Mg; 13

199 39 11
                                    

ma• ngata /mangata/ n bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan.

; Ku katakan untuk tak melaju karena kamu mungkin akan terjatuh, tapi kamu tak mau mendengar dan tetap melakukan hal serupa meski kembali terluka untuk kesian kali.

Semangat ku seperti hilang dihisap black hole, perumpaan lubang hitam yang menyedot apa saja ke dalamnya, ku rasa tak berlebihan saat gairah untuk menjalani aktifitas pergi entah kemana

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Semangat ku seperti hilang dihisap black hole, perumpaan lubang hitam yang menyedot apa saja ke dalamnya, ku rasa tak berlebihan saat gairah untuk menjalani aktifitas pergi entah kemana. Jenny sangat khawatir dengan kondisi El, dia berencana untuk membantu El itu pun jika El sudah mau terbuka dengannya mengenai apa yang sedang terjadi. Aku sendiri seperti terbebani hal lain karena sulit sekali rasanya berhenti memikirkan cerita yang Jenny katakan tentang diri ku pada El.

Seumpama ditarik ke masa lalu, aku berkelana ke masa saat belum mengenal atau dekat dengan El.

Harvey, nama pemberian orang tua ku, berharap bisa mendapat pendidikan lebih baik di ibu kota, aku merantau lepas diterima oleh salah satu universitas. Sejak kecil aku tak pernah pergi seorang diri apalagi menetap di tempat baru, semuanya terasa asing dan sulit. Aku bertemu berbagai macam orang, mulai dari mereka yang hanya datang saat ada maunya, mereka yang coba menyesatkan pada hal-hal negatif, hingga mereka yang dengan tulus mau berteman dengan ku. Namun, jenis orang ketiga sangat sulit ku temui... seperti El contohnya. Bohong jika aku tak mengakui bahwa, ya, aku sadar El selalu berusaha untuk lebih dekat dengan ku, sejak awal, sejak semester pertama aku tahu apa yang Jenny maksud dengan usaha El. Tapi, seperti dibuai kebebasan tak bergaransi, Harvey yang masih remaja terlalu banyak ingin tahu tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapi.

Aku mengabaikan El dengan sengaja, ku pikir dia bukan lah teman yang cocok dengan aku yang memilih pergi ke club, bersenang-senang hingga pagi, minum alkohol dan bermain perempuan. El dulu, menurut ku dia adalah perempuan konservatif yang hanya diam di rumah, menuruti perkataan orang tua, persis seperti anak tetangga di rumah orang tua ku. Akibat ceroboh karena terlalu asik menghabiskan waktu dengan manusia-manusia menyesatkan, akademik ku menurun, hingga pernah aku mendapat IP sangat kecil dan semua berujung dengan amukan Ayah yang mengancam akan membawa ku pulang. Aku jadi pemberontak, alih-alih bertobat semua jadi semakin kacau. Bagian lucu dari skenario hidup ku adalah El tak pernah berhenti bersikap baik, bahkan setelah diabaikan dan ditolak, tapi, sial... hati nurani ku pergi entah kemana. Benar apa yang Jenny curiga kan, aku memanfaatkan kebaikan El untuk membantu akademik ku... sampai titik dimana semua menjadi lebih baik karena aku yang berhasil mendapat nilai memuaskan, oh atau tepatnya El berhasil membuat ku mendapat nilai memuaskan. Kami mulai dekat sejak beberapa semester lalu, aku kemudian paham akan ketulusan El pada ku terlepas apa pun niat yang dia simpan dibaliknya tapi aku tahu El selalu mau menolong Harvey tanpa embel-embel apa pun, dia mengabaikan penghakiman orang-orang terhadap ku, mengabaikan gunjingan miring tentang diri ku, menerima aku apa adanya dan selalu berusaha membantu ku menjadi versi terbaik dari diri ku.

Aku tahu banyak kebiasaan buruk yang tertinggal hingga hari ini, aku kadang masih mabuk dan pergi ke club, tapi El akan berkata tak apa-apa selama aku memang berniat ingin memperbaiki diri, hanya saja sulit melakukannya sendiri, tanpa bantuan El aku bahkan lupa untuk mencintai diri ku dan sekarang baru lah aku menyadari betapa aku sangat membutuhkan El, dia membuat ku sangat bergantung meski aku selalu dan selalu menjadi seorang brengsek untuknya.

El... dia memang perempuan konservatif, kadang pemikirannya kuno dan sangat polos, tapi dia lah yang tak memakai topeng saat berbicara dengan ku. Dia selalu jujur dengan apa yang dirasakannya, dia memberikan deskripsi ketulusan setiap kali kami bersama dan darinya aku jua belajar untuk bertutur tulus pada orang lain. Meski lebih banyak orang brengsek yang ku temui dalam hidup, El mengingatkan ku selalu ada satu di antara seribu orang sepertinya yang siap memeluk memberi kehangatan akan dinginnya kehidupan. Aku sering kali mengeluh karena harus bekerja sambil kuliah, meski ini adalah hukuman yang ayah beri tapi tak sepenuhnya ku terima jika saja El tak mau menjadi pendengar setia atas segala kerisauan hati.

"Selen pergi berapa lama?"
"Ha?"
"Selen pergi berapa lama, Harvey?"
"Dua bulan, Rei."
"Ehh?????? Kamu nangis?"
"Apa?"

Buku referensi yang sedang ku baca basah, sepertinya aku sudah menangis sejak tadi, harga diri ku selayak dihempas angin, malu sekali rasanya. Segera ku hapus sisa bulir air di mata, mengatur nafas dan menenangkan Rei yang siap membuat kegaduhan karena kejadian ini.

"Kamu kenapa Vey?"
"Ahh~ ini, aku baca cerita."
"Ha? Cerita apa yang di tulis di buku teori?"

Alibi ku lemah, bisa-bisanya Rei hapal buku yang sedang ku baca.

"Gak apa-apa Rei, biasa lah."
"Kamu putus sama Selen?"
"Enggak,"
"Terus? Musuhan lagi sama El?"
"Eng, enggak tau."
"Ya ampun, ini musuhan jilid dua Vey?"
"Apa sih Rei, mana ada jilid dua."
"Oh ini jilid tiga? Atau empat?"
"Berisik Rei kita lagi di perpus,"
"Lagian kamu kenapa juga nangis di perpus? Enggak ada tempat lain apa?"
"Aku aja gak sadar, barusan nangis."
"Ya Tuhan, kasian banget Harvey."
"Enggak ah, berlebihan kamu."
"Padahal kamu yang jauhin El pertama, tapi kamu yang kesiksa sendiri, apa pun masalah kalian tapi semoga cepet baikan lagi. Sedih aku liat kamu begini."

Aku hanya bisa tersenyum, melihat Rei khawatir adalah pemandangan langka, karena dia adalah manusia super acuh yang ku kenal.

"Ngomong-ngomong itu bukannya, El?"

Tangan Rei menunjuk rak buku dengan seorang perempuan yang sedang berdiri mencoba mengambil salah satu koleksinya.

"Iyah, itu El."
"Kamu ngerasa gak sih Vey, El, akhir-akhir jadi cantik banget."
"Keliatan jelas emang?"
"Apanya?"
"El dari dulu juga emang cantik, tapi sekarang emang makin keliatan jelas Rei?"
"Eh?????"
"Apa!"
"Um, sebenernya bukan aku doang sih yang ngerasa El jadi cantik banget, anak cowok di kelas juga. Tapi, cuman kamu yang jawabannya paling aneh, suka, Vey?"
"Ngelantur kamu."
"Gitu ya, tapi kalau mau jujur tenang aja, aku gak akan bilang siapa-siapa."
"Apa sih Rei,"
"Yaudah. Tuh bantuin El, dia kesusahan ambil buku, kayaknya tangga kecil lagi dipake orang."

Setelah melihat kondisi El, sepertinya dia memang sedang kesulitan mengambil buku di rak bagian atas. Aku berdiri, melangkah, mendekat pada El lalu membantunya.

"Ini?"

Tanya ku, melihat ke arah El seraya menyodorkan buku tersebut.

"Iyah."

Kepala ku mengangguk begitu saja, aku tersenyum kemudian berbalik, siap melangkah pergi keluar perpustakaan karena tak ada lagi yang ingin ku lakukan di tempat ini tapi El tiba-tiba memegang lengan ku.

"Kamu nangis?"
"Ha?"

Kami diam dalam keheningan, tatapan El kemudian memudar saat dia menunduk, melonggarkan genggamannya dan pergi meninggalkan jajaran rak buku dan aku seorang diri dengan rasa penasaran dan rindu untuk kembali melihat bola mata indah itu.

- catatan; selain Sehun, seulgi, Kai, kira-kira menurut kalian siapa lagi yang meranin setiap karakter?

Ma;ngata

MangataМесто, где живут истории. Откройте их для себя