PROLOG

200 44 17
                                        

"Tumben ngendon disini, bos? Udah selesai kencannya?" ledek Betrand.


Aksa tak menjawab. Dia mengambil duduk disebelah kedua temannya itu. Tak mengindahkan sama sekali ucapan teman error-nya yang udah kelewat error.

"Oh, gue ngerti nih, Bet. Pasti ditinggal lagi, nih," timpal Reyhan, lalu terbahak.

"Bat bet bat bet. Enak aja Lo manggil nama orang," protes Betrand.

"Lah, kan bener. Emang harus panggil apa? Trand? Ribet amat. Lidah gue keseleo. Makanya, cari nama, tuh, jangan susah-susah."

"Kok nyalahin gue? Salahin parents gue yang kasih nama," ujar Betrand tak mau kalah.

"Bisa-bisa gue ditimpuk sandal sama nyokap Lo."

"Kan bagus. Gue suruh larungin aja sekalian ke laut."

"Tega bener, sih, Lo sama temen sendiri."

"Emang Lo temen gue?"

"Yaiyalah."

"Kirain Lo babu gue."

"Sialan! Bukannya Lo yang selama ini jadi babu?"

"Kapan?"

"Lo kan sering nyapuin lapangan indoor di sekolah."

"Itu hukuman karena gue telat, tolol!"

"Sama aja Lo jadi babu, anying!"

Aksa semakin pusing dibuatnya. Bukannya menghibur, dua teman bobrok nya ini malah bertengkar. Gak guna banget punya sohib. Pilihannya untuk pergi kesini sepertinya salah.

"Diem, woy!" bentak Aksa pada akhirnya.

Kedua temannya yang semula berdebat tak henti-henti --hanya mempermasalahkan soal nama, kini menoleh dengan mulut sedikit terbuka. Gak ada kerjaan emang. Masalah sepele aja dibesar-besarin. Gak tau apa, kalau Aksa lagi badmood.

"Lo kalo mau marah-marah jangan disini, sa. Gue takut diusir yang punya," ujar Reyhan takut-takut.

"Sahabat lagi kesel malah digituin. Hibur kek. Gak guna banget Lo jadi kawan," celetuk Betrand.

Mulai lagi, deh.

"Lo yang gak guna, nyet!" balas Reyhan.

"Yee... Kok gue?"

"Yaiyalah, Lo."

Aksa memilih bangkit, menuju toilet. Meninggalkan teman-temannya yang tidak berguna untuk saat ini. Teriakan Reyhan dibelakang tidak ia hiraukan. Nanti juga mereka berhenti sendiri.

*****

"Gue pesenin minum dulu, ya. Lo tunggu sini. Gak usah kemana-mana. Jangan ngilang."

"Iya, iya. Buset, bawel amat," gerutu Karina.

Saziya pergi menuju meja bar yang tepat berada di depan meja kasir, sekaligus tempat memesan. "Mbak, ice chocolate dua."

"Bentar ya, kak," jawab salah satu pelayan di kafe ini, yang barusan Saziya panggil mbak.

"Mbak, tapi chocolate-nya yang manis. Kayak aku."

FLASHDISK Where stories live. Discover now