Mg; 14

212 41 1
                                    

ma• ngata /mangata/ n bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan.

; Terkadang debaran itu ku rasa karena tatapan mu, meski terkadang hilang karena alasan yang sama.

Kampus sudah sepi memasuki jam lima sore, berhubung hari ini juga Sabtu, perkuliahan lebih lenggang di akhir pekan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kampus sudah sepi memasuki jam lima sore, berhubung hari ini juga Sabtu, perkuliahan lebih lenggang di akhir pekan. Aku baru saja pulang kerja, saat Rei menelpon ku meminta bantuan mengambil flashdisk yang tertinggal di ruang dosen, Rei bilang ada file skripsinya di sana dan sekarang dia sudah pergi ke luar kota untuk melakukan perjalanan tiga hari bersama keluarga. Ku sepakati apabila ada yang bicara bahwa skripsi adalah nyawa bagi mahasiswa semester akhir, sepertinya Rei sendiri belum memindahkan file revisi terbaru ke laptop hingga membuatnya panik teramat saat ingat fd miliknya tertinggal.

Aku masih di lift seorang diri, sesampainya di lantai atas segera ku langkah kan kaki menuju ruangan dosen, tepatnya meja Pak Maji.

Favorit ku dari sudut kampus adalah kaca jendela transparan yang membuat cahaya matahari sore terlihat oranye dengan jelas, poin lainya adalah karena gedung ini sangat tinggi maka view yang ku lihat amat indah dan menyejukkan mata.

Hampir sampai di ruang dosen, aku berhenti sejenak, melihat seksama seseorang keluar dari ruangan itu dengan frustasi. Menurutku, dia pasti baru saja melakukan bimbingan dan tak berjalan baik. Jika skripsi mudah dilakukan maka tak akan ada yang telat diwisuda karena alasan ini, bukan? Selain mengerjakannya yang sudah memakan waktu, terkadang ada beberapa drama yang juga menyulitkan bagi mahasiswa.

"El?"

Perempuan di hadapan ku menoleh, wajah El sudah pucat bersiap meluncurkan amunisi bulir air mata. Ku lihat dosen pembimbing El keluar ruangan, dia melewati El begitu saja tanpa berbasa-basi. Apa mungkin sedang terjadi keadaan serius? Setahu ku, El adalah mahasiswi favorit karena semua orang di jurusan dari dosen hingga pegawai administrasi selalu ramah padanya. El jarang terlihat dimarahi dosen, jelas karena dia bukan tipikal mahasiswa seperti ku yang hobi cari gara-gara.

"Kamu baik-baik, aja?"

Tubuh El membeku, dia hanya berdiri sambil mengigit bibir bawahnya dan memeluk erat kertas revisi di dada. Sebentar lagi, dia akan menangis. Jika Rei bilang akhir-akhir ini mulai sadar El semakin cantik justru aku mulai merasa akhir-akhir ini tangis El semakin menjadi kelemahan bagi ku. Derap langkah kaki mendekat pada tubuh El, aku mengambil kertas revisinya yang bertumpuk dan cukup berat.

"Kenapa? Kamu dimarahin?"

El menunduk, pasti karena dia merasa malu pada ku. Terang saja, dia sedang menjaga gengsi dan jarak pada orang meyebalkan ini, tapi apa boleh buat? Aku tak mungkin membiarkannya seorang diri tak berkutik di depan ruangan dosen.

"Harvey..."

Um, aku mendadak merasa lemas saat suara El yang berbisik mengalunkan kesedihan. Kasihan sekali El, lagi-lagi dia mengalami hari yang berat meski kali ini orang lain pelakunya. Aku menaruh revisi skripsi di lantai lalu mendekap El, membawa tubuhnya dalam pelukan ku, sesekali ku tepuk punggungnya atau mengusap kepalanya yang selalu tercium wangi khas shampoo aroma bunga. Sudah lama sekali, rindu rasanya. Selama beberapa menit, ku biarkan kemeja yang dikenakan basah oleh air mata El, karena aku tak membawa tisu lebih mudah ditebak bukan bagian baju ku yang mana yang akan menjadi lap cairan bening dari hidung El? Aku pasrah, setidaknya aku bisa membantunya tenang saat ini.

"Gak apa-apa El, ini cuman hari yang buruk."

El masih menangis sementara aku semakin erat memeluknya. Begini lah seharusya, menebus segala dosa yang telah ku lakukan pada El, aku lebih memilih menjadi malaikat pelindung dari pada manusia brengsek, tapi... tentu semua harus atas seizin El. Aku sungguh tak tahu diri jika masih berharap dia akan memaafkan meski tetap saja jauh di lubuk hati terdalam, sungguh, ingin sekali aku mendapat kesempatan itu. Setelah cukup tenang, El mulai berhenti menangis, matanya menjadi sembab. Ku usap sisa bulir air mata di pipi, merapihkan rambutnya yang kacau karena bertemu kemeja milik ku.

"Udah baikan?"
"Iyah,"
"Good girl."
"Aku mau pulang Vey,"
"Tapi bentar, hari ini kamu udah makan atau belum? Kamu pucet banget,"
"Belum, tapi aku ngantuk."
"El, kamu lagi ngerjain skripsi gak boleh sakit, aku temenin makan ya."
"Enggak,"
"Loh? pokoknya kamu harus makan sebelum pulang."
"Tapi Harvey,"
"Di kosan siapa yang bakal rawat kamu kalau sakit?"
"Gak tau,"
"Aku mau sih, cuman skripsi kamu kasian. Udah ayo kita makan dulu."

Dalam kondisi frustasi mengerjakan skripsi, alangkah baiknya orang seperti ku menjadi teman pengertian yang tidak mudah percaya begitu saja dengan apa yang El ucapkan. Sungguh, aku hampir menghabiskan separuh uang di dompet hari ini karena El begitu rakus memakan berbagai menu di restoran cepat saji, tak lupa dia juga memesan dessert seperti kue dan eskrim. Entah berapa kali aku bergeleng kepala, melihat El sepertinya sangat kelaparan.

"Kamu ngapain aja akhir-akhir ini?"
"Nyari narasumber,"

Percayalah aku sama sekali tak ditengoknya, mata, mulut dan tangan El fokus pada makanan di meja.

"Um, gitu ya. Ngomong-ngomong, kamu udah gak makan berapa hari?"
"Tiga hari, aku cuman minum jus doang sama air putih."

Pertanyaan ku tentu saja hanya gurauan, tapi dia menjawab dengan begitu polosnya. Sekarang aku mengerti kenapa El tak segan-segan memasan banyak menu hari ini. Beruntung tadi saat di kantor aku sempat mendapat traktiran dari rekan kerja, jadi yang ku lakukan hanya menunggu El menyelesaikan makanannya.

"Kamu ngapain ke kampus?"
"Aku? Ahh~ ngambil fd Rei, ketinggalan di meja Pak Muji."
"Kamu habis ngantor?"
"Iyah,"
"Nanti aku ganti makan hari ini, aku gak bawa cash."
"Loh? Gak usah, lagian aku dapet bonus kok."
"Bonus?"
"Iyah, kamu udah baca belum artikel terbaru produk perusahaan ku?"
"Belum,"
"Baca deh,"
"Nanti aja kalau udah dapet narasumber,"
"Apa hubungannya?"
"Gak ada,"

Emosi El naik turun seperti jungkat-jungkit tapi aku akan menjadi orang paling sabar untuknya hari ini, apa pun yang El lakukan akan ku maklumi.

"Um, aku jadi penasaran, kamu ngambil skripsi apa?"
"Rahasia,"
"Ahh~ gitu ya, oke."

Aku adalah manusia sabar untuk El, tak apa, aku tak akan mempermasalahkan apa pun tentang El hari ini, aku janji.

"Um, Harvey?"
"Ya?"
"Aku, aku mau-"
"Tenang aja El, kalau kamu mau aku pergi aku bakal pergi tapi please habis kamu makan dan aku anterin pulang ya. Aku janji gak akan gangguin kamu lagi, cuman kamu jangan nangis kayak tadi depan orang lain. Kamu boleh jaga jarak sama aku tapi kalau kamu butuh orang buat dipeluk atau cerita, aku bakal datang, kamu boleh manfaatin aku sesuka hati kamu, aku gak akan marah, janji"

Kami diam, El menatap ku dengan sangat serius membuat ku salah tingkah dan kebingungan untuk menanggapinya. Padahal dia hanya bicara tiga kata tapi aku seperti ditodong penjelasan panjang lebar.

"Aku mau cola lagi."

Sial. Harus ku taruh di mana muka ini? Alih-alih mendengar ucapan El sampai akhir, aku malah bersikap seperti orang bodoh. Rasa malu ku terbit seirama dengan langkah kaki yang mulai berjalan ke meja kasir memesan cola ketiga untuk El.

Ma;ngata

MangataWhere stories live. Discover now