Mg; 17

192 39 8
                                    

ma• ngata /mangata/ n bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan.

; Di bawah pohon rindang, aku dan kamu duduk menikmati hari berlalu seraya merangkai untaian kenangan agar manis diingat.

Aku terbangun di bawah sinar matahari pagi, mata ku terjaga meski tidak dengan tubuh ku yang memilih tetap di kasur dalam selimut seraya memeluk El

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku terbangun di bawah sinar matahari pagi, mata ku terjaga meski tidak dengan tubuh ku yang memilih tetap di kasur dalam selimut seraya memeluk El. Entah bagaimana bisa terjadi, tak begitu banyak yang ku ingat hingga adegan El dalam dekapan membuat ku terkejut namun  bersyukur, setidaknya aku tak perlu berupaya keras untuk membuat kami ada dalam situasi ini. Semua alasan yang membuat El nekat melakukan hal gila, mengundang orang lain masuk dan melakukan kekacauan, aku masih mencari cara agar lelaki bajingan itu berhenti mengejar El dan menemukan informan untuk skripsinya. Jika dibiarkan mungkin keselamatan El akan menjadi taruhan, mengingat aku tak berada di samping El selama 24/7 maka segala asumsi liar bisa berubah jadi nyata.

Ku pendam kan wajah pada rambut El, aroma khas bunga yang menyeruak selalu ku suka entah kapan pun dan dimana pun itu. Semalam sepertinya aku cukup mabuk walau berusaha keras menyelematkan El dan sampai ke sini, ku harap sebagian lain ingatan yang tak ku ingat tak mengundang hal memalukan atau konyol yang akan ku sesali.

"Harvey, kamu udah bangun?"
"Um."

Wajah El menengadah, kami saling menatap satu sama lain. Melihatnya sedekat ini jarang sekali ku lakukan, dia terlihat cantik bahkan dengan sisa make up yang tak dibersihkan.

"Udah jadiin aku gulingnya?"
"Eh?"

El bangun, dia mendudukkan diri, tersisa aku yang masih merebahkan diri di kasur.

"Kamu gak kerja, Vey?"
"Libur,"
"Ohh~"
"Kamu ada janji hari ini, El?"
"Gak ada."
"Ohh~"
"Aku mau tanya sesuatu,"
"Apa, El?"
"Kenapa Jenny cerita sama kamu?"
"Aku kasih tau dia tentang kita yang ketemu di club. Kamu udah cerita sama dia tentang skripsi?"
"Belum semuanya,"
"Dia emang gak bilang, alasan dia kasih tau aku?"
"Um, enggak. Dia cuman bilang, kamu udah tau,"
"Ahh~ aku juga mau nanya sesuatu El."
"Apa, Vey?"
"Kamu nulis di blog?"
"Udah enggak,"
"Kenapa?"
"Gak ada cerita yang bisa aku tulis,"
"Ohh~"
"Kamu pasti udah baca,"
"I, iya. Moon's way, apa itu aku?"
"Memang siapa lagi?"
"Akhir-akhir ini aku ngerasa jadi orang jahat, apalagi setelah tau semua cerita kamu tentang aku. Rasanya sangat gak nyaman harus jadi antagonis buat kamu El."
"Selama aku hidup, aku pasti ngalamin hari yang buruk. Kamu cuman satu dari sekian alasan hal gak menyenangkan terjadi, jangan salahin diri kamu."

Aku terdiam, meski mengerti apa yang El maksud tapi rasa bersalah dan malu tak bisa ku lenyapkan begitu saja. Batin ku terus merasa risau, ingin sekali mendapat maaf tapi tahu diri aku tak pantas diberi maaf, tak ada yang bisa ku lakukan.

Brug!

Pintu terbuka, seseorang masuk tanpa kami duga.

"Kalian udah bangun?"
"Rei?"
"Sarapan udah siap, Vey. Kalian laper gak? Atau mau tidur?"
"Um,"
"Saran ku mening kalian sarapan dulu, baru lanjut tidur lagi."
"Ok,"
"Tapi pake baju dulu ya Vey, entar masuk angin. Ahh~ nomong-ngomong kalian kayak habis malam pertama aja, berantakan."
"Sembarangan kamu."

Aku bergegas bangun, mengambil baju yang tergeletak di lantai.

"Kamu mau makan El?"
"Um, aku mau mandi dulu."
"Ok,"

Bukan main memang, ku lihat meja makan sudah dipenuhi makanan. Sebagai anak kos yang kadang harus berhemat atau lupa makan, aku sudah jarang melihat hal seperti ini, kecuali mungkin jika pulang ke rumah tapi itu pun sudah jarang, aku sendiri lupa kapan terakhir kali mengunjungi orang tua.

"Nyampe jam berapa, Rei?"
"Subuh, Vey."
"Langsung ke sini?"
"Um, iya. Aku khawatir sama kalian,"
"Kami baik-baik aja,"
"Tau kok, orang kalian tidur nyenyak banget... sambil pelukan lagi. Harvey, perasaan kamu gak pernah meluk perempuan sambil tidur, Selen aja enggak, yah jangan tanya yang lain, apa senyaman itu tidur sama El?"
"Ngomong apa sih kamu?"
"Udah mirip pasutri banget sumpah."
"Serius? Tapi aku gak inget kenapa aku sama El bisa tidur bareng,"
"Paling kamu pingsan karena mabuk,"
"Iya, ya? Padahal pas di hotel sama Dara aku kayak udah siap tidur, pusing banget sumpah tapi begitu sadar El dalam bahaya, gak tau deh dapet kekuatan super dari mana bisa sadar begitu."
"Dara siapa? Um, mungkin insting bertahan hidup, berarti El itu sangat amat dangat berharga buat kamu."
"Oiya?"
"Kamu yang ngerasain, kok nanya aku?"
"Um... mungkin, iya."
"Jantung ku hampir copot begitu kamu telpon kemarin,"
"Maaf Rei, aku juga gak nyangka. Ohh~ Dara perempuan di club."
"O yang nelpon aku itu? Tapi kok bisa sih Vey, El ada di hotel malem-malem?"
"Dia lagi ngerjain skripsi, fenomenologi, tentang jasa prostitusi. Singkatnya dia dijebak-"
"Dan ketemu sama lelaki yang kamu ceritain waktu di club?"
"Kamu tau dari mana?"
"Anak buah Kaka ku yang bilang. Tenang Vey, aku udah minta bantuan Kaka, lelaki itu pasti bakal jauhin El."
"Gimana caranya?"
"Ada, kamu gak perlu khawatir. Aku jaminannya."
"Syukur kalau gitu,"

El datang, dia terlihat lebih segar dari sebelumnya, kemudian duduk di salah kursi bersama kami.

"Makasih banyak ya, Rei."
"Sama-sama El. Aku denger dari Harvey kamu lagi ngerjain fenomenologi?"
"Um, tapi aku masih stuck diinforman."
"Berapa banyak informan yang kamu butuh,"
"Dua,"
"Itu informan kunci?"
"Iyah, satu orang psk sama mahasiswa penguna jasa prostitusi."
"Aku bakal bantu kamu,"
"Ha?"
"Aku punya link, kamu gak perlu khawatir nanti biar aku atur jadwal wawancaranya, kamu bisa ketemuan dan selesein skripsi."
"Kamu serius Rei?"

Seperti melihat secercah harapan, El terlihat begitu bahagia karena bantuan yang Rei beri.

"Aku bakal temenin kamu, kalau mau wawancara."
"Gak usah Vey."
"Gak bisa, pokoknya aku ikut."

Dibanding berdebat, yang El lakukan ialah mengambil piring dan siap menyantap makanan.

"Kalian udah baikan?"

Rei kembali membuka topik obrolan, aku memilih diam, tak tahu harus bicara apa karena semua sangat membingungkan.

"Aku kangen ngeliat kalian akur lagi, kalau dipikir-pikir udah lama juga kalian kayak sekarang. Tahu gak El, sejak kamu jauhin Harvey, anak ini tuh nempelin aku terus, aduh ganggu banget sumpah, aku jadi gak bisa pacaran kan."
"Wah, jadi ini pengakuan kamu sebagai temen Rei?"
"Ahh~ pasti El jauhin kamu karena kamu nempel terus juga kan?"
"Enggak! Emang aku gak punya kerjaan? Aku tuh orang sibuk, sibuk banget! Paham?!"
"Nah liat kan El, gak mau ngaku dia."
"Serius!"

Entah niat bercanda atau Rei sedang tulis mengungkap kan isi hatinya, tapi sungguh menjengkelkan dituduh seperti itu. Lagi pula aku tak memiliki banyak teman, harusnya dia paham resiko kenal dengan orang seperti ku, yang benar saja.

"Kamu belum seberapa Rei,"
"Ha????? Serius kamu El?"
"Pernah ya, aku sama Harvey beli buku terus aku kebelet pipis dia bukannya nunggu di kasir atau depan toko malah nunggu di depan toilet perempuan, saking nempelinnya."
"Wah gila sih Harvey, segitunya sama kamu."
"Masih banyak lagi Rei, banyak banget."
"Apalagi El? Apalagi? Ayo ceritain semuanya."

Asataga aku tak menyangka El akan bersekongkol dengan Rei dalam masalah ini, mereka membuat ku jengah.

"El!!!! Jangan bilang-bilang Rei, mulut dia tuh bocor harus dilakban."

Selanjutnya, Rei dan El tertawa, hanya aku satu-satunya yang tak menikmati sarapan pagi ini. Percaya lah, mereka masih mengobrol, membicarakan banyak aib ku seolah aku tak ada di sini, sangat nyaman untuk terus menyindir dan memojokkan ku. Ahh~ jika saja mereka adalah orang asing maka aku tak akan peduli, sungguh menyebalkan.

Ma;ngata•

MangataWhere stories live. Discover now