyum kecilnya; ialah ekspresi yang sukses menyelimuti hati Kenji dengan perasaan bersalah.

Bukanlah kemurkaan yang diterima Kenji tepat ia menunduk dalam-dalam. Alangkah tersentak ia mendapati Meiko kemudian menangkup wajahnya, meminta agar ia mau menyejajarkan pandangannya.

"Maafkan aku."

Kening Kenji terang-terangan mengernyit dalam-dalam mendengarkan ujaran itu.

Sudah cukup rasanya ia mendengarkan permintaan maaf dari orang yang sekalipun tidak melakukan kesalahan.

"Ah ... sungguh, aku tidak bermaksud menuntutmu ...," lanjut Meiko kemudian. Lantas senyumnya kian melebar tepat mendapati ekspresi Kenji yang agak melunak. "Hanya membawa ragamu kemari saja sudah lebih dari cukup."

"Sungguh?"

Satu anggukan dirasa meyakinkan Kenji. Pun, kedua ibu jari yang mengusapi pipinya bahkan berusaha lebih agar kernyitan itu utuh surut.

"Kalau begitu ...." Manik Kenji menatap iris gelap di hadapannya. "Kurasa ini sedikit mendadak, tetapi ... apa tidak masalah jika aku bermalam di sini dan mengajariku memasak sup ikan? Kau tahu, kadangkala aku merindukan masakanmu ketika aku bekerja. Jadi aku harus belajar memasaknya sendiri agar tidak merepotkanmu sering-sering.

"Tapi omong-omong ... boleh aku menemui Kuro dulu? Sudah lama aku tidak melihatnya."

Atas persetujuan Meiko, maka ia berlalu menuju halaman belakang.

Sejak kematian Keiko, Kenji memang memelihara seekor burung gagak yang menjadi salah satu temannya. Dia menemukannya di hutan kuil saat burung tersebut masihlah berukuran segenggam tangan orang dewasa. Kenji membawanya pulang, lantas menamainya Kuro.

Kuro dibiarkan hidup bebas dan memang diperbolehkan terbang ke mana pun ia mau. Pintarnya, ia selalu tahu jalan pulang. Saat masih kecil, Kuro senang membawa pulang barang-barang mungil yang berkilauan; persis seperti mitos bercerita. Dia selalu memberikan semua barang hasil pungutannya kepada Kenji yang menerimanya dengan senang hati.

Kuro senang bertengger di atas pohon momiji halaman belakang menjelang hingga pertengahan musim gugur. Dia selalu tahu kapan tuannya pulang, maka ia menunggu di sana sampai mendengar suara siulan sang tuan memanggilnya untuk segera turun.

"Kau memang kelihatan tua, tetapi agaknya itu tidak menghilangkan ketampananmu, ya." Suara Kenji terdengar samar-samar mencuri pandang dari halaman belakang yang mengundang Meiko mengintip lewat jendela.

Tampaklah Kenji bersama Kuro yang bertengger di lengannya sembari mengibas-ngibas sayap.

Meiko tidak menyangka burung tersebut kini sudah lebih besar dari lengan keponakannya. Namun, sedikit pun Kenji tak terlihat keberatan menahan bobot tubuh Kuro. Malah ia mendapati Kenji tertawa ringan sembari ia menyuapi burung kesayangannya kacang-kacangan, lalu mengelus kepalanya dengan penuh kasih.

Sudah lama sekali tidak melihat secercah kegembiraan dari Kenji. Akan sangat disayangkan rasanya jika ia melewatkan hari kala keponakannya yang sedang baik suasana hatinya.

Ya, barangkali memang tak salah jika Meiko meminta salah seorang kolega untuk menggantikan jadwalnya hari ini.

~*~*~*~*~

"Kupikir mendatangi kalian memang keputusan yang tepat."

Kuro telah pergi setelah Kenji berkata bahwa ia memiliki sedikit waktu yang mesti ia habiskan bersama bibi. Burung gagak tersebut tak lagi ditemukan di dahan pohon momiji, konon lagi di sekitar sini. Barangkali ia akan kembali sebelum Kenji berpamitan, bersama paruhnya ia akan membawakan sesuatu yang berkilau sebagai hadiah; persis seperti tahun-tahun sebelumnya.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang