[03] - Lelaki Berhoodie Hitam

Mulai dari awal
                                    

Rere menolehkan kepalanya ke sumber suara tersebut, lalu mendapati mama Laras yang sedang bersender di dinding dan melipat tangannya menyilang di dada.

"Mau kemana kamu?" Tanya Laras dengan nada tak bersahabat.

Rere mengulum bibirnya, "mau keluar sebentar ma, cari angin." Ungkap Rere.

Entah salah apa lagi yang Rere perbuat, ia mendapat tatapan tajam lagi dari mama Laras. Sudah biasa kok, Rere selalu menganggap itu adalah sebuah tatapan kasih sayang.

"Hm, jangan pulang malam-malam kalau kamu tidak ingin mendapat masalah. Dan satu lagi, sudah saya peringatkan jangan panggil saya mama disaat papamu tidak ada. Saya nggak suka." Ucap Laras begitu menusuk, lalu pergi begitu saja dari hadapan Rere.

Rere tersenyum tipis melihat punggung mama tirinya mulai menjauh. Sedikit senang karena mendapat perhatian dari mama Laras walaupun perkataannya pedas. Dan yang paling menyakitkan, lagi-lagi ia tidak boleh memanggil dia dengan sebutan mama.

Rere menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya perlahan, "baik tante, Rere pergi dulu." Ucap Rere lirih.

Ia pun melangkahkan kakinya keluar dari rumah dan pergi menuju kafe tujuannya itu. Kafe tersebut dekat kok, kira-kira berjalan kaki tujuh menit mungkin sudah sampai.

Tak lama Rere pun telah sampai di tujuan. Terlihat kafe dengan cat berdominan warna cokelat terasa begitu nyaman, di dindingnya terdapat banyak lukisan-lukisan yang keren dan terlihat aesthetic.

Kafe ini tidak terlalu besar, tetapi kemari untuk menenangkan diri sudah sangat cukup kok.

Klinggg!

Rere mendorong pintu kafe. Lonceng yang bergelantung di dekat pintu kafe berbunyi menandakan ada pengunjung baru, itu Rere yang baru saja masuk.

Hari ini, kafe-nya cukup ramai. Mungkin karena kafe ini baru saja di buka di wilayah ini, sebab itu banyak pengunjung yang penasaran berdatangan. Terlihat pengunjung yang menongkrong disini lebih dominan dari kalangan anak remaja seperti Rere.

Rere pun memutuskan mengambil bangku yang sedang kosong, tepat di pojok sebelah jendela. Spot yang bagus juga agar dapat mengamati pemandangan luar.

Langit diluar mulai menggelap, Rere menduga hujan akan turun sebentar lagi.

Rere memanggil pelayan yang tengah sibuk mengantar pesanan, ia berniat memesan secangkir hot coffe latte. Sebenarnya Rere tidak terlalu suka dengan kopi. Tetapi karena ingin minuman yang hangat-hangat, ia jadi ingin mencobanya.

Tak lama kemudian, pesanan milik Rere pun datang. Melihat asap yang mengepul di atas cangkir, Rere meniupnya perlahan. Pelan-pelan ia mencicipi kopi tersebut.

Hm, tidak terlalu buruk kok.

Seperti dugaannya tadi, terlihat di luar sana air hujan baru saja turun dari langit. Rere menikmati hujan ditemani dengan secangkir kopi hangat. Suatu kenikmatan yang hakiki bukan?

Jika turun hujan begini ... Ia menjadi ingat bundanya. Rindu, rasa itu yang pertama kali muncul di benaknya. Ingin sekali bertemu, tapi bagaimana bisa?

Menyusulnya? Tidak, bundanya sudah berpesan padanya untuk selalu tetap hidup, karena kehidupan ini adalah suatu anugerah dari tuhan. Kita tidak boleh berputus asa dan menyia-nyiakan itu semua.

PAYUNG & HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang