16. Sebuah syarat

1.5K 68 1
                                    

Hari demi hari berlalu, dengan keadaan yang belum berubah dari sebelumnya. Sekarang adalah hari dimana Hizla akan berangkat ke ajang kompetisi bidang sains tingkat SMA. Gadis itu merasa gugup sekarang, sampai sarapannya belum ia lahap satu sendok pun.

Ia takut akan membuat orang orang kecewa padanya. Lagi, Hizla selalu merasa pesimis seperti ini.

"Hizla." Panggil Shilla lembut. "Kamu kenapa sayang?" Tanyanya.

"Hizla... nggak jadi ikut olimp boleh?" Tanya Hizla, yang membuat semua anggota keluarganya menengok serempak. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali. "Iya... iya... Hizla ikut." Ucapnya lalu menunduk.

Azriel yang duduk disamping Hizla menghembuskan napasnya kasar. "Kenapa mendadak jadi nggak mau ikut Zla?" Tanyanya tanpa menatap adiknya itu. Hizla melihat ke Azriel dengan bingung. "Hizla sekarang cemen banget ya, apa apa nggak berani."

"Dikit-dikit nangis." Azriel melanjutkan melahap sarapannya. "Dikit-dikit ngadu."

Aland dan Shilla hanya diam dan mendengarkan kata kata yang keluar dari mulut Azriel. Mereka tau niat Azriel itu apa. Sedangkan Hizla, matanya berkaca - kaca. Abangnya tak pernah mengatakan dirinya seperti itu. Ia benar-benar bingung ada apa dengan abangnya?

Azriel menengok ke Hizla yang terlihat kembali menunduk. "Mana Hizla yang dulu?"

"Hizla yang berani menghadapi apapun, padahal sangat amat merasa ketakutan."

Kalimat itu membuat Hizla mendongak dan menatap abangnya. "Ini Hizla adik abang kan?" Hizla mengangguk. "Ini Hizla yang pemberani kan?" Hizla kembali mengangguk. Azriel memegang kedua pundak Hizla. "Ini.. Hizla yang selalu buat, Mama, Papa, sama Abang senyum kan?"

Hizla mengangguk dan tersenyum, walau air matanya mengalir.

"Ayo dek! Semangat!! Kamu selalu buat abang bangga, dan sekarang berusaha lagi! Kamu pasti bisa!!"

Hizla langsung memeluk Abangnya. "Makasih bang." Azriel mengangguk sambil mengusap rambut Hizla.

Lalu Hizla berdiri dan mendekati sang- Papa. Ia memeluk dan mencium pipi kanan Aland. Kemudian Mamanya, Hizla memeluk erat Mama-nya. Shilla tersenyum lalu mencium pipi Hizla.

"Makasih Ma, Pa, bang." Hizla kembali mengembangkan senyum manisnya.

"Thank you my uwu family"

***

"Hai! ketemu lagi kita." Ujar seorang cewek dengan senyumannya yang khas.

"Mau ngapain lagi?" Nevin mengerutkan keningnya sampai alisnya hampir menyatu.

"Gue mau temenan sama lo."

"Tapi gue enggak."

Steffany melipat tangannya di dada. "Kalo lo nggak mau temenan sama gue, kenapa lo kasih tau nama lo waktu itu?"

"Ternyata itu?" Nevin mengalihkan pandangannya sebentar dari Steffany, lalu kembali menatap cewek itu dengan wajah yang berubah menjadi datar. "Tolong jangan ganggu gue, gue nggak bisa temenan sama lo. Sekarang gue lagi ada masalah, biar gue tenang dan nyelesaiin masalah itu." Nevin berlalu meninggalkan Steffany di perpustakaan.

Steffany tak mengerti, apa salahnya ia mengajak berteman. Ia menatap punggung Nevin dengan bingung. Kemudian gadis ini duduk, membuka bukunya lalu membaca dan berpikir apa yang akan ia lakukan selanjutnya untuk bisa berteman dengan Nevin.

HizlaWhere stories live. Discover now