Bab 1

360K 21.1K 2.6K
                                    

Selamat Membaca




Hari ini adalah hari ke seratus hubungan Gladis dan Dewa. Gadis manis yang hari ini mengenakan rok selutut berwarna putih dengan atas blazer berwarna kuning itu, tengah memeluk sekotak roti pizza buatannya.

Dewa sangat menyukai pizza. Tapi, karena Gladis tidak mempunyai uang untuk membeli pizza, dia hanya bisa membuatkan roti pizza ini untuk kekasih tampannya itu.

Dia berjalan sambil menelepon kekasihnya itu, tapi Dewa tak kunjung mengangkat telepon-nya. Tujuannya adalah warung di samping kampus, yang sering kali dibuat tempat nongkrong oleh lelaki itu.

“Permisi, Kak Dewanya ada?” tanyanya kepada segerombolan lelaki yang tengah bergerombol di sana.

“Ada di belakang, lagi rokok.”

Gladis tersenyum, sambil menggumamkan kata terima kasih. Gadis itu mencoba kembali menelepon Dewa. Tapi, lelaki itu masih tidak mengangkatnya.

“Ke belakang atau jangan?” gumamnya kepada diri sendiri.

Sebenarnya berulang kali dia mengatakan kepada Dewa untuk berhenti merokok, tapi lelaki itu sering kali melakukannya saat Gladis tidak tahu. Seperti sekarang ini.

“Ke belakang aja, deh. Udah sampai sini juga.”

Kakinya membawa Gladis untuk sampai ke sebuah tanah yang cukup luas di belakang warung itu. Dari kejauhan, Gladis sudah bisa melihat Dewa bersama dengan teman-temannya.

Gadis itu bersembunyi di balik tembok warung. Dia menatap kembali kotak berisi roti pizza dalam pelukannya. Dia tersenyum. Semoga saja Dewa suka dengan roti buatannya.

Namun, saat akan kembali meneruskan langkahnya, Gladis mendengar beberapa orang di sana tengah membicarakannya. Gadis itu mengurungkan langkahnya, dan memilih untuk menguping pembicaraan mereka.

“Mau sampai berapa lama lo sama Gladis?”

Gladis diam dengan jantung yang berdebar. Apa maksud pertanyaan itu?

“Gue udah lumayan dekat sama Liora sekarang. Kita udah pernah keluar dua kali. Gue juga udah sering telepon dia setiap malam.”

Jantung Gladis rasanya ingin keluar. Dia sangat mengenal suara itu. Itu adalah suara milik Dewa. Lelaki yang selama tiga bulan ini, sudah mengisi hari-harinya. Lelaki yang sudah dia kenalkan kepada Ibunya. Lelaki yang tanpa Gladis sadari, sudah merebut hatinya.

“Terus? Kapan lo mutusin Gladis?”

“Secepatnya kalau gue udah jadian sama Liora.”

Air mata tiba-tiba saja turun dari mata Gladis. Jadi, selama ini Dewa tidak benar-benar tulus kepadanya? Perhatian yang lelaki itu berikan kepada Ibu dan juga adiknya adalah kepalsuan?

Terdengar decakan dari sana. “Lo tega, Wa. Si Gladis baik kali. Nggak kasihan sama dia?”

“Justru karena gue kasihan. Gue mau mempercepat semuanya. Dia kelihatan udah mulai suka sama gue.”

Gladis meremas erat kotak roti yang tengah dia pegang. Jadi, selama ini hubungan mereka hanya berlandaskan rasa kasihan Dewa kepadanya?

“Ya iyalah. Dewa Anggoro. Siapa yang bisa nolak pesona lo, Man?”

Lalu, Gladis mendengar tawa mereka. Dia hanya dijadikan sebuah umpan agar Dewa bisa dekat dengan sahabatnya, Liora. Kenapa lelaki itu bisa setega itu kepadanya?

Gladis hendak beranjak dari sana, sebelum sebuah suara memanggilnya.

“Gladis. Ngapain di situ?”

RASAWhere stories live. Discover now