❤️Bagian 9♥️

11.6K 538 51
                                    

Happy reading ☺☺☺

Azki membelalakkan mata melihat wanita yang kini sudah terkapar di aspal. Dadanya memburu, wajah wanita itu sangat familiar, ia adalah bagian dari masa lalu Azki yang mati-matian Azki hindari.

"Pak, kenapa dengan mama saya?" Azki bertanya kepada orang-orang yang sudah berada disini sebelum ia datang. Azki sudah memangku tubuh wanita yang ia sebut mama keatas pahanya.

"Ibu ini korban tabrak lari Mba. Tadi saya liat, ibu ini mau menyebrang, namun dari arah berlawanan muncul sepeda motor dengan kecepatan tinggi." Jelas salah satu saksi. Wajah Azki kembali menatap mamanya, syukurlah tidak ada luka di sana, kemungkinan ia hanya pingsan. Saat ini Azki bingung harus apa. Satu sisi Azki ingin sekali menolongnya, tapi apa Azki siap bertemu dengan laki-laki perusaknya?.

"Pak, bantu bawa mama saya ke rumah sakit ya?" Azki tidak mungkin tega membiarkan mamanya tergeletak tak sadarkan diri disini, walau bagaimanapun wanita itu pernah menolongnya. Biarlah ia mengesampingkan egonya demi membawanya kerumah sakit. Masalah beberapa kemungkinan yang akan terjadi nanti, bisa ia pikirkan nanti.

Satu taxi di hentikan untuk membawa mereka ke rumah sakit. Azki menyerahkan mamanya untuk di gendong beberapa orang memasuki mobil yang sengaja dihentikan.

"Bunda, nenek itu kenapa?" Azki merasakan elusan lembut di kedua tangannya. Pandangannya turun kebawah, ternyata Rafa dan Zefi sudah menggenggam kedua tangannya erat, wajah keduanya ikut takut melihat raut khawatir di wajah Azki. Azki sempat melupakan kedua anaknya, ia terlalu fokus dengan kondisi mamanya sampai tidak sadar kalau sedari tadi Rafa dan Zefi ketakutan melihat kejadian ini.

"Nggak papa sayang, nenek cuma kecapean. Zefi sama Rafa mau yah ikut bunda ke rumah sakit?" Azki berujar sangat lembut kepada si kembar, posisinya sudah ia sejajarkan demi mengecup kedua puncak kepala Rafa dan Zefi. Kedua anak kembar itu mengangguk. Mereka segera masuk ke dalam taxi dengan Azki yang memangku kedua anaknya, sedangkan kepala mamanya ia senderan ke bahu Azki.

"Jalan pak!."

*****

Azki POV

Aku segera turun dari taxi dan langsung memanggil petugas medis. Tidak lama, aku kembali lagi dengan 2 petugas medis yang membawa brangkar.

Setelah berhasil memindahkan tubuhnya ke atas brangkar, aku segera menggendong Zefi dan juga menggandeng Rafa memasuki rumah sakit. Dalam perjalanan menuju IGD, aku tidak henti-hentinya merapalkan doa untuknya.

"Maaf, mohon tunggu di luar." Aku berniat masuk ke dalam namun tidak di perbolehkan, akhirnya dengan terpaksa aku duduk di kursi tunggu dengan perasaan was-was.

"Bunda jangan takut." Aku melihat kearah Rafa yang sudah menggenggam erat tanganku. Terpaksa aku pun tersenyum untuk membuatnya tidak khawatir. Selama ini senyumku terbukti sangat ampuh membuat mereka tenang, kedua anakku sangat sensitif kalau sudah melihat ku ketakutan atau menangis. Kadang aku merasa tidak bisa menjadi orang tua yang baik buat mereka, aku selalu tidak bisa menahan diriku sendiri saat sedang takut maupun sedih. Tapi bukankah itu manusiawi, aku hanya belum bisa beradaptasi dengan semuanya. Hidupku masih terlalu muda untuk menjalani ini semua.

"Bunda nggak takut sayang."

"Nenek itu siapa Bun?" Aku sedikit menunduk demi menatap Zefi yang berada di pangkuanku. Aku tidak tau harus menjawab apa, haruskah mereka tahu semuanya?.

"Zefi, jangan berisik yah, nanti dimarahin Om dokter." Peringatku pada akhirnya. Biarlah mereka tidak tau terlebih dahulu tentang wanita itu, aku takut mengambil keputusan yang salah saat ini.

Ceklek

Pintu terbuka membuatku segera menyingkirkan tubuh Zefi yang memang tengah berada di atas pangkuanku.

My twinsWhere stories live. Discover now