Red and Kiss (@mongtete)

395 4 0
                                    

CAST:

1. Lee Jaewook as Divan
2. Rowoon as Arron


Luar biasa, tugas kimia dari Pak Botak memang tidak main-main

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Luar biasa, tugas kimia dari Pak Botak memang tidak main-main. Seratus tujuh puluh lima nomor dan besok pagi sudah harus dikumpulkan.


Sekarang, Divan dan Arron harus rela untuk menghabiskan waktunya di perpustakaan sekolah. Sudah pukul setengah tujuh malam dan terhitung sudah lima jam mereka di situ.

Divan menghela nafasnya lagi untuk ke-dua puluh enam kalinya hari ini, ia meletakan alat tulisnya dan meraih ponselnya. Memilih untuk mengistirahatkan otak terlebih dahulu.

"Ron, lo tau cerita Didina si setan penjaga perpustakaan ini?" tanya Divan yang membuat pergerakan Arron berhenti seketika.

Melihat ekspresi Arron membuat Divan terbahak, "Lo percaya ada setan?"

"E-enggak! Kelakuan lo tuh mirip setan!" Arron melempar keripik kentangnya tepat di wajah Divan.

Divan meletakan ponselnya, menarik paksa bolpoin Arron dan menaikan satu alisnya, "Lo berani panggil Didina, nggak?"

Bruk

Belum sempat Arron menjawab, salah satu buku dari rak jatuh tiba-tiba, membuat keduanya menoleh dengan cepat.

Tidak ada seorang pun di sana, membuat Arron buru-buru menyalakan lagu kencang-kencang.

Lagi-lagi Divan tertawa, "Buset, lo takut sama begituan? Beneran gue panggilin Didina nih!"

Bruk

Satu buku terjatuh lagi dari raknya. Arron langsung memukul kepala Divan, "Diem, gila!"

"Kita udah idup hampir tujuh belas tahun dan nggak pernah ketemu setan. Terus lo percaya hal-hal begituan? Kocak." Divan berdiri dari tempatnya dan mengembalikan buku yang jatuh itu kembali ke asalnya.

Namun tiba-tiba suara buku jatuh terdengar berkali-kali, angin berhembus semakin kencang dan membuat tirai perpustakaan terbuka.

Seorang perempuan cantik berjalan menghampiri Divan yang masih terdiam di tempatnya, "Ada apa, mas?"

Senyum Divan dan Arron mengembang, "Oh ini, tiba-tiba jatuh sendiri." Divan menunjukan buku yang sedang ia bawa.

Perempuan itu hanya tersenyum dan berjalan ke meja tempat Arron duduk, lalu disusul oleh Divan.

Mereka berbincang cukup lama dan juga sesekali perempuan itu membantu tugas milik mereka.

"Btw, kita belum kenalan. Nama lo siapa?" Divan mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh perempuan tersebut.

Perempuan berparas menawan itu tersenyum dan berbisik, "Didina."

Tubuh Divan dan Arron langsung menegang, Divan buru-buru menarik tangannya kembali dan lagi-lagi suara buku berjatuhan terdengar lagi.

Lampu perpustakaan berkedip terus-menerus dan banyak kertas kuno berhamburan di bawah kaki mereka.

Wajah cantik wanita tersebut berubah menyeramkan dalam sekejap. Matanya berubah menjadi merah menyala dan kulitnya memucat.

"Lari, Van!" Arron menarik tangan Divan yang masih terkejut keluar dari perpustakaan.

Sialnya, perpustakaan ini terlalu besar dan semua rak buku di sekitar mereka berjatuhan menutupi jalanan, membuat mereka semakin ketakutan.

Didina masih terbang mengejar mereka dengan mata merah menyala.

Akhirnya Divan dan Arron berhasil keluar dari perpustakaan, tetapi keadaan justru semakin kacau.

Saat ini mereka sedang berada di lorong dan semua lampu mendadak mati. Yang terlihat hanya mata merah Didina yang menyala.

Mereka terus berlari dan berusaha mencoba membuka semua pintu ruang kelas. Namun, nihil. Semua pintu terkunci dan mereka terjebak.

Mereka menjatuhkan diri di ujung lorong gelap tersebut, keringat bercucuran, kehabisan oksigen dan sudah tidak bisa berpikir lagi, yang ada di otak mereka hanyalah kematian.

"Sorry ,Ron. Sorry." Divan terus menggumamkan kata maaf, sementara Arron hanya memejamkan mata.

Bau darah menyapa indra penciuman kedua anak muda tersebut. Mereka mengadahkan kepalanya dan melihat Didina terbang tepat di atas mereka.

Mata Didina terus menerus mengeluarkan darah dan menetes di seragam Arron dan Divan.

"M-maaf, Didina. Tolong lepaskan ka- AKHHH!" Suara Divan hilang. Dia tidak bisa mengeluarkan suara apapun dari mulutnya.

Badan Divan dilempar menjauh dari Arron oleh Didina lalu Didina turun tepat di depan Arron.

Didina menghadap ke arah Arron yang sudah pasrah, ia tersenyum dan darah yang keluar dari matanya semakin deras.

Lampu berwarna merah remang-remang dan alunan musik romantis kuno terdengar entah dari mana asalnya.

Didina berubah kembali menjadi sosok yang rupawan. Tubuh Arron mendadak kaku dan Didina menggerakan tubuh Arron hingga berhadapan dengannya.

"Errion ...." Didina menangis, menangis darah. Arron benar-benar tidak bisa bergerak.

Didina mencium bibir Arron dengan penuh napsu dan Divan hanya bisa melihat hal tersebut.

Ini pertama kalinya mereka melihat hantu dan juga pertama kalinya Arron bercumbu dengan hantu.

;

Didina dulunya adalah seorang siswi yang sangat berprestasi dan hidup berkelimpahan harta.

Siswi cantik tersebut di bunuh dengan ditusuk bola matanya oleh kekasihnya sendiri, Errion. Tidak ada yang tahu apa motif Errion karena dua hari kemudian mayat Errion di rak buku perpustakaan.

Errion. Alias, kakak laki-laki Arron.









Semarang, 16 Januari 2020
mongtete

Creepy First Experience [✔]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz