[08] - Squidward Galak

Start from the beginning
                                    

Rere sontak melihat jam dinding yang melekat di tembok putih ruangan UKS. Terpelongo, bisa-bisanya dia ...

"A-aku udah bolos dua mata pelajaran hari ini dong?" Panik-nya.

"Ga usah khawatir, gue udah izinin ke guru mata pelajaran soal ini, mereka ngertiin kok." Kata Ara, membuat Rere membuang nafasnya lega.

Mona mendudukkan pantatnya di kursi yang ada di dekat ranjang yang Rere tempati. "Lo bikin panik sumpah! Gue lari cepet dari kelas kesini sampai napas gue mau abis begitu denger kabar lo pingsan, lagian lo kenapa bisa telat gitu sih sampai kena hukum pak Eko?" Cerocos Mona panjang lebar.

"Kan gue udah bilang, Rere ada panggilan alam!" Sahut Ara tak santai.

Rere meringis, "eh ya, sekarang udah waktunya jam pulang kan? Udah dari tadi?"

"Ho'oh. Gue sama Ara cuma masih pengen nungguin lo disini sampai lo bangun." Jelas Mona.

"Ya udah gih, kalian pulang aja. Aku kan udah bangun." Rere bangkit dari ranjang, mengambil tas ranselnya yang sudah di bawa Ara dari kelas.

Mona dan Ara memandangi tubuh Rere dari bawah ke atas, memastikan bahwa temannya itu sudah benar-benar pulih.

Rere terkekeh, "aku udah nggak papa kok." Lalu mengacungkan jempolnya untuk meyakinkan, "seriusan. Kalian pulang aja oke? Makasih banget kalian udah mau temenin aku sampai bangun gini."

"Oke deh, kita pamit dulu ya. Bye Re, hati-hati dijalan loh ya." Pamit Ara, lalu bersama Mona perlahan melangkah pergi keluar dari ruangan.

"Siap, kalian juga!"

♡♡♡

Celingak-celinguk, bola mata Rere bergerak kesana dan kemari seperti sedang menunggu sesuatu.

Masih berada di halte sekolah ternyata. Rere belum pulang ke rumah, gadis itu sedari tadi tengah menunggu angkutan umum yang tak kunjung datang.

Tadi pagi, ban sepeda motor kesayangan Rere sedang bocor, alhasil si Merah Muda, motor kesayangan gadis itu tengah ada di bengkel untuk di tambal.

Dan terpaksa, ia pun tadi pergi ke sekolah dengan angkutan, begitu pun dengan pulang sekarang.

Rere menggertakkan giginya, sekolah sudah lumayan sepi, hanya terlihat ada segelintir anak yang belum pulang karena mengikuti ekstrakulikuler.

"Duhh, kemana sih ini angkutannya?" Gumam-nya kesal.

Rere merapatkan kakinya, bulu kuduknya berdiri tanda merinding. Pasalnya di dekat halte, terdapat sebuah warung kopi yang berisi lelaki bertato. Para preman tersebut sedari tadi menatap Rere terang-terangan.

Ngeri!

Berkali-kali Rere meneguk ludahnya, merapalkan doa dalam hati agar tak terjadi sesuatu padanya dan cepat-cepat sampai rumah.

Tatapan para preman itu masih tak teralihkan dari Rere, sungguh demi apapun Rere kini sangat takut.

Tangan Rere dengan cepat mengambil ponselnya di saku cardigan, lalu bergerak mengotak-atik layar mencari kontak adiknya.

Tutt ... Tutt ... Tutt ...

Ponsel itu telah Rere lekatkan di samping telinganya, menunggu sang penerima bersuara menjawab. Rere sangat berharap agar Caca bisa mengangkat telepon dan menjemputnya.

PAYUNG & HUJANWhere stories live. Discover now