Mg; 04

317 56 4
                                    

ma• ngata /mangata/ n bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan.

; Paragraf itu menghilang, tentang kamu yang berkeluh aku hanya menjadi alasan rasa sakit hinggap menerus di hati.

Aku masih duduk mendengarkan ide yang teman-teman beri tentang arahan tugas pembuatan iklan, sebagai sutradara outdoor tentu aku harus mengerti bagaimana kondisi lapang yang akan digarap begitu pun dengan naskah dan kerjasama seluruh anggota tim

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Aku masih duduk mendengarkan ide yang teman-teman beri tentang arahan tugas pembuatan iklan, sebagai sutradara outdoor tentu aku harus mengerti bagaimana kondisi lapang yang akan digarap begitu pun dengan naskah dan kerjasama seluruh anggota tim. Meski semester delapan belum mendekati UTS tapi khusus dosen mata kuliah iklan, beliau sudah memberi tahu kami jenis tugas ujian dan akan lebih baik jika dipersiapkan dari jauh hari. Aku tak memiliki kegiatan selain bekerja, kuliah dan menghabiskan waktu dengan Selen maka pertemuan seperti ini tak menjadi beban.

"Menurut kamu gimana, Harvey?"
"Kalau menurut aku, kita harus observasi dulu... langsung ke tempat syuting. Soalnya kalau cuman nebak atau ngeraba takutnya ada kondisi diluar prediksi jadi jatuhnya malah kayak engga bikin persiapan yang baik."
"Betul sih, temen-temen gimana? Ada yang bersedia observasi? Lebih cepat lebih baik,"

Tak ada yang menjawab pertanyaan Zydan, ku lihat Peter menundukkan kepala sementara Mike pura-pura mengambil rokok.

"Biar aku yang observasi, tapi sekitar dua atau tiga Minggu lagi, gimana?"
"Serius Harvey?"
"Asli Zydan,"
"Yaudah biar aku temenin,"
"Ok, Peter sama Mike juga boleh ikut kalau senggang, yang penting jangan maksain."
"Sip, berarti kita keep dulu hasil kerja kelompok hari ini sampe observasi selesai ya."
"Siap Zydan, ngomong-ngomong Kean sama Ivan gak akan datang?"
"Rumah mereka pada jauh kalau ke kampus, pasti macet di jalan apalagi Ivan, ngebayangin jalan ke rumahnya aja udah bikin males duluan."
"Ahh~ yaudah, hasil diskusinya share aja di grup."
"Iyah, mau kok."
"Oke,"

Kami semua serius saat berikrar ingin jadi sarjana dan tak mau menghabiskan waktu dengan sia-sia. Buktinya, di sela libur pun kami tetap memaksakan untuk bertemu menyelesaikan tugas walau sesudah buku ditutup kini giliran rokok dan kopi yang menjadi teman mengobrol.

"Aku sama Peter mau pesen makan, kalian mau?"
"Um, aku mau ayam nasi."
"Oke, kamu Zydan?"
"Enggak dulu Mike."
"Oke, kalau ada lagi pesenannya chat aja ya."

Zydan mengangguk, begitu pun aku.

Selagi menunggu Mike dan Peter memesan, ku lihat Zydan sibuk berkutat dengan HPnya, seperti sedang membalas pesan-pesan penting. Dari pada mematung diabaikan seorang diri, aku memilih kembali membuka laptop, tetapi tak ada yang bisa ku lihat selain file tugas dan folder berisikan film-film teranyar. Apakah menonton salah satu film akan menghilangkan kebosanan ku? Uh, rasa malas dan sedikit keinganan untuk membahagiakan diri terus bergejolak dalam benak, membuat ku hanya mematung menatap layar laptop.

Lama terdiam, tanpa sadar aku membuka laman browser, sejenak aktifitas ku terhenti, jelas saja karena aku merasa seperti telah disihir... Um, atau mungkin dituntun keinginan alam bawah sadar? Ah, apa pun itu, aku tak berniat membaca kembali website pribadi milik El.

"Kenapa Vey?"
"Ha?"
"Serius gitu mukanya."
"Emang?"
"Ngaca coba,"
"Ahh~ ini, aku bingung mau milih film yang mana buat ditonton."
"Ohh, coba tonton film ini aja, um, kalau gak salah judulnya parasit. Kata orang-orang itu seru, review-nya juga bagus."
"Oiya? Oke deh,"

Peter dan Mike telah kembali, kami menunggu pramusaji mengantarkan makanan seraya menyesap kopi atau menghisap rokok. Aku terpaksa melanjutkan sandiwara berpura mencari film yang Zydan maksud dan rasanya sungguh menggangu, ingin sekali segera ku akhiri kebohongan ini.

"Vey, aku mau nanya,"
"Apa Mike?"
"Aku sama Peter beda pendapat tentang cewek."
"Pendapat apa emang?"

Beruntung, Mike berhasil mengalihkan atensi ku dari layar laptop.

"Tapi Vey, Mike sama aku itu beda tempat asal, beda juga budaya yang dibawa, pasti pendapat tentang cewek juga beda."

Aku bahkan belum berucap sepatah kata, saat Peter menyela dan terdengar seperti sedang mempertahankan diri.

"Oke, tapi aku gak tau kalian mau ngomongin apa, jadi aku gak bisa berkomentar."
"Gini Vey, menurut kamu cewek nakal itu yang kayak gimana?"
"Um, cewek nakal ya,"
"Iyah Vey, ayo dijawab."
"Tergantung kalian mendefinisikan nakal itu apa? Apa karena berlaku gak sesuai norma sama nilai yang ada di masyarakat yang ditinggali? Atau berlaku gak seperti orang-orang pada umumnya dalam satu budaya tertentu? Atau karena cenderung ngelakuin hal-hal tabu yang lebih banyak ngundang dampak negatif?"

Reaksi Peter dan Mike saling melihat satu sama lain sebelum mengerutkan halis lalu menatap ku.

"Kok kamu malah bikin aliran sendiri sih Vey?"
"Ha? Maksud kamu apa Peter?"

Sungguh, aku tak mengerti maksud dari ucapan Peter.

"Eh, bentar. Tapi Peter, kalau menurut ku justru jawaban Harvey hampir sama kayak jawaban aku. Standar untuk kategori nakal jadi bias kalau indikasinya dipecah karena ada banyak sub dari yang melatar belakangi."
"Mike, kok tumben kamu ngomongnya kayak mahasiswa pinter?"

Tawa kami pecah, Zydan bahkan terbahak dengan pertanyaan Peter yang mungkin terkejut karena Mike bicara tak seperti biasanya.

"Jangan ngeledek kamu ya,"
"Enggak sumpah, cuman kaget aja."

Obrolan kami mengingatkan ku akan Selen, tak sedikit dari teman yang ku kenal memberikan kategori nakal padanya karena hobi Selen yang keluar masuk Club, meski aku tak berpikiran seperti mereka tapi tetap saja tak nyaman mendapat tatapan penuh tuduh dan penghakiman setiap kali kami bersama.

"Harvey, aku mau minta tolong dong,"
"Gimana?"
"Aku salah bawa buku referensi buat makalah, kamu bisa tuker ke perpus?"
"Oke,"

Jarak kafe dan kampus memang dekat, aku mengambil buku titipan Zydan, melangkah pergi menuju Perpustakaan. Selesai menukar buku, aku berencana segera pulang ke kosan dan tak berlama di kafe.

Menunggu di lantai delapan seorang diri, pada akhirnya pintu lift terbuka namun niat ku urung untuk menaikinya, mahasiswa memadati seisi lift, tak ada pilihan selain mengalah. Tak lama, pintu lift pun kembali tertutup.

Tapi... tunggu, bukan kah perempuan yang memakai kemeja hitam itu El? Dia sedang apa di kampus hari ini?

Aku terdiam, berbagai pertanyaan terus berkecamuk dalam benak. Ah, sial, rasa penasaran menghancurkan ego, tak lagi mempedulikan diri yang coba mengabaikan El, aku menekan tombol lift tapi... terlambat. Ku pilih menuruni tangga, berlari sekuat tenaga menuju lobby.

Dewi Fortuna memberkati ku, lift terbuka bersamaan dengan aku yang juga telah sampai. Ku tunggu semua orang keluar, satu persatu mulai pergi namun... tak ada perempuan berkemeja hitam di sana, tak ada El seperti yang ku lihat tadi. Aku lagi-lagi terdiam, apa aku sedang berhalusinasi? Apa aku begitu merindukan El hingga tak lagi bisa mengerti mana hal nyata dan ilusi?

Ma;ngata

MangataМесто, где живут истории. Откройте их для себя