Mg; 06

239 48 4
                                    

ma• ngata /mangata/ n bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan.

; Keterkejutan ku bukan karena kamu, tapi keadaan yang menyelimuti di antara kita.

Sepulang dari rumah El, aku sempat berkunjung ke mini market dekat kosan, membeli camilan kesukaan El, khususnya coklat batangan tanpa kacang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang dari rumah El, aku sempat berkunjung ke mini market dekat kosan, membeli camilan kesukaan El, khususnya coklat batangan tanpa kacang. Ku harap, apa yang menjadi ke khawatiran Mamah El tak sepenuhnya nyata, karena aku pun akan sama khawatirnya jika El lupa merawat diri di sela mengerjakan skripsi.

Setelah berganti baju dengan setelan lebih rapih, aku mencari kosan El. Jika tak salah menerka, kosan El berada di Utara dari arah kampus yang artinya ujung dengan ujung apabila kosan ku menjadi patokan.

Aku sangat bersemangat, kali ini adalah kesempatan berharga. Ku pikir, dibanding bertemu dengan artis atau penyanyi idola maka tingkat kesulitan untuk bertemu El lebih merepotkan dari pada mereka.

Setelah belasan menit mencari akhirnya ku temukan bangunan berlantai tiga dengan tulisan khusus putri. Ada pagar cukup menjulang tinggi berwarna hitam dan tertutup rapat, ku tekan bel beberapa kali hingga seorang wanita paruh baya keluar dan menyapa ku.

"Elnya ada Bu?"
"El?"
"Eileen,"
"Ohh dek Eileen, masnya siapa ya?"
"Saya temennya Bu,"
"Ada apa berkunjung malam-malam?"
"Jadi betul ya ini kosan El?"
"Betul mas, tapi jam tamu sudah lewat,"
"Gak apa-apa Bu, saya mau titip ini aja buat El. Besok pagi saya ke sini lagi."
"Um, anu, masnya apa gak dikasih tau sama dek Eileen?"
"Kasih tau apa Bu?"
"Udah tiga hari dek Eileen gak pulang mas, katanya mau ngerjain skripsi di rumah."
"Ngerjain skripsi di rumah?"
"Iya mas, dek Eileen kalau gak ada di kosan ya pulang ke rumah."

Siapa di sini yang berbohong? Ku pikir ekspresi Mamah El juga wanita paruh baya ini sama sekali tak sedang menyirat sesuatu yang disembunyikan, apa mungkin El yang justru sedang berbohong? Tapi untuk apa? Ke mana dia pergi? Semua hal ini membuat ku bingung, siapa sebenarnya yang sedang berbohong?

"El pulang kapan, Bu?"
"Kurang tau kalau itu mas, coba dikontek aja dek Eileennya."
"Maaf Bu, tapi HP saya rusak nomor El ada di HP yang lama. Kalau ibu punya nomor El, boleh saya minta?"
"Ohh pantes masnya gak tau, tapi bener kan mas temennya dek Eileen?"
"Bener Bu, ini saya ada kartu mahasiswa, saya sekampus bahkan sekelas sama El."
"Gitu ya, yasudah tunggu sebentar ya mas."

Implusif berbohong membuat ku terkejut sendiri untuk kesekian kalinya, bagaimana bisa mengatakan HP ku rusak sementara di saku celana benda itu baik-baik saja? Tapi semoga aku tak lupa mengubah mode nyaring ke diam, karena bisa celaka aku jika sampai ketahuan. Beruntung Kartu tanda mahasiswa selalu ku bawa di dompet, meski tak pernah ku kira akan berguna di saat-saat seperti ini.

"Ini no telpon dek Eileen, besok-besok kalau mau berkunjung di bawah jam 10 malam ya mas."
"Siap Bu. Makasih banyak ya Bu,"
"Iyah mas, mari."

Aku kembali ke kosan, menyalin nomor El ke HP lalu menghubunginya. Beberapa kali ku telpon, tak ada jawaban. Ke mana anak itu sebenarnya?

Pesan singkat masuk ke WhatsApp, ku buka dan baca yang isinya ajakan Rei untuk pergi ke club. Ada beberapa pesan singkat dan panggilan tak terjawab jua dari Selen, firasat ku menaruh curiga akan sesuatu yang tak beres.

Ku ambil jaket lalu menghubungi Rei, tak lama panggilan ku berbalas.

"Kamu di mana Rei?"
"Masih di rumah bro,"
"Bisa ke Club duluan gak? Kayaknya Selen mabuk,"
"Eh? Serius?"
"Dia gak jawab panggilan ku,"
"Ya Tuhan, kenapa sih anak itu?! Apa gak bisa tunggu ada kamu dulu baru mabuk, udah tau cowok suka nyari kesempatan dalam kesempitan."
"Kalau kamu ketemu dia duluan ajak pulang ya, jarak kamu lebih deket dari pada aku."
"Iyah siap, aku berangkat."
"Makasih Rei,"
"Iyah bro ku,"

Jalanan akan semakin lenggang jika malam menyapa, aku bisa memacu motor dengan sangat cepat tanpa khawatir akan kendaraan lain. Setengah jam berlalu, akhirnya aku sampai di club. Di ujung sebelah kanan, ku lihat ada Rei dan Selen pada salah satu table. Wajah Rei sudah khawatir berpadu pucat karena sepertinya Selen tak ingin di ajak pulang.

"O! Sayang?"

Begitu melihat wajah ku, Selen yang sempoyongan berdiri memeluk lalu mencium ku.

"Mereka gak percaya kamu pacar aku,"

Masih dalam keadaan mabuk, Selen berbicara seraya menunjuk beberapa orang wanita yang juga sudah mulai mabuk sepertinya.

"Masa mereka bilang, seorang Harvey gak mungkin punya pacar? Emang susah ya sayang, kalau punya pacar terkenal kayak kamu, aku repot."
"Kita pulang yu."
"Enggak! Aku masih mau minum,"
"Kamu butuh istirahat,"
"Enggak. Cium aku sayang, aku kangen banget sama kamu."

Rei bergidik ngeri, sementara wanita lain terlihat kembali terkejut dengan ucapan Selen.

"Kita ke kosan yu, aku masih banyak tugas."
"Tugas, tugas, tugas! Sejak kapan sih kamu jadi maniak kuliah? Emang belajar di kampus gak cukup! Kamu ketularan si cewek itu tuh makanya sok sokan fokus kuliah! Udah deh, kita nikmatin aja hidup, lagian bukan cuman kuliah yang bisa kita urus. Have fun sayang, have fun!"
"Selena!"

Aku tak mengira akan membentak Selen di tengah keramaian, tapi sungguh apa yang Selen ucapkan keterlaluan. Baik karena El atau bukan, kuliah memang menjadi prioritas ku saat ini, tak bisa diganggu gugat.

"Maaf,"

Wajah Selen menunduk, sejurus kemudian dia pingsan. Lebih mudah untuk ku membawa tubuhnya pergi dari club dengan keadaan seperti ini dibanding dia yang setengah sadar mengoceh tanpa henti.

"Ayo Rei,"

Kami membawa Selen ke tempat parkir, karena sudah hapal kebiasaan pacar ku, pun karena sering ku repotkan, Rei selalu membawa mobil tiap kali pergi ke club mengantisipasi kondisi macam ini. Aku tak mungkin membawa Selen di atas motor, dia bisa jatuh karena sedang tak sadarkan diri sementara aku sendiri tak memiliki mobil. Setelah memasukan Selen ke mobil dan memakaikan sabuk pengaman, aku bersiap jua menaiki mobil, duduk disebelah kursi kemudi. Namun niat ku terhenti,

"Bro, ayo."
"Bentar Rei,"

Dari jarak sekitar lima meter, ku lihat seorang perempuan berdiri diam seperti sedang menunggu. Rambutnya diurai sampai ke bahu, poninya terjepit ke sebelah kiri sementara kakinya terekspos begitu saja dibawah rok mini yang dia kenakan, jika aku tak salah mengira meski mungkin aku juga keliru, aku akan sangat terkejut andai dia adalah orang yang ku kenal. Bagaimana tidak? Dia menggunakan croptop dicuaca malam yang sangat dingin sementara kain kurang bahan itu tak bisa menutup seluruh lengan juga perutnya, aku mendekat, terhipnotis begitu saja untuk meyakinkan diri.

"Harvey?"

Teriak Rei dari kejauhan, aku mendengarnya hanya saja tak bisa menggubris Rei saat ini.

Semakin dekat jarak di antara kami, tak membuat si perempuan kian sadar akan kehadiran ku. Dia masih menunduk, entah memainkan apa dengan sepatu haknya.

Jantung ku, seperti mau berhenti berdetak, langkah ku tak bisa semakin mendekat kala mata kami beradu dibawah sinar temaram. Dia melihat ku terkejut, begitu pun aku padanya. Kami saling diam, hingga keyakinan ku berubah menjadi kenyataan yang jelas.

"El?"

Wajahnya yang dipoles make-up tipis tak bisa menyembunyikan bagaimana keterkejutan menyelimuti kecantikannya. Aku terpaku, namun El masih terkejut akan keadaan.

- catatan; kebayang gak sih Seulgi kayak gimana? Wkwk

Ma;ngata

MangataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang