Mg; 18

222 41 8
                                    

ma• ngata /mangata/ n bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan.

; Tak ku kira jalan berliku dihadapan menjadi begitu mudah dilalui karena kebersamaan.

Perkuliahan kembali seperti biasa, aku sedang mempersiapkan keperluan UTS dan teman-teman masih berjuang dengan skripsi mereka masing-masing

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Perkuliahan kembali seperti biasa, aku sedang mempersiapkan keperluan UTS dan teman-teman masih berjuang dengan skripsi mereka masing-masing. Bicara tentang skripsi, Rei benar-benar membantu El menuntaskan keperluan Bab IV dengan informan kunci dari kenalannya. Tak ingin mengulang apa yang telah terjadi, aku cukup protektif untuk mengekor pada El setiap kali dia akan melakukan wawancara, meski Rei selalu menjamin keamanan El tapi tetap saja khawatir sulit ku hindari.

Aku tak begitu tahu bagaimana keluarga Rei hingga Kakaknya turun langsung membantu kami menyingkir kan lelaki bajingan tempo hari. Harus ku akui, mungkin orang-orang tak akan mengira seperti apa keluarga Rei sebenarnya.

Hubungan ku dengan El semakin hari kian membaik, meski tak diucap secara langsung meski kadang dia menjaga jarak tapi sepertinya ketidak tahuan diri ku untuk mendapat maaf dikabul Tuhan. El tak lagi menolak jika harus semeja dengan ku saat makan di kedai bersama teman-teman, dia juga memberi tahu tugas apa saja yang belum ku kerjakan karena sibuk bekerja, tidak ada lagi hal yang paling ku syukuri selain keadaan saat ini. Aku berharap, semoga selamanya akan menjadi hari yang indah bagi ku dan El.

Telpon ku berdering, menampilkan panggilan masuk dari Selen.

"Sayang, kita bisa ketemu?"
"Selen, kamu udah selesai KKNnya?"
"Iyah, hari ini aku pengen ketemu kamu, aku kangen."
"Ok, mau aku jemput di mana?"
"Kampus ku, ya."
"Jam?"
"Jam 14.00"
"Sejam lagi berarti?"
"Iyah,"
"Ok,"
"Love you, Harvey."

Bibir ku terlalu kelu untuk berucap balas kalimat terakhir Selen, hingga telpon ditutup aku hanya bisa diam.

"Harvey,"
"Ya, El?"
"Kamu hari ini bawa helm dua, gak?"
"Ada di kosan, kenapa? Kamu butuh? Kalau iya aku ambil sekarang."
"Um, gak usah. Makasih Vey,"
"Kenapa El?"
"Gak apa-apa."
"El?"
"Bisa anterin aku gak?"
"Kamu mau ke mana?"
"Sepupu ku lagi di rumah sakit, dia pengen dibawain dimsum dari toko sekitar sini."
"Sakit apa?"
"Um, kecelakaan sih. Tapi gak serius kok, cuman kayaknya dia gak bisa jalan buat beberapa Minggu."
"Ya ampun, yaudah kalau gitu, kamu tunggu di kampus aku ambil helm dulu ya.'
"Tapi gak apa-apa aku repotin kamu?"
"Dari pada kamu ngerepotin orang lain?"
"Ohh~ gak boleh ya?"
"Kan ada aku, repotin dulu aja aku."
"Apaan sih kamu."
"Serius El."
"Yaudah aku ke tempat dimsum, kita janjian di sana aja."
"Ok,"

Aku segera pulang mengambil helm, 15 menit kemudian kami sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. El cukup jarang meminta bantuan ku sejak kami kembali dekat, jika bukan karena applikasi ojolnya erorr dan temannya yang lain tak bisa membantu maka dia pasti melewatkan ku. Tapi, momen seperti ini lah yang selalu ku tunggu, apa pun alasannya sedikit demi sedikit aku mulai belajar untuk tetap bersyukur atas kondisi kami.

MangataWhere stories live. Discover now